![]() |
Ya’qud Ananda Gudban, Aktivis Perlindungan Perempuan dan Anak. (Dok/Istimewa). |
“Jangan tanggung-tanggung kalau memang pelakunya tertangkap, beri hukuman yang sangat berat, yakni penjara seumur hidup,” kata Ya’qud Ananda Gudban dalam keterangannya, Sabtu (17/5/2025).
Menurutnya, hukuman seumur hidup tidaklah berlebihan, mengingat imbas dampak sosial yang ada di masyarakat. Ia mencontohkan sebelum kasus grup Facebook fantasi sedarah viral, di Medan, juga terdapat kasus inses kakak-adik yang diduga melakukan hubungan sedarah dan membuang mayat bayi hasil hubungannya.
“Contoh nyatanya sudah ada di depan mata. Bagaimana perbuatan inses ini sangat dilarang dan diharamkan namun di grup tersebut seolah dinormalisasi, dan ini sangat berbahaya,” tegasnya.
Pengajar Program Magister Kajian Wanita Universitas Brawijaya, itu juga merasa sangat khawatir, pasalnya, jumlah pengikut grup tersebut sudah mencapai puluhan ribu anggota. Ditegaskan, jika kasus ini tidak segera diselesaikan dan pelaku tidak dikenai hukuman berat, maka tidak menutup kemungkinan grup serupa akan muncul media sosial lain.
“Menormalisasi perbuatan inses berarti kita sedang menciptakan predator seksual dalam keluarga sendiri. Sehingga hukuman berat hingga seumur hidup saya kira sangat pantas,” tegasnya.
Wanita yang akrab disapa Nanda itu menambahkan, jika hukuman pidana maksimal sampai 15 tahun sebagaimana diatur dalam undang undang, maka tidak memiliki efek jera baik kepada pelaku ataupun kepada masyarakat yang ingin menyebar dan menormalisasi perilaku inses.
“Karena itu, saya memohon kepada hakim yang nantinya menangani kasus ini, agar menggunakan kewenangan diskresi judisial dalam menafsirkan hukum berdasarkan fakta dan rasa keadilan yang hidup di masyarakat. Sehingga putusan ultra petita dengan hukuman seumur hidup sangat masuk akal, mengingat daya rusaknya kepada masyarakat sangat besar,” bebernya.
Selain itu, Nanda juga mengapresiasi pihak Kepolisian dan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) yang langsung bergerak melakukan pengusutan dan memblokir grup fantasi sedarah.
“Ini kasus bukan main-main. Masih hangat kita berbicara soal kekerasan seksual beberapa waktu lalu, kini muncul lagi penyimpangan lain dengan mencoba menormalisasi inses. Karena itu, hukuman yang sangat berat pada pelaku bisa menjadi pesan agar tidak main-main dengan penyimpangan seksual,” pungkasnya.(RO/*)
Komentar