|
Menu Close Menu

Antara KH. Taufik Hasyim dan KH. A. Wahid Hasyim

Rabu, 18 Juni 2025 | 13.21 WIB

Deretan Karangan Ucapan Bela Sungkawa atas wafatnya KH. Taufik Hasyim.(Dok/Istimewa). 

Oleh: Hairul Ulum


Lensajatim.id, Opini- Pamekasan berduka.Sabtu dini hari, kabar mengejutkan menyelimuti dua kabupaten ini. Salah satu ulama muda, Dr. KH. Taufik Hasyim (42 tahun), dikabarkan wafat dalam sebuah kecelakaan tragis di ruas Tol Pasuruan-Probolinggo (Pas-Pro). Beliau adalah pengasuh dua pesantren, yakni Pondok Pesantren Bustanul Ulum Sumber Anom, Palengaan, Pamekasan dan Pondok Pesantren Miftahul Ulum Kaliglagah, Sumberbaru, Jember. Tak hanya itu, beliau juga merupakan menantu semata wayang almarhum KH. Shofi Sholeh.


Keharusan mengasuh dua pesantren secara bersamaan membuat beliau kerap melakukan perjalanan pulang-pergi antara Madura dan Jember, bahkan dalam satu pekan bisa tiga hari di Madura dan tiga hari berikutnya di Jember. Aktivitas inilah yang menjadi rutinitas beliau.


Seperti biasa, pada Sabtu, 14 Juni 2024, usai menghadiri pelantikan ISNU di Pamekasan, beliau langsung berpamitan menuju Jember karena keesokan harinya dijadwalkan menghadiri undangan walimah di sekitar pondok Kaliglagah. Malam itu juga, beliau berangkat bersama istri tercinta, Nyai Amiroh, dan putra mereka.


Namun, sekitar pukul 02.00 dini hari, kabar duka datang. Mobil yang ditumpangi mengalami kecelakaan di Tol Pas-Pro. Berdasarkan laporan petugas, kecelakaan diduga terjadi akibat sopir mengalami microsleep (tertidur sejenak saat berkendara), sehingga menabrak truk di depannya. Akibat kejadian ini, dua orang meninggal dunia: KH. Taufik Hasyim dan istrinya, sementara empat penumpang lainnya, termasuk sopir, mengalami luka ringan hingga patah tulang.


Wafatnya beliau berdua membawa duka yang mendalam, terutama bagi keluarga besar NU, kalangan pesantren, dunia pendidikan tinggi, dan tentu saja keenam buah hatinya yang masih kecil. Bahkan, putri sulungnya masih duduk di kelas 4 SD. Anak-anak beliau adalah: Salimah, Wahdah, Basyiroh, Syakir, Muhammad Ali, dan Fatimah.


Bagi saya pribadi, Almarhum Kiai Taufik adalah sosok ulama muda yang inspiratif, alim, dan energik. Peran dan kiprahnya tidak diragukan lagi, baik dalam organisasi Nahdlatul Ulama (NU) maupun di bidang pendidikan. Beliau pernah menjabat sebagai Ketua PCNU Pamekasan selama dua periode, dan terakhir menjabat sebagai Wakil Ketua PWNU Jawa Timur, serta masih aktif sebagai Rektor Institut Agama Islam Miftahul Ulum (IAIMU) Pamekasan.


Kabar duka ini menyebar dengan cepat. Ribuan masyarakat memadati Pesantren Kaliglagah untuk menyambut kedatangan jenazah. Suasana haru menyelimuti lokasi, kalimat thayyibah menggema mengiringi prosesi pemakaman. Karangan bunga ucapan duka cita datang dari berbagai tokoh nasional dan daerah: mulai dari Gubernur Jawa Timur, Ketua Umum PBNU KH. Yahya Cholil Staquf, Bupati Jember, hingga tokoh-tokoh penting lainnya.


Kesamaan Kisah KH. A. Wahid Hasyim dan KH. Taufik Hasyim


Kisah wafatnya KH. Taufik Hasyim ini mengingatkan saya pada KH. Abdul Wahid Hasyim, tokoh penting NU yang juga wafat dalam usia muda. KH. Wahid Hasyim lahir pada 1 Juni 1914, dan dikenal sebagai putra dari Hadratussyaikh KH. Hasyim Asy’ari, pendiri dan Rais Akbar Nahdlatul Ulama. Beliau merupakan ulama besar, negarawan, serta pelopor pendidikan modern di zamannya.


Takdir berkata lain. KH. Wahid Hasyim wafat dalam usia 39 tahun karena kecelakaan di Cimahi, Jawa Barat, saat dalam perjalanan menghadiri pertemuan partai NU se-Karesidenan Priangan. Beliau meninggalkan satu istri, Nyai Hj. Sholihah, dan enam anak, di antaranya adalah KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur)—presiden ke-4 Republik Indonesia.


Kisah keduanya memiliki kemiripan yang begitu kuat. Keduanya adalah tokoh muda NU, wafat dalam usia muda, meninggal dalam kecelakaan saat menjalankan tugas organisasi, dan sama-sama meninggalkan enam anak yang masih kecil.


Perbedaannya, istri KH. Wahid Hasyim—Nyai Hj. Sholihah—masih hidup dan menjadi single parent yang dengan penuh keteguhan hati mendidik keenam putra-putrinya hingga menjadi orang-orang hebat. Di antara mereka ada yang menjadi dokter, anggota legislatif, dan bahkan menjadi presiden Republik Indonesia.


Harapan saya, tragedi yang menimpa KH. Taufik Hasyim dan istrinya ini menjadi jalan menuju derajat mulia di sisi Allah SWT. Dan semoga anak-anak beliau kelak akan tumbuh menjadi tokoh-tokoh besar, sebagaimana anak-anak KH. A. Wahid Hasyim.


Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un.


Bagikan:

Komentar