![]() |
Gambar Ilustrasi.(Dok/Istimewa). |
Dari total tersebut, 986 perkara merupakan cerai gugat (istri menggugat suami), sedangkan sisanya 299 perkara adalah cerai talak (suami menggugat istri). Data ini menunjukkan bahwa mayoritas perceraian diajukan oleh pihak perempuan.
Panitera Muda Hukum PA Bojonegoro, Muhammad Nafik mengungkapkan bahwa faktor ekonomi masih menjadi penyebab tertinggi perceraian di Bojonegoro, disusul oleh perselisihan rumah tangga yang terjadi secara terus-menerus.
“Sebanyak 1.285 perkara perceraian diputus selama Januari hingga Juni 2025. Dari jumlah tersebut, 689 disebabkan oleh faktor ekonomi,” ujar Nafik sebagaimana dilansir Suara Bojonegoro, Selasa (1/07/2025).
Selain dua faktor utama tersebut, penyebab perceraian lainnya mencakup perilaku buruk pasangan seperti mabuk-mabukan, berjudi, meninggalkan pasangan tanpa kabar, kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), kawin paksa hingga pindah agama (murtad).
“Perselisihan terus-menerus tercatat sebanyak 353 perkara, dan penyebab karena judi sebanyak 82 perkara,” imbuhnya.
Jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, angka perceraian tahun ini mengalami peningkatan. Pada Januari hingga Juni 2024, tercatat sebanyak 1.159 perkara perceraian yang telah diputus oleh PA Bojonegoro. Artinya, terjadi peningkatan sebanyak 126 perkara di tahun 2025 ini.
Fenomena ini menunjukkan perlunya perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk lembaga sosial dan keagamaan, dalam memberikan edukasi dan pendampingan terhadap pasangan suami istri, terutama dalam menghadapi persoalan ekonomi dan dinamika rumah tangga. (Had)
Komentar