|
Menu Close Menu

Sikap PMII Banyuwangi Atas Pengesahan Revisi UU TNI

Jumat, 21 Maret 2025 | 15.51 WIB

 

M.Haddadalwi Nasyafiallah, Ketua Umum PC PMII Banyuwangi saat orasi dalam aksi.(Dok/Istimewa). 
Lensajatim.id, Banyuwangi- Pengurus Cabang (PC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Banyuwangi dengan tegas menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan UU No 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang menjadi kontroversi sejak pembahasan hingga pengesahannya pada Kamis (20/3/2025) kemarin


Keputusan ini diambil dalam Rapat Paripurna DPR ke-15 Masa Persidangan II Tahun Sidang 2024-2025 yang digelar di Gedung DPR, Senayan, Jakarta.


Di dalam Undang Undang TNI yang baru disahkan oleh DPR RI memuat beberapa perubahan. Diantaranya, penambahan kewenangan operasi militer selain perang (OMSP), perubahan kedudukan dan jabatan sipil, dan perpanjangan usia dinas prajurit.


Ketua Umum PC PMII Banyuwangi, M.Haddadalwi Nasyafiallah menilai, bahwa Revisi UU No 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang sudah disahkan menjadi UU TNI tersebut merupakan pengkhianatan terhadap reformasi yang telah digelorakan oleh mahasiswa dan rakyat indonesia pada tahun 1998.


“Kami menolak UU TNI kerena undang-undang tersebut tidak sejalan dengan semangat reformasi yang telah digelorakan oleh mahasiswa dan rakyat indonesia pada tahun 1998, UU TNI tersebut justru memperkuat kekuasaan TNI dan melemahkan prinsip demokrasi yang seharusnya menjunjung tinggi supremasi sipil,"ucap Nasa, Jumat (21/03/2025). 


“UU TNI ini juga menimbulkan ke khawatiran terhadap profesionalisme TNI. Hal ini membuka peluang bagi prajurit militer aktif untuk terlibat dalam ranah sipil, situasi ini pernah terjadi pada Masa Orde Baru sekitar 33 tahun yang lalu,” lanjutnya.


Selain itu, Nasa menilai pengesahan UU TNI dinilai akan membuka jalan kembalinya Dwifungsi Abri atau peran ganda militer di Indonesia. Dimana prajurit aktif tidak hanya bertugas dalam sektor pertahanan negara, akan tetapi juga terlibat dalam tugas-tugas diluar mandatnya. Hal ini justru menghambat fungsi pokok mereka dan akan merusak profesionalisme TNI dalam menjaga pertahanan Negara.


Lebih lanjut, menurut Nasa TNI juga mempunyai jejak kelam yang tidak bisa dilupakan. Mereka kerap terlibat dalam bentrokan, kekerasan, hingga pelanggaran HAM. Sifat kemiliteran TNI ini tidak bisa dijalankan di ranah birokrasi atau jabatan sipil. Jika UU TNI ini tidak dicabut atau dibatalkan, maka peristiwa serupa bisa terulang kembali.


Ia juga menyayangkan cara DPR RI membahas  UU TNI yang tidak transparan dan sangat tergesa-gesa. Ia menilai, hal tersebut merupakan salah satu kemunduran demokrasi di Indonesia.


“Kami menyayangkan cara DPR RI dalam membahas RUU TNI kemarin sebelum disahkan. DPR RI sangat tergesa-gesa dan tidak transparan. Bahkan saat ada protes dari kalangan aktivis, tempatnya dijaga ketat dengan petugas keamanan mereka. Tindakan ini merupakan kemunduran demokrasi di Indonesia,”terangnya. 


Ia meminta kepada pemerintah untuk segera mencabut UU TNI dan pihaknya  akan terus memberikan perlawanan terhadap kedzaliman rezim.


“Kami meminta kepada pemerintah untuk segera mencabut dan membatalkan UU TNI serta kami. Kami kecewa terhadap proses legislasi DPR dalam revisi UU TNI ini, bagaimanapun kami akan terus melakukan perlawanan-perlawanan terhadap kedzaliman rezim ini,”pungkas Nasa. (HK). 

Bagikan:

Komentar