![]() |
Mochamad Machmud, Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Surabaya.(Dok/Pokja Judes). |
Ironisnya, pihak pengembang tidak menghadiri rapat meski telah diundang untuk memberikan klarifikasi. Wakil Ketua Komisi B DPRD Surabaya, Mochamad Machmud, mengecam ketidaktegasan pemkot. "Harusnya sejak lama sudah ada tindakan tegas, seperti penyegelan. Kalau rakyat biasa, sebelum jual beli rumah, PBB-nya harus lunas dulu. Ini justru dibiarkan," kritiknya.
Machmud juga menyinggung tidak adanya itikad baik dari pengembang. "Pengembang ini sudah menikmati hasil dari penjualan rumah, tapi tidak punya itikad baik untuk melunasi PBB yang tertunggak. Dari informasi, dari total tunggakan 12 miliar rupiah, yang dibayar tidak sampai satu miliar, lalu berhenti bertahun-tahun. Ini modus lama," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang PBB dan BPHTB Bapenda Kota Surabaya, Siti Miftahuljana, mengakui bahwa pembayaran masih belum dilakukan meskipun pengembang sempat berjanji membayar sebagian tunggakan. "Total pokok pajaknya sebesar Rp.12,2 miliar. Sejak serah terima berita acara serah terima (BAST) ke Pemkot pada 2021, sebenarnya bisa dibatalkan, tapi karena tunggakan sejak 2008 belum diselesaikan, proses pembatalan tidak bisa dilakukan," ungkapnya.
Terkait sanksi, Siti menyebutkan adanya program pembebasan denda pajak hingga Mei 2025 sebagai bentuk insentif bagi wajib pajak yang ingin menyelesaikan kewajibannya. "Jadi, kalau mau bayar sekarang, hanya pokok pajaknya saja, tidak ada denda," terangnya.
Namun demikian, Komisi B menegaskan komitmennya untuk terus menekan pengembang hingga ada penyelesaian, bahkan jika diperlukan, melalui sanksi administratif yang lebih tegas. (Lau)
Komentar