|
Menu Close Menu

Prihatin Ratusan Politisi Ditangkap KPK, Menteri Era Gus Dur Usul Parpol Dibiayai Negara

Rabu, 10 Maret 2021 | 13.00 WIB

 

caption : Dr. Rizal Ramli, Ekonom Senior. foto : istimewa

lensajatim.id Surabaya-Politik biaya tinggi dan transaksional seperti mahar politik berpotensi besar membuat politisi terlibat korupsi. Untuk memutus praktik tersebut, Rizal Ramli membuat terobosan dengan wacana parpol dibiayai negara. 


Ekonom senior yang akrab disapa RR itu mengatakan kalau demokratis di tengah kapitalisme politik, bagaimana nasib aktivis yang tidak kuat secara ekonomi tapi punya ideologi yang kuat. Tentu mereka akan tersisih dari persaingan. Menurutnya pembiayaan parpol oleh negara bukan suatu hal yang mustahil. Sebab hal itu sudah berlangsung di negara eropa seperti Australia dan Selandia Baru.  


"Saya sudah hitung, hanya perlu budget Rp30 Triliun per tahun. Jadi tidak perlu bandar atau cukong terlibat politik. Dengan begitu legislatif dan eksekutif mengabdi untuk rakyat, bukan kepada cukong," ujar Rizal Ramli, Rabu (10/3/2021).


Penasehat Forkom Jurnalis Nahdliyin Jatim ini mengungkapkan, dampak positif pembiayaan partai oleh negara sudah terbukti. Sejumlah negara Eropa, terutama Skandinivia rakyatnya memiliki tingkat kesejahteraan sosial, pendidikan dan ekonomi, serta indek kebahagian yang tinggi. Bahkan lebih tinggi dari Amerika, yang pembiayaan politiknya menganut sistem bandar. 


"Kita mencontoh sistem bandar ala Amerika, tetapi tidak ada 'law enforcement' dan lembek terhadap korupsi. Amerika ada 'rule of law' dan hukum berat pelaku korupsi. Kita nyontek sistem bandar, tanpa 'rule of law' dan lembek terhadap koruptor. Hasilnya ambyar dan amburadul. Rakyat dibuat miskin secara struktural," kritik mantan penasehat panel Ekonomi Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) tersebut.


Menko Perekonomian di era Presiden Gus Dur yang di Jatim dikenal dengan sapaan Gus Romli itu menambahkan, saat ini sejatinya ada biaya politik yang dikeluarkan oleh negara. Tapi skalanya masih kecil, hanya untuk kebutuhan alat peraga kampanye (APK) dan iklan politik serta dana banpol. Namun anggaran yang "hilang" di tingkat DPR, DPRD 1 dan 2 sangat besar. Sebaliknya yang masuk kas partai hanya sebagian kecil. Sementara sisanya masuk kantong-kantong pribadi.


"Jangan tanggung-tanggung, sekalian saja partai politik dibiayai negara. Agar pemimpin yang terpilih berkualitas, bukan pemimpin KW2-KW3 dan banyak yang korup. Terbukti ratusan politisi ketangkap KPK. Mari kita ubah demokrasi kriminal menjadi demokrasi bersih dan amanah dengan cara hapuskan threshold," pungkas aktivis mahasiswa '77 - 78 itu. (Had/Red)

Bagikan:

Komentar