|
Menu Close Menu

Soal Harga Cabai Sulit Diprediksi, Bagini Respon Aktivis Muda di Jatim

Sabtu, 20 Maret 2021 | 21.26 WIB

Lia Istifhama (Kerudung Merah) Saat dikebun Cabai di Kabupaten Sampang Madura (Dok/Istimewa)


lensajatim.id Surabaya-
Sebelum polemik rencana impor beras yang ramai baru-baru ini. Ternyata harga cabai diam-diam juga mendapat perhatian banyak pihak. Terutama akibat tidak stabilnya harga cabai, kadang turun, kadang naik signifikan. 


Hal tersebut terungkap dalam acara dialog sudut pandang yang disiarkan di Stasiun TVRI pada (16/03/2021) yang dipandu oleh Ario Wibowo. Lia Istifhama, yang hadir sebagai salah satu narasumber pada acara tersebut menjelaskan bahwa cabai merupakan salah satu komoditi yang harganya sangat fluktuatif. Dan itu biasanya sering terjadi dengan waktu yang sulit diprediksi. 


“Bukan saat ini saja harga cabai unpredictable, tidak mudah diprediksi karena sangat votality atau fluktuasinya tinggi. Tiba-tiba harga melonjak naik, tiba-tiba turun. Lonjakannya agak aneh karena tidak berjalan sesuai hukum ekonomi supply demand yang seharusnya terjadi”, tukas aktivis perempuan NU Jawa Timur ini. 


Padahal seharusnya, kata Ketua Umum Perempuan Tani HKTI Jawa Timur ini  bila secara teori ekonomi harga naik tinggi jika memang supply menurun drastis atau terjadi kelangkaan. Tapi ini tidak begitu. Penurunan memang terjadi akibat musim hujan yang berpotensi membuat gagal panen, namun lonjakan harga terlalu drastis. 


" Sebagai contoh dalam satu semester terakhir, September 2020 harga cabai kisaran Rp. 5000-8000 per kg namun pada awal 2021 hingga Maret, harga cabai di atas Rp. 100.000 per kg. Tak heran, banyak pedagang pasar yang tidak mampu menjual banyak cabai, padahal cabai non durable goods yang masa tahannya hanya 2 sampai 5 hari," beber perempuan yang akrab disapa Ning Lia ini. 


Ning Lia menuturkan, bila ditelisik lagi, naiknya harga cabai disebabkan faktor-faktor cost produksi yang memang melambung harganya, mulai dari benih, pestisida untuk membasmi hama lodo, pupuk, dan sebagainya.


Oleh sebab, lanjut penerima penghargaan Tokoh Muda Nahdliyin Inspiratif 2020 ini , sangat penting agar siapapun lebih berhati-hati dalam menyampaikan analisanya. Sebagai contoh, sebaiknya jangan mudah menyampaikan harga cabai akan naik terus dalam beberapa bulan ke depan."  Karena khawatirnya, statement prediksi tersebut berpotensi membuat multiplier effect yang kurang positif, diantaranya kepanikan dan potensi membuat oknum-oknum tertentu memanfaatkan keadaan dengan cara menaikkan beberapa item dalam cost produksi,” tandasnya.


Narasumber lainnya dari unsur petain, Latif Hazard, asal Kabupaten Sampang menjelaskan pentingnya kemudahan akses transportasi dalam proses produksi cabai, mulai dari kemudahan mendapatkan pupuk, pestisida, hingga proses pemasaran hasil panen cabai.


“Cabai kan cepat basi. Kalau dari petani pelosok Sampang contohnya, diambil tengkulak terus dikirim ke kota-kota lain, itu memakan waktu berapa hari? Ini saya kira faktor penting kenaikan harga, selain ketersediaan pestisida dan pupuk, sehingga perlu peran banyak pihak, terutama pemerintah untuk membantu para petani agar cabai tidak cepat basi dan bisa laku dijual. Karena semangat petani untuk tetap mau bercocok tanam cabai, tentunya menjadi harapan semua masyarakat,” bebernya.


Harga cabai di wilayah lainnya, yaitu Blitar, masuk di pasar tradisional masih dalam kisaran 100ribuan/kg. Hal ini sesuai yang disampaikan salah seorang petani Desa Bhirowo, Mariati, dalam via selluler (20/3).


“Kalau dari petani, cabai dibeli tengkulak dengan harga Rp. 90.000-95.000 per kg. Masuk di pasar biasanya di atas 100.000 per kg. Harga tinggi ini karena biaya produksi memang tinggi. Maka dari itu, ketersediaan pupuk, pestisida, tolong semakin diperhatikan dan jangan sampai cabai seperti valas yang berubah setiap jam. Sebagai contoh saat harga cabai anjlok, petani jelas dirugikan. Itu sebabnya, banyak petani yang mulai meninggalkan area persawahan. Diantaranya petani jeruk yang mulai enggan ke menanam karena serangan hama dan resiko gagal panen tinggi. Harapan kami sebagai petani, penting sekali penyuluh-penyuluh pertanian benar-benar turun ke petani-petani," tuturnya. 


Dialog tersebut, selain menghadirkan Aktivis perempuan tani, kemudian unsur petani, hadir juga dari OPD Pemrov Jawa Timur yaitu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jawa Timur, Eka Setya Budi (Had/Red)

Bagikan:

Komentar