|
Menu Close Menu

Anggota DPD RI Ning Lia Minta Pemerintah Perluas Pendidikan Inklusi di Semua Jenjang

Sabtu, 21 Juni 2025 | 10.45 WIB

Lia Istifhama, Anggota DPD RI asal Jawa Timur.(Dok/Istimewa). 
Lensajatim.id, Surabaya- Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) asal Jawa Timur, Dr. Lia Istifhama, menyoroti lemahnya kesinambungan pendidikan inklusi di Indonesia, terutama di Jawa Timur. Temuan ini ia dapatkan selama masa reses satu bulan terakhir di berbagai daerah.


Ning Lia, sapaan akrabnya, menyebut banyak aspirasi dari orang tua anak berkebutuhan khusus (ABK) yang mengeluhkan sulitnya mengakses pendidikan inklusi berjenjang. Salah satu kasus diungkapkan oleh seorang warga bernama Muhammad, yang anaknya lulus dari SD inklusi namun belum juga mendapat SMP yang menerima siswa ABK.


“Ini sangat memprihatinkan. Sistem pendidikan inklusi seharusnya berkesinambungan dari jenjang dasar hingga menengah atas, bukan berhenti di satu titik,” tegas Ning Lia, Jumat (20/6/2025).


Tokoh Muda Nahdliyin Inspiratif Versi Forkom Jurnalis Nahdliyin (FJN) ini menekankan bahwa pendidikan inklusi bukan sekadar konsep, tapi bentuk nyata dari pemenuhan hak anak untuk mendapatkan pendidikan yang setara dan tanpa diskriminasi, sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2019.


“Negara wajib hadir. Jangan serahkan sepenuhnya ke inisiatif daerah. Pemerintah pusat harus menetapkan regulasi yang jelas, alokasi anggaran khusus, dan peningkatan kapasitas guru agar sekolah inklusi benar-benar berjalan di semua jenjang,” tegasnya.


Menurutnya, jika tidak segera diatasi, anak-anak berkebutuhan khusus berisiko kehilangan hak dasarnya hanya karena sistem pendidikan yang belum siap. Ia mendesak Kementerian Pendidikan, baik pusat maupun daerah, untuk segera melakukan pemetaan dan menambah jumlah sekolah inklusi di setiap level pendidikan.


Dalam waktu dekat, Senator yang juga Keponakan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa ini berencana menyampaikan usulan formal kepada pemerintah pusat agar pendidikan inklusi masuk dalam skala prioritas kebijakan nasional. Ia juga mendorong pemberian insentif bagi sekolah yang mau bertransformasi menjadi sekolah inklusi, serta pelatihan guru secara berkelanjutan.


“Pendidikan inklusi adalah hak asasi, bukan belas kasihan. Jangan biarkan ada anak kehilangan masa depan karena negara abai,” pungkasnya.


Usulan ini mendapat sambutan positif dari komunitas pendidikan dan para orang tua ABK. Salah satunya, Novia Cindradini, mengaku kesulitan menemukan SMP inklusi yang dekat dari rumahnya.


“Ada sekolah inklusi, tapi terlalu jauh. Yang dekat tidak punya SDM atau fasilitas untuk anak saya. Kami sangat berharap perjuangan Ning Lia membawa perubahan nyata dalam sistem pendidikan nasional,” kata Novia.


Ia pun menyampaikan terima kasih atas keberanian Ning Lia mengangkat isu yang selama ini jarang tersentuh. “Ning Lia menyuarakan jeritan hati kami para orang tua ABK. Semoga ini menjadi awal perubahan yang lebih adil dan manusiawi,” tutupnya. (Had) 

Bagikan:

Komentar