|
Menu Close Menu

MUI Pusat : Embrio Terorisme dari Salafi-Wahabi Berdasarkan Kajian Akademis

Senin, 05 April 2021 | 22.24 WIB

M. Najih Arromadloni, Pengurus MUI Pusat Bidang Penanganan Terorisme (Dok/Istimewa)


lensajatim.id Surabaya-
Maraknya kembali aksi terorisme di Indonesia, seperti yang terjadi di Makassar dan juga Mabes Polri membuat pengurus MUI pusat memberikan komentar. Dia adalah M. Najih Arromadloni pengurus MUI Pusat Bidang Penanganan Terorisme.


Gus Najih sapaan akrabnya mengatakan munculnya kembali peristiwa terorisme adalah fenomena radikal terori yang mengatas namakan agama. Dan fenomena ini tak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga negara bagian lain seperti di Irak hingga Amerika.


"Kebetulan di Indonesia mayoritas masyarakatnya Muslim. Ini bukan peristiwa instan tapi sudah ada sejak 1949," terang pria yang juga dosen di UIN Sunan Ampel ini.


Dia kemudian mencontohkan seperti diawali dengan adanya deklarasi NII, kemudian berubah jadi JI serta JAD. Saat ini JI yang berafiliasi ke Afghanistan dan JAD yang berafiliasi ke ISIS.


"Negara ini jika ingin menuntaskan permasalahan ini dari hulu ke hilir. Bukan hanya menangkap, kalau menangkap tak ada selesainya," tegasnya.


Dia kemudian meminta agar permasalahan ideologi yang menjadi akarnya dituntaskan terlebih dahulu juga. "Misal idelogi Salafi-Wahabi. Salafi-Wahabi jadi embrio terorisme dan itu kajiannya akademisnya sudah sangat banyak di berbagai kampus negara dunia," terangnya.


Selain ideologi Salafi-Wahabi kata Gus Najih bangsa Indonesia juga masih menghadapi persoalan lain. Seperti munculnya fenomena HTI.


"Meski sudah dicabut, tapi masih sangat banyak. Karena mereka kan klandestein, biar dicabut tapi ideologi masih sangat banyak di masyarakat," tuturnya.


Kemudian ada juga faham Ikhwanul Muslimin yang secara konstitusi dilindungi oleh Negara. Mereka ini tinggal di Indonesia namun tak mau mengibarkan bendera Merah-Putih, apalagi hormat ke bendera.


Gus Najih juga menyebut soal organisasi FPI. Meski tak terafiliasi ke teror, namun FPI rawan disusupi oleh JI.


"Sehingga ketika pemerintah ingin menangani ideologi dari hulu ke hilir harus diselesaikan. Diantaranya Kominfo harus serius mencegah konten yang radikal. Karena anak muda bisa mendapat teutorial mengebom di internet dengan mudah," bebernya.


Selain itu juga pihak Kementrian Pendidikan serta Kementrian Agama diminta tak tinggal diam saja apabila ada lembaga pendidikan yang anti terhadap upacara apel bendera.


"Sekarang sudah terbuka informasi pada publik. Misalnya di Sidotopo, Rungkut, Lamongan. Kita melihat belum ada langkah serius dari pemerintah. Kalau penanganan hanya di hilir, tak akan selesai," imbuhnya. (Had/Red)

Bagikan:

Komentar