![]() |
Pelatihan Bimbingan dan Konseling Bagi Guru BK.(Dok/Istimewa). |
Langkah ini ditandai dengan pelaksanaan Pelatihan Bimbingan dan Konseling (BK) bagi para guru SD dan SMP se-Kabupaten Sumenep yang digelar selama tiga hari, 11–13 Juni 2025, di Kedai HK Sumenep.
Sebanyak 97 guru dari berbagai satuan pendidikan mengikuti pelatihan ini, terdiri dari 15 guru SMP dan 82 guru SD. Mereka dibekali dengan materi dari para narasumber profesional yang merupakan anggota PGRI Kabupaten Sumenep dan fasilitator internal Dinas Pendidikan.
Kepala Dinas Pendidikan Sumenep, Agus Dwi Saputra, S.Sos., M.Si., dalam sambutannya menegaskan bahwa pendidikan masa kini tidak cukup hanya fokus pada aspek akademik. Guru, menurutnya, harus menjadi figur pembimbing yang mampu menemani siswa dalam menghadapi dinamika emosional dan tantangan karakter.
“Guru tidak cukup hanya mengajar ilmu, tetapi juga harus melatih jiwa dan membimbing hati. Anak-anak kita tidak cukup hanya cerdas, tapi juga harus kuat secara mental dan luhur secara moral,” tegasnya, Rabu (11/06/2025).
Ia menyoroti bahwa dalam implementasi Kurikulum Merdeka, guru dituntut lebih peka terhadap kondisi psikologis anak. Apalagi, tidak semua sekolah memiliki guru BK khusus, sehingga peran guru kelas dan guru mata pelajaran menjadi sangat vital.
“Guru adalah orang yang paling dekat dengan siswa setiap hari. Mereka yang paling tahu perubahan emosi, potensi tersembunyi, hingga kegelisahan yang tak terlihat. Maka tugas bimbingan ini menjadi tanggung jawab kolektif semua guru,” tambah Agus.
Sementara itu, Kabid Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK), Ahmad Fairuz, S.Pd., M.AP., yang juga menjadi narasumber utama, menekankan bahwa pelatihan ini adalah bagian dari investasi jangka panjang untuk membentuk generasi yang tidak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga tangguh secara emosional dan berkarakter kuat.
“Pelatihan ini adalah fondasi revolusi mental. Guru harus menjadi pilar utama dalam menciptakan anak-anak yang utuh – cerdas, tangguh, dan berakhlak,” ujarnya.
Fairuz menjelaskan, pendekatan dalam pelatihan BK saat ini menyasar lebih luas, tidak hanya pada persoalan akademik, melainkan juga aspek psikososial, spiritual, dan budaya. Materi yang diberikan pun dirancang aktif dan aplikatif, mulai dari pemetaan kebutuhan murid, penanganan perilaku menyimpang, hingga intervensi dini terhadap masalah yang kerap muncul di sekolah.
Dalam setiap sesi, peserta dilatih untuk memahami dasar layanan BK, regulasi pemerintah, dan pentingnya membangun budaya sekolah yang aman, inklusif, dan ramah anak. Metode pelatihan mencakup diskusi studi kasus, kerja kelompok, hingga simulasi konseling berbasis empati.
“Anak-anak kita membutuhkan ruang yang aman. Tempat di mana mereka bisa merasa didengar, dihargai, dan dipahami. Di situlah guru harus hadir bukan sekadar sebagai otoritas, tapi sebagai pendengar yang tulus,” jelas Fairuz.
Pelatihan ini bukan sekadar program jangka pendek, melainkan tonggak awal gerakan pendidikan baru di Sumenep. Dinas Pendidikan melalui Bidang GTK berkomitmen menjadikannya sebagai prototipe untuk program serupa yang lebih luas dan sistematis.
“Sumenep bukan hanya mencetak anak-anak pintar, tapi juga generasi yang berani, santun, dan bijak. Itu hanya bisa dicapai jika kita memiliki guru yang membimbing dengan cinta dan ilmu,” pungkas Fairuz. (Zi)
Komentar