![]() |
| Direktur Pusat Bantuan Hukum (PBH) Jawa Timur, Nadianto, SH., MH.,.(Dok/Istimewa). |
Direktur PBH Jatim, Nadianto, SH., MH., menyebut tindakan aparat di lapangan telah melampaui batas dan mencederai rasa keadilan masyarakat. Ia menyoroti adanya penangkapan nelayan, perampasan ponsel, hingga dugaan kapal aparat menabrak perahu nelayan, yang dinilainya sebagai bentuk intimidasi dan pelanggaran terhadap SOP serta kode etik kepolisian.
“Tindakan seperti ini tidak hanya mencederai rasa keadilan, tetapi juga menunjukkan adanya upaya pembungkaman terhadap masyarakat yang menyuarakan penolakan secara damai,” tegas Nadianto dalam keterangannya, Rabu (12/11/2025).
Menurutnya, para nelayan memiliki alasan yang sah untuk menolak kegiatan survei seismik karena aktivitas tersebut dinilai berpotensi mengganggu ekosistem laut, merusak alat tangkap, dan mengancam mata pencaharian warga pesisir yang bergantung pada hasil laut.
Lebih lanjut, Nadianto juga menyoroti sikap sebagian aktivis yang disebutnya justru berpihak kepada pemerintah daerah dan perusahaan, bukan kepada rakyat yang terdampak langsung.
“Sangat disayangkan ketika ada pihak yang mengaku membela masyarakat, tetapi justru berdiri di sisi kekuasaan dan korporasi,” ujarnya.
Atas peristiwa ini, PBH Jatim mendesak Pemerintah Kabupaten Sumenep untuk mengambil sikap tegas dan berpihak kepada nelayan Kangean. Ia menilai, pemerintah daerah seharusnya melindungi warganya dari praktik eksploitasi sumber daya alam yang hanya menguntungkan segelintir pihak.
“Pemkab Sumenep jangan menutup mata. Kepentingan rakyat Kangean harus menjadi prioritas, bukan kepentingan korporasi,” pungkas Nadianto.
Peristiwa ini menambah daftar panjang konflik antara masyarakat pesisir dan korporasi energi di wilayah Sumenep. PBH Jatim berkomitmen akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas dan memastikan keadilan bagi para nelayan yang menjadi korban. (Yud)


Komentar