|
Menu Close Menu

Kecewa Putusan Bebas GRT, AMI Demo Kantor Pengadilan Negeri Surabaya

Selasa, 30 Juli 2024 | 18.44 WIB

 

AMI saat menggelar aksi di depan Kantor Pengadilan Negeri Surabaya. (Dok/Istimewa). 

Lensajatim.id, Surabaya- Keputusan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya yang telah membebaskan Gregorius Ronald Tannur (GRT) atas dakwaan pembunuhan Dini Sera mendapat reaksi keras dari Aliansi Madura Indonesia (AMI). Sebagai bentuk kekecewaan dan kepeduliannya, AMI menggelar aksi mengepung Kantor PN Surabaya. 


Dari pantauan tim media, massa sempat berupaya  menggembok pintu masuk sebagai bentuk luapan emosi, karena ketua Pengadilan tidak kunjung datang untuk menemui massa aksi.


Seperti yang diketahui, AMI bersama beberapa elemen organisasi meminta agar ketiga  oknum Hakim yang telah membebaskan Ronald segera dipecat, karena telah mencederai supremasi hukum, dan ada kepentingan secara pribadi.


Baihaki Akbar selaku Ketua Umum Aliansi Madura Indonesia (AMI) yang sekaligus selaku koordinator aksi mengungkapkan bahwasanya ini merupakan preseden buruk bagi Pengadilan Negeri Surabaya, yang mana seorang pembunuh bisa dibebaskan dari segala tuntutan hukuman.


"Jika ini dibiarkan maka akan memicu angka kejahatan semakin meningkat, yakni orang akan banyak menjadi pembunuh, kan ujung-ujungnya tidak dihukum, maka mari tegakkan hukum seadil-adilnya," teriaknya dalam orasi.


Ia juga menambahkan, bahwasanya Pengadilan Negeri Surabaya secara tidak langsung tidak mempercayai kinerja kepolisian, yang mulai awal menangani kasus ini hingga mengumpulkan berbagai baran bukti.


Sementara itu, ketua Pengadilan Negeri Surabaya Dadi Rachmadi yang menemui perwakilan massa aksi tidak mampu memberikan jawaban saat ditanya oleh ketua umum AMI untuk menjabarkan kasus pemukulan dan pembunuhan secara akademik.


"Saya tidak bisa mengomentari putusan hakim, karena itu menyalahi kode etik, untuk putusan bebas tersebut saya mengetahui kan saya disini saya sebagai ketua," terang Dadi Ketua PN Surabaya.


Tentunya jawaban tersebut sontak membuat perwakilan massa aksi segera keluar dari ruangan audensi, mereka mengaku sangat kecewa atas jawaban tersebut, dan terbukti bahwasanya hukum di Indonesia bisa dibeli dengan uang, dan melanjutkan aksinya ke Pengadilan Tinggi Jawa Timur. (Had) 

Bagikan:

Komentar