|
Menu Close Menu

Diskusi Virtual Soal Terorisme, Eksan Ingatkan Pentingnya Pencegahan

Kamis, 01 Oktober 2020 | 20.56 WIB

 


lensajatim id Surabaya- Penulis buku berjudul " Mencari Akar Terorisme di Indonesia", Moch Eksan menegaskan bahwa selama ini penanganan terorisme di Indonesia cenderung fokus pada penindakan, sedang pencegahan seringkali diabaikan, padahal hal tersebut sangat penting.


Penegasan itu disampaikan dalam diskusi virtual dengan tema " Format Ideal Keterlibatan TNI dalam Penanganan Terorisme di Negara Demokrasi" yang digelar oleh Kaukus Muda Indonesia (KMI). Kamis (01/10/2020).


Menurut Eksan, Pemberantasan tindak pidana terorisme di negara demokrasi, ditanggani oleh institusi khusus dan pasukan khusus. Yaitu Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan densus 88 Polri.


" Untuk peningkatan kinerja aparatur, maka UU No 5/2018 tentang Penetapan Perpu No 1/2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme menjadi UU, menambahkan klosul peran TNI di dalamnya," urai Eksan. 



Pendiri Eksan Institute ini menjelaskan bahwa Pasal 431 UU tersebut menyebutkan, bahwa tugas TNI dalam mengatasi aksi terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang. Dan pelaksanaan tugas ini tetap mengacu pada Tupoksinya, sebagaimana diatur dalam UU No 34/2004 tentang TNI.


" Jadi, keberadaan klousa peran TNI dalam menangani terorisme dalam UU No 5/2018, sebenarnya pengukuhan tugas pokok TNI dalam UU No 34/2004," ungkapnya.


Pada Pasal 5 sampai dengan 7 UU tersebut, dengan jelas menegaskan bahwa peran TNI  sebagai alat negara dalam bidang pertahanan sesuai dengan kebijakan dan politik negara.  Sehingga, fugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan  keutuhan NKRI, serta melindungi segenap bangsa dan segenap tumpah darah bangsa Indonesia. Untuk, pelaksanaan tugas pokok  itu berupa operasi militer malalui perang dan operasi militer selain perang. Sementara operasi militer selain perang salah satunya pemberantasan aksi terorisme dan lain sebagainya.



Namun demikian, peran TNI dalam penanganan terorisme dalam konteks menjalankan tugas pokok operasi militer selain perang. Apabila perannya sama dengan Polri dan BNPT seperti yang berlangsung selama ini, maka tumpang tindih tak bisa dihindari. Akibatnya, gesekan antar kelembagaan, menuntut energi lebih dan kontraproduktif bagi demokrasi, otomatis akan menjadi ekses berikutnya. Apalagi, dalam draf Rancangan Perpres, ruang lingkung peran TNI dalam penangkalan, penindakan dan pemulihan sekaligus.



Silang sengketa kewenangan Polri, BNPT dan TNI, menyeret soal terorisme pada penindakan semata, sehingga sampai melupakan pencegahan, padahal, pencegahan sangat penting dan luang lingkupnya sangat luas. UU Antiterorme mengungkap 3 cara pencegahan. Antara lain: kesiapsiagaan nasional, kontra radikalisme dan deradikalisasi.


Dalam masalah kontra radikalisme ini siapa pun dapat berperan dalam menghentikan penyebaran faham radikalisme terorisme terhadap anggota masyarakat yang rentan terpapar. NU, Muhammadiyah, Kampus, sekolah dan lainnya bisa dilibatkan secara aktif dalam melakukan kontra narasi, kontra propaganda dan kontra ideologi terorisme.


" Melihat kondisi jaringan terorisme dan aksinya sekarang semakin melemah, keterlibatan TNI cukup penangkalan saja. Penindakan dan pemulihan biar tetap dijalankan oleh Polri dan BNPT, seperti yang berlangsung selama ini," tandas Eksan.


Terlebih, aksi terorisme banyak yang berlatarbelakang faham keagamaan yang salah menafsirkan ajaran jihad, qital, amar makruf nahi mungkar dan konsep kafir. Dimensi ideologis yang mendorong seorang atau sekelompok orang melakukan aksi teror.


Diskusi virtual yang diikuti hampir seratus peserta ini berlangsung sangat menarik. Narsamburnya juga ada dari Komisi I DPR RI, Bobby Adhityo Rizaldi, Komisi III DPR RI
Muhammad Nasir Djamil, BONAR TIGOR NAIPOSPOS (Wakil Ketua Setara Institute) dan STANISLAUS RIYANTA (Pengamat Intelijen dan Keamanan) (Had)

Bagikan:

Komentar