|
Menu Close Menu

Sengketa Tanah Tambak Wedi Buntu, Muhammad Saifuddin: Ini Tindakan Zalim, Saya Lawan!

Rabu, 23 Juli 2025 | 21.04 WIB

RDP Komisi A DPRD Kota Surabaya terkait sengketa lahan di Tambak Wedi, Kenjeran Surabaya.(Dok/Istimewa). 
Lensajatim.id, Surabaya – Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar Komisi A DPRD Kota Surabaya terkait sengketa lahan di RT 08 RW 02 Tambak Wedi, Kecamatan Kenjeran, berakhir tanpa hasil. Pertemuan yang dihelat Selasa (22/7/2025) itu dinyatakan deadlock, setelah warga, Pemkot Surabaya, dan perwakilan Badan Pertanahan Nasional (BPN) gagal mencapai kesepakatan.


Warga yang memiliki sertifikat tanah hasil program PTSL 2019 mempertanyakan klaim sepihak Pemkot Surabaya yang menyebut lahan mereka sebagai aset daerah berdasarkan data Sistem Informasi Manajemen Barang Daerah (SIMBADA). Tanah tersebut disebut hasil tukar-menukar lahan dengan PT TWP pada tahun 1982.


"Kami memiliki sertifikat resmi, tapi tiba-tiba tanah itu diklaim sebagai aset Pemkot. Warga resah dan bingung," ungkap Udin, perwakilan warga Tambak Wedi.


Udin menyebut bahwa sebelumnya tanah warga disebut sebagai tanah tambak (asin), namun kini berubah status menjadi tanah negara. Padahal, sekitar 75 persen warga sudah memegang sertifikat, sementara sisanya masih memiliki petok D.


Sementara itu, Rizal dari Bagian Hukum dan Kerja Sama Pemkot menegaskan bahwa pihaknya tidak bisa serta-merta menghapus data aset tanpa kajian hukum mendalam. Menurutnya, data GS (Gambar Situasi) tanah itu sudah tercatat sejak 1990 dan menjadi bagian dari aset negara.


"Kita tidak ingin gegabah. Kajian akan melibatkan kejaksaan pengacara negara, agar semua sesuai aturan hukum," jelas Rizal.


Namun pernyataan itu justru memantik sorotan dari anggota Komisi A DPRD Surabaya, Muhammad Saifudin alias Bang Udin. Ia menilai ini adalah konflik internal negara yang bertabrakan secara hukum.


"Jika BPN mengeluarkan sertifikat, dan Pemkot menyebut tanah itu miliknya, berarti lembaga negara sendiri saling bertabrakan. Ini konflik horizontal antarinstansi," tegas Bang Udin.


Ia juga mengingatkan Pemkot untuk tidak melakukan tindakan represif atau penggusuran sebelum persoalan benar-benar jelas.


"Jangan sampai ada tindakan zalim. Saya pastikan tidak akan mundur sejengkal pun untuk membela warga," tegasnya.


Ketua Komisi A, Yona Bagus Widyatmoko, juga menyampaikan kekecewaannya terhadap pihak BPN yang hadir tanpa membawa data komprehensif. 


"Ini aneh. Masa lurah tidak tahu riwayat tanah warganya? BPN seharusnya bisa menjelaskan secara utuh, bukan simpang siur," kritik Yona.


Yona menyatakan bahwa Komisi A akan segera menjadwalkan ulang RDP dengan menghadirkan Kepala Kantor Pertanahan Surabaya agar ada titik terang dalam polemik ini.


"Fakta bahwa tanah bersertifikat itu bahkan digunakan sebagai agunan di bank milik pemerintah menunjukkan bahwa negara pernah mengakuinya. Kami tidak ingin negara justru menindas warganya," pungkasnya.


Sengketa tanah Tambak Wedi kini menjadi catatan serius, bukan hanya soal kepemilikan, tapi juga potret buram koordinasi antarinstansi negara. Warga hanya ingin satu hal: kepastian dan keadilan. (Had) 


Bagikan:

Komentar