Oleh: Sucipto*)
Pantai Galung, Permata Tersembunyi dari Juruan Daya
Lensajatim.id,Opini- Tiga tahun lalu, nama Pantai Galung barangkali belum terdengar bahkan di telinga masyarakat Sumenep sendiri. Berada di Desa Juruan Daya, Kecamatan Batuputih, Pantai Galung hanyalah garis pantai biasa tempat nelayan menambatkan perahu dan warga lokal bersantai kala sore. Tak ada papan nama, tak ada fasilitas, tak ada bayangan bahwa suatu hari tempat ini bisa menjadi magnet wisata baru di kawasan pesisir utara Madura.
Namun tahun 2021 menjadi titik balik. Berangkat dari semangat warga yang ingin melihat desanya maju, dilakukan inisiasi pendampingan jangka panjang yang tidak sekadar membangun fisik, tetapi lebih penting: membangun kesadaran dan kepercayaan diri masyarakat. Proses panjang pendampingan dan pemberdayaan mulai dirintis oleh Universitas Terbuka. Dimulai dari semangat kecil: mimpi besar masyarakat untuk menjadikan kampung halamannya dikenal karena keindahan alam dan kekuatan lokalnya. Bersama para pemuda desa, perangkat desa, dan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes Teratai), embrio desa wisata pun ditanamkan.
Proses Pemberdayaan: Warga Sebagai Subjek, Bukan Objek
Langkah awal tidak mudah. Tidak ada sarana, belum ada konsep, dan belum ada kepercayaan diri. Namun, kehadiran pendampingan yang konsisten dan keterlibatan masyarakat perlahan menjadi bahan bakar utama. Melalui musyawarah desa dan pelatihan-pelatihan kecil, warga mulai memetakan potensi, membentuk struktur pengelola, dan menyusun rencana aksi pengembangan wisata. Semua dilakukan dengan pendekatan pemberdayaan—warga sebagai pelaku utama, bukan sekadar penerima manfaat.
Pendampingan di Desa Juruan Daya sejak awal menolak pola instan. Alih-alih membangun cepat dengan hasil sesaat, strategi yang diambil justru menekankan pada pemberdayaan masyarakat secara berkelanjutan. Warga diberi ruang untuk belajar, mencoba, bahkan gagal—karena dari kegagalan itulah tumbuh ketangguhan. Pelatihan seperti manajemen kelompok sadar wisata (pokdarwis), pengelolaan sampah wisata, branding produk lokal, hingga digital marketing telah dilakukan secara bertahap sejak 2021 hingga 2024.
Kehadiran komunitas pemuda lokal kini semakin aktif. Mereka tidak hanya mengelola parkir dan tiket masuk, tetapi juga menjadi pemandu wisata edukatif, membangun spot swafoto, serta membuat konten media sosial yang kreatif. Anak-anak muda ini menjadi wajah baru wisata Galung—enerjik, ramah, dan bangga dengan desanya sendiri.
Kini Galung Mulai Dilirik Wisatawan
Beberapa fasilitas sederhana kini sudah berdiri: lima gazebo di tepi pantai, lahan parkir tertata, dan titik-titik swafoto sederhana mulai menarik perhatian pengunjung lokal. Pemuda desa kini belajar menjadi pemandu, mengelola tiket masuk, bahkan merintis produk lokal seperti keripik ikan dan terasi yang menjadi oleh-oleh khas Pantai Galung.
Regenerasi dan Harapan ke Depan
Yang paling menggembirakan, inisiatif ini menumbuhkan kesadaran generasi muda bahwa mereka tidak harus pergi jauh untuk mencari pekerjaan. Potensi lokal yang digarap dengan serius bisa menjadi ladang penghidupan dan kebanggaan. Pantai Galung bukan hanya cerita tentang pasir dan ombak. Ia adalah cerita tentang mimpi, perjuangan, kolaborasi, dan keberdayaan. Bahwa desa bisa menjadi pusat inovasi wisata, jika diberi kesempatan dan didampingi dengan sepenuh hati.
Penulis adalah Dosen Pariwisata Universitas Terbuka Surabaya*)
Komentar