![]() |
Ilustrasi. (Liputan6.com). |
Hal tersebut diungkapkan oleh Direktur Strategi dan Kebijakan Infrastruktur Digital Komdigi, Denny Setiawan, dalam diskusi publik di Jakarta, Rabu (16/7). Menurutnya, model pembatasan layanan ini telah lebih dulu diterapkan di sejumlah negara, termasuk Uni Emirat Arab.
“Contohnya di UEA, teks WhatsApp tetap bisa digunakan, tapi call dan video call dibatasi. Yang kita bicarakan adalah layanan dasar seperti panggilan dan video berbasis VoIP, bukan media sosial secara keseluruhan,” jelas Denny.
Menurut Denny, langkah ini bukan bertujuan membatasi akses masyarakat terhadap aplikasi perpesanan populer, melainkan untuk menciptakan ekosistem yang adil antara penyedia layanan OTT dan operator seluler yang telah menginvestasikan triliunan rupiah membangun jaringan.
“Operator kita ini berdarah-darah membangun jaringan, tapi OTT yang menikmati. Mereka tak memberi kontribusi langsung. Tujuannya, supaya sama-sama menguntungkan,” tegasnya.
Layanan yang akan terdampak antara lain panggilan dan video call di WhatsApp, Instagram, dan platform sejenis yang menggunakan teknologi Voice over Internet Protocol (VoIP). Namun demikian, akses terhadap media sosial dan fitur perpesanan teks tetap akan berjalan seperti biasa.
Denny menegaskan bahwa saat ini wacana pembatasan layanan VoIP baru dalam tahap diskusi awal dan belum sampai pada tahap implementasi kebijakan. Prosesnya disebut akan melibatkan banyak pemangku kepentingan untuk mencari solusi yang seimbang antara kebutuhan masyarakat dan keberlangsungan industri telekomunikasi.
“Ini masih tahap pembahasan. Kita cari jalan tengah. Masyarakat tentu butuh WhatsApp, tapi ada layanan besar yang perlu kontribusi. Jadi jangan sampai infrastruktur dibangun satu pihak, tapi dimanfaatkan pihak lain tanpa timbal balik,” kata Denny.
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI), Marwan O. Baasir, menyatakan dukungan terhadap wacana regulasi OTT.
“OTT harus diregulasi karena mereka adalah penyedia layanan aplikasi telekomunikasi yang memanfaatkan jaringan operator. Bisnis model mereka harus disesuaikan agar ekosistem tetap sehat,” ujarnya.
ATSI menilai bahwa meskipun masyarakat menikmati manfaat besar dari layanan OTT, perlu ada mekanisme kontribusi atau kerja sama yang adil agar industri tidak timpang dan layanan publik tetap berkelanjutan. (Tim)
Komentar