![]() |
Kelompok Masyarakat yang tergabung dalam Forum Auditor Surat Ijo Surabaya (FASIS) saat ditemui di Kantornya (Dok/Lim) |
lensajatim.id, Surabaya - Perwakilan Kelompok Masyarakat yang tergabung dalam Forum Auditor Surat Ijo Surabaya (FASIS) Mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Propinsi Jawa Timur untuk melakukan audit investigasi terhadap keuangan Pemerintah Kota Surabaya.
Surat Ijo merupakan istilah yang digunakan untuk menyebut Izin Pemakaian Tanah (IPT) yang dikeluarkan Pemerintah Kota Surabaya sesuai Peraturan Daerah Kota Surabaya Nomor 3 Tahun 2016 tentang Izin Pemakaian Tanah.
Maswardi selaku Ketua Forum Auditor Surat Ijo Surabaya (FASIS) mengungkapkan bahwa laporan realisasi anggaran, laporan Arus Kas dan Neraca periode 2016 s/d 2019 diduga terjadi banyak kejanggalan yang terdapat pada keuangan Pemerintah Kota Surabaya
"Banyak kejanggalan yang terjadi, seperti adanya selisih pendapatan restribusi antara laporan realisasi anggaran dengan laporan Arus kas yang jumlahnya cukup besar, ada juga penerimaan kas yang tidak terindentifikasi kepemilikannya dengan nilai cukup besar, bahkan terdapat piutang hasil kekayaan daerah yang dipisahkan yang nilainya melebihi batas kewajaran" kata Maswardi kepada lensajatim.id saat ditemui di Kator FASIS di Jl. Pucang Adi no 95, Minggu (31/06/21)
Dari temuan tersebut, FASIS pada tanggal 25 Mei 2021 melayangkan surat ke Badan Pengelolaan Keuangan dan Pajak Daerah dan Dinas Pengelolaan Bangunan Dan Tanah serta ke Badan Kepegawaian dan Diklat Pemeritah Kota Surabaya, tetap hal tersebut tidak membuahkan hasil
"Saya hanya ingin tau, bagaimana proses pembayaran retribusi mulai 1997 s/d 2020, karena tidak adanya validitasi Bank dan nomor Rekening, tapi dialihkan ke Dinas Komunikasi dan informatika selaku Pejabat pengelola informasi dan dukumentasi dilingkungan Pemerintah Kota Surabaya, dan disana saya diminta untuk proses dari awal, jika mengatas namakan surat ijo, maka harus bayar 44000 Persel," jelasnya.
Selain memaparkan beberapa dugaan kejanggalan neraca keuangan Pemkot Surabaya, Maswardi juga menyampaikan proses pembayaran secara manual ini juga akan beresiko tinggi
"Jika proses pembayaran ini dengan cara manual, apa tidak bingung kita mas, seperti kita bayar dengan jumlah ratusan juta, otomatis kan harus pakai katong besar, jika dalam perjalanan kenak rampok, siapa yang akan bertanggung jawab, ? Yang jelas Pemkot tidak akan bertanggung jawab mas," lanjutnya.
Dalam kesempatan yang sama Yosua menambahkan, selain masalah temuan adanya dugaan kejanggalan keuangan Pemkot Surabaya, dia juga mengungkapkan berbagai upaya warga masyarakat sudah dilakukan selama puluhan tahun, meskipun sudah mendapat respon dari Gubernur Jawa Timur dan Menteri Dalam Negeri serta rekomendasi dari Kanwil BPN Jawa Timur akan tetapi masih belum selesai dan belum jelas.
“Kami tetap berharap permasalahan ini segera selesai, agar dilakukan restrukturisasi penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah yang berkeadilan. sesuai Perpres No 86 tahun 2018. Memperolah hak atas tanah khususnya SHM. Mencabut HPL atas nama Pemerintah Kota Surabaya. Mencabut Peraturan Daerah tentang Izin Pemakaian Tanah beserta retribusinya,” kata Yosua
Menurutnya juga ada dugaan mal administrasi dengan penerbitan Hak Pengelolaan Lahan (HPL) oleh BPN Tahun 1997 untuk Pemerintah Kota Surabaya, sedangkan di atas tanah tersebut secara fisik dihuni oleh rakyat lebih dari 20 tahun. Selain itu, masyarakat diharuskan membayar sewa kepada Pemerintah Kota, juga rakyat yang melakukan usaha kecil dan menengah dibebani juga retribusi persetujuan HGB di atas Hak Pengelolaan
“Pokok masalah masyarakat dari hak atas tanah dan keberatan atas retribusi ijin sewa atas tanah, sebelum 1997 masyarakat Surabaya yang mendiami tanah sudah sekian lama, tapi kemudian diklaim oleh Pemkot Surabaya melalui HPL dan disetujui dengan syarat tanah yang diduduki harus diselesaikan dan hak atas tanah harus diberi HGB, kemudian bila dilimpahkan ketiga harus ada ijin menteri ATR/BPN, apabila 3 hal ini tidak dilaksanakan otomatis HPL oleh Pemkot Surabaya harusnya cacat hukum dan batal demi hukum, tapi kami tidak pernah diajak dialog," tutupnya.
Masalah tanah yang dikenal dengan Surat Ijo Surabaya merupakan masalah hak atas tanah seluruh penghuni di Wilayah Kota Surabaya yang berjumlah ratusan ribu yang mendiami sekitar 46.811 persil seluas 8.319.082 m2. Tanah tersebut sudah tercatat sebagai aset Pemerintah Kota Surabaya. Surat Ijo Surabaya merupakan ijin pemakaian tanah berwarna hijau dari Pemerintah Kota Surabaya.(Lim)
Komentar