|
Menu Close Menu

Save Palestina, Di Medsos dan Qunut Nazila

Senin, 17 Mei 2021 | 17.11 WIB



Oleh Moch Eksan


Meskipun sayup-sayup terdengar, ada penggalangan opini moderasi dalam konflik Palestina-Israel, gemuruh dukungan terhadap Palestina tetap bak gelombang pasang yang terus membesar. Mayoritas rakyat Indonesia mendukung perjuangan Palestina. Sedari zaman Presiden Soekarno sampai Presiden Jokowi, pemerintah Indonesia mendukung kemerdekaan Palestina tanpa syarat. Warganet rerata memposting poster dan kata save Palestina di medsos masing-masing.


Secara historis, Negara Israel merupakan negara 'boneka" Barat, khususnya Amerika Serikat. Liga Bangsa-bangsa yang menjadi cikal bakal Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) yang memfasilitasi imigran Yahudi Eropa sisa korban Holokaus, pindah ke wilayah Palestina. Meraka korban genosida Nazi Jerman yang membantai tak kurang dari 6 juta dari 11 juta populasi Yahudi Eropa pada perang dunia ke-2. Di antara korban tewas dari kekejaman Aldolf Hitler itu 1 juta anak dan 2 juta perempuan dalam peristiwa Holokaus tersebut.


Sewaktu saya ke Jerman 2017, sempat berziarah ke monumen prasasti memoar Holokaus di Kota Berlin. Namanya Denkmal fur die ermordeten Juden Europas atau biasa disebut Holocaust Memorial. Monumen ini dibangun di dekat bunker Hitler dan Gerbang Bradenburg. Monumen ini dibangun pada 1990 dan diresmikan pada 10 Mei 2005. Arsitek monumen ini adalah Peter Eisenman dan Buro Happold. Bangunan monumen ini berbentuk 2711 balok beton dan berada di areal seluas 19.000 M2. Dan di dalamnya juga berisi daftar nama para korban Holokaus tersebut.


Sebuah tragedi pembantaian manusia terbesar di dunia dalam sepanjang sejarah yang bermotif rasialisme. Ras Aria merasa paling unggul dan ras lainnya dipandang rendah. Sesungguhnya, korban kekejaman Nazi bukan melulu kaum Yahudi, akan tetapi juga imigran Italia, kaum Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT), kaum disabilitas dan musuh politik Nazi. Perang dunia itu diyakini bisa menjadi mesin untuk membersihkan dunia dari ras rendah. Nyatanya, rezim rasis Jerman akhirnya menyerah kalah pada 8 Mei 1945. Dan setelah perang dunia ke-2  menelan korban sejumlah 55 juta jiwa. Di antaranya 6 juta kaum Yahudi di atas.


Sayangnya, skenario politik Liga Bangsa-bangsa mengungsikan kaum Yahudi ke Palestina tak berjalan mulus. Kedua bangsa tak bisa berbagi "tempat tinggal'. Muslim Palestina memandang kehadiran kaum Yahudi sebagai penjajah. Dan kaum Yahudi itu sendiri acapkali mengagresi wilayah pemukiman muslim. Wabilkhusus, di Gaza dan Tepi Barat. Darah berulang-ulang tumpah, peta jalan damai hasil perundingan Oslo 1993 tak berjalan efektif. Bom bunuh diri, penyerbuan pasukan, perang roket dan insiden kekerasan lainnya menjadi menu harian hubungan damai Palestina-Israel. Inilah kegagalan segala usaha dan upaya masyarakat dunia mewujudkan salam atau salom di Bumi Nabi Ibrahim dan anak keturunannya. Sebab, Islam, Yahudi dan Kristen merupakan cabang dari pohon Millah Ibrahim Khalilullah yang sama pula.


Konflik Palestina-Israel sungguh sangat rumit. Baitul maqdis menjadi pusaran konflik agama-agama samawi. Konflik itu tak hanya menyangkut perang kebenaran akan tetapi perang kekuasaan yang berdimensi politis, ekonomis dan sosial. Tanah suci adalah tanah sengketa yang berlumur darah antar sesama anak keturunan Ibrahim AS. Sejarah penuh pertumpahan darah berlatar perebutan otoritas kekuasaan. Memori damai di bawah sebuah otoritas tak mengubur mimpi para laskar kebenaran masing-masing agama. Semua merasa paling berhak dan merasa paling bisa menjamin kedamaian. Padahal, semua itu tak lebih dari taktik untuk mengelabui lawan dan meraih keuntungan sendiri.


Berdasarkan hasil perundingan Oslo 1993 yang berhasil dicapai oleh Yasser Arafat dan Shimon Peres atas prakarsa Bill Clinton, kedua belah pihak sudah sepakat mengakui eksistensi negara masing-masing. Pihak Pemerintah Israel bersepakat untuk menarik diri dari wilayah Gaza dan Tepi Barat secara bertahap. Namun, pelaksanaan perundingan selalu mendapat ujian dan cobaan. Insiden kekerasan seringkali mencoreng nilai-nilai perdamaian. Ketegangan demi ketengangan seringkali terjadi. 


Terakhir penyerbuan Israel pada jamaah sholat di Masjidil Aqsha yang menelan korban luka-luka tak kurang dari 673 dari warga Palestina sejak Jumat sampai Senin, dari 7 sampai 10 Mei 2021. Bentrok ini berawal dari penyerobotan rumah keluarga muslim oleh pemukim Yahudi di wilayah Syeikh Jarah Yarusalem Timur. Inilah yang memicu bentrok warga dengan polisi Israel. Juga memantik serangan roket Hamas ke wilayah Israel. Sebuah peristiwa yang mengoyak kebahagiaan Idul Fitri umat Islam se-dunia.


Dalam banyak insiden kekerasan, Gaza dan Tepi Barat seringkali menjadi medan konflik berdarah antara Palestina-Israel. Gaza sejatinya merupakan wilayah otoritas Palestina yang dikuasai penuh oleh Hamas. Wilayah ini berpenduduk 1,7 juta jiwa. Mayoritas Muslim Sunni. Luasnya 365 km2. Panjang 41 km2 dan lebar 6-12 km2. Sebelum perjanjian Oslo, daerah ini merupakan daerah pendudukan Israel sejak 1967-1993. Setelah Israel memenangkan pertempuran 6 hari melawan Mesir.


Sementara, Tepi Barat juga merupakan wilayah otoritas Palestina yang dihuni oleh 2,6 juta jiwa. Mayoritas anak keturunan Arab Palestina yang capai 80 persen atau 2,1 juta jiwa. Sisanya, 20 persen atau 500 ribu anak keturunan Yahudi Israel. Luas wilayah yang disebut dengan West Bank itu seluas 5.655 km2.


Keberadaan pemukiman Yahudi Israel di Gaza dan Tepi Barat ini yang seringkali menjadi pemicu bentrok sipil dan perang militer antara Palestina-Israel. Padahal, masyarakat dunia sudah sepakat. Bahwa pemukiman Yahudi tersebut ilegal. Pemerintah Israel tetap ngotot melindungi penyerobotan wilayah sah Palestina tersebut. Meski demikian, mengapa Israel tak pernah mendapat sanksi tegas dari AS? Tak seperti negara Islam seperti Irak, Libia, Mesir dan Suriah, dengan alasan penegakan demokrasi dan Hak Asasi Manusia (HAM), AS bertindak tegas dan menggerakkan militer untuk menjatuhkan rezim berkuasa yang otoriter. Double standar negara adidaya dan sekutunya inilah yang semakin mengoyak rasa keadilan muslim dunia.


Sudah menjadi rahasia umum, jawabannya adalah Israel merupakan negara bentukan kolonialisme Barat. AS ternyata merupakan negara dengan populasi Yahudi terbesar di dunia. Jumlah mereka mencapai 10 juta jiwa. Sementara Israel sendiri sebagai negara Yahudi resmi hanya 7,5 juta jiwa dari seluruh populasi Yahudi dunia yang capai 20,3 juta jiwa. Termasuk 5 ribu anak keturunan Yahudi di Indonesia.


Kaum Yahudi punya jejaring politik dan ekonomi yang sangat kuat di dunia. Mereka berada di inner circle kekuasaan politik dan ekonomi di berbagai negara adidaya. Banyak Yahudi AS dan negara lain tak sepakat terhadap cara Israel memperlakukan muslim Palestina, walau sekadar menyampaikan protes keras. Mereka tak setuju Israel diluluhlantahkan oleh negara-negara lain di dunia. Hubungan darah, sejarah dan ajaran yang menjadi penghalang bagi dekolonialisasi Israeal di Gaza dan Tepi Barat.


Oleh karena itu, suara lantang save Palestina di medsos dan Qunut Nazila merupakan bentuk solidaritas sesama muslim dunia untuk menggalang pertolongan laskar langit dan bumi. Para mujahid Palestina harus yakin, mereka tak berjuang sendiri. Saudara-saudara seagamanya dari seantero dunia banyak turun jalan menyuarakan dukungan dan di setiap sholat memanjatkan doa kemenangan bagi perjuangan Palestina. Nashrum minalllah  wafathun qarib.


Penulis adalah Pendiri Eksan Institute 

Bagikan:

Komentar