|
Menu Close Menu

DPR Dorong RUU Perlindungan Saksi dan Korban: Wujudkan Wajah Hukum yang Lebih Humanis

Rabu, 12 November 2025 | 20.38 WIB

Willy Aditya, Ketua Komisi XIII DPR RI.(Dok/Istimewa).
Lensajatim.id, Jakarta — Komisi XIII DPR RI menyerahkan draf Rancangan Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban (RUU PSdK) kepada Badan Legislasi DPR untuk tahap harmonisasi sesuai tata cara penyusunan peraturan perundang-undangan. RUU ini masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025 dan diharapkan menjadi tonggak penting dalam memperkuat perlindungan hukum bagi saksi, korban, informan, maupun ahli.


Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya mengatakan, selama ini sistem hukum di Indonesia masih lebih berorientasi pada pelaku kejahatan dibandingkan korban. Negara dinilai belum sepenuhnya hadir dalam memberikan perlindungan dan pemulihan bagi korban tindak pidana.


“Selama ini hukum kita cenderung berorientasi pada pelaku. Negara menghukum seberat-beratnya, tapi belum sepenuhnya hadir untuk memberikan perlindungan kepada korban,” ujar Willy di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/11/2025).


Politikus Partai NasDem itu menegaskan, semangat utama dari RUU PSdK adalah menghadirkan sistem peradilan yang memiliki perspektif korban, sebagaimana telah dimulai melalui Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS).


Menurut Willy, RUU ini merupakan langkah progresif untuk menyeimbangkan paradigma hukum, yang selama ini hanya berpihak pada satu sisi, yakni pelaku kejahatan.


“Ini adalah upaya progresif untuk memberikan keseimbangan, tidak hanya kepada pelaku, tetapi juga kepada korban. Bahkan dalam RKUHAP yang baru, sudah mulai ada dorongan untuk penerapan restorative justice,” jelasnya.


Willy juga menyoroti pentingnya partisipasi masyarakat dalam memperluas perlindungan bagi saksi dan korban. Ia mencontohkan program Sahabat Saksi dan Korban yang melibatkan masyarakat sipil dalam memberikan pendampingan di berbagai daerah.


“Upaya seperti ini menjadi bagian dari strategi memperkuat kehadiran negara melalui sinergi antara lembaga dan partisipasi publik. Selama ini LPSK hanya ada di pusat. Dengan perubahan ini, kita dorong agar juga hadir di wilayah dan kabupaten,” ujarnya.


Selain itu, Willy menilai pembentukan victim trust fund atau dana abadi korban menjadi sangat mendesak. Pasalnya, banyak korban belum mendapatkan penanganan yang layak akibat keterbatasan anggaran.


“LPSK bahkan memiliki, kalau boleh dibilang, tunggakan ke beberapa rumah sakit. Kami pernah membantu memfasilitasi penyelesaiannya bersama BPJS dan Kementerian Kesehatan,” ungkapnya.


Ia berharap, melalui pengesahan RUU PSdK, negara dapat menghadirkan wajah hukum yang lebih manusiawi dan berpihak pada korban. Komisi XIII menargetkan RUU ini dapat disahkan sebagai inisiatif DPR dalam masa sidang berjalan dengan dukungan lintas komisi.


“Kalau ini jadi, wajah humanisme dalam peradilan kita akan hadir secara konkret,” pungkas Willy. (Had) 

Bagikan:

Komentar