|
Menu Close Menu

Libatkan Inspektorat se-Jawa Timur, Ombudsman Bentuk Pejabat Penghubung

Kamis, 20 Mei 2021 | 16.14 WIB


Workshop Implementasi dan Optimalisasi Peran Pejabat Penghubung (Focal Point) Ombudsman Jawa Timur (Dok/Istimewa)


lensajatim.id Surabaya –
Ombudsman RI Jawa Timur (Jatim) melakukan terobosan untuk mempercepat penyelesaian laporan masyarakat berkaitan pelayanan publik. Caranya, dengan membentuk focal point alias pejabat penghubung di seluruh inspektorat di kabupaten, kota, dan provinsi di Jawa Timur.


Acara pembentukan focal point dilaksanakan di salah satu hotel di kawasan Jemursari, Surabaya, Kamis (20/5). Acara yang dibuka oleh Wakil Ketua Ombudsman RI Bobby Hamzar Rafinus itu diikuti perwakilan dari 17 inspektorat pemkab, pemkot, dan provinsi di Jatim. Inspektur Pembantu Bidang Ekonomi dan Pembangunan Pemprov Jatim Hari Prayogo, dan Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jatim Agus Muttaqin ikut menghadiri acara tersebut.


Bobby mengatakan, ada tiga tujuan atas pembentukan focal point. Pertama, mengoptimalkan peran inspektur daerah sebagai pengawas internal pemerintah dan pejabat penghubung antara Ombudsman dengan pemda. 


Kedua, mengefektifkan koordinasi pencegahan maladministrasi, penyelesaian laporan, dan pelaksanaan tindakan korektif atau rekomendasi Ombudsman kepada pemda.


 ‘’Dan, ketiga mengefektifkan koordinasi pengawasan dan perbaikan pelayanan publik antara Ombudsman dan inspektur daerah,’’ kata Bobby dalam sambutan virtual.


Agus menambahkan, Ombudsman bakal semakin bersinergi dengan pemda melalui pembentukan focal point di setiap inspektorat.


 ‘’Harapannya, focal point itu nantinya dapat memfasilitasi percepatan penyelesaian laporan masyarakat terkait pelayanan publik. Mudah-mudahan dapat diselesaikan secara singkat dan akuntabel,’’ kata Agus.


Menurut dia, ada tiga besar bidang pengaduan masyarakat ke Ombudsman Jawa Timur. Yakni, pemerintahan (145 pengaduan, 37 persen), kepolisian (56 pengaduan, 14 persen), dan pertanahan (41 pengaduan, 10 persen). Setiap tahun, jumlah pengaduan atas tiga bidang itu selalu meningkat.


 ‘’Banyaknya jumlah pengaduan bukan berarti pelayanan publik yang buruk, sebaliknya pengaduan yang sedikit juga tidak bisa disimpulkan pelayanan publik berjalan dengan baik. Tetapi, yang terbaik adalah bagaimana pengaduan-pengaduan tersebut dapat terselesaikan dengan baik,’’ ujar mantan wartawan itu. 


Lebih lanjut Agus menegaskan, peran inspektorat selaku pengawas internal harus dioptimalkan agar lebih aktif mengawasi pelayanan publik. Apalagi, kurang efektifnya pengelolaan pengaduan acapkali berakibat pada lambannya tanggapan penyelenggara layanan saat pengaduan masuk ke Ombudsman.

Oleh karena itu, lanjut Agus, salah satu strategi percepatan penyelesaian laporan adalah dengan menggandeng inspektorat provinsi/kabupetan/kota.


 Inspektorat diharapkan tidak melulu hanya menjadi wadah untuk melapor pengaduan yang bersifat norma kepegawaian, tapi juga menjadi kanal yang efektif bagi masyarakat ketika terjadi penyimpangan pelayanan publik. 


"Dengan focal point ini, kami berharap mereka dapat menjadi "shortcut" terhadap proses penyelesaian pengaduan yang selama ini cenderung berbelit" jelas Agus. 


Selain itu, lanjut Agus, dengan focal point tersebut dapat memudahkan masyarakat untuk mengadukan dugaan maladministrasi, baik ke Ombudsman maupun ke inspektporat. Sebab, pembentukan focal point menjadi bukti keseriusan pengawas penyelenggaraan pelayanan publik untuk menindaklanjuti setiap pengaduan. (Had/Red)

Bagikan:

Komentar