![]() |
Masmuni Mahatma, Ketua PWNU Kepulauan Bangka Belitung saat dalam acara Launching Antologi Puisi bertajuk Debur Rasa.(Dok/Istimewa). |
Dalam paparannya, Masmuni menegaskan tiga poin utama. Pertama, menurutnya, madrasah adalah rahim bagi puisi. Sejak dulu, nilai-nilai esensial dari puisi—seperti kedalaman rohani dan spiritualitas—tak bisa dipisahkan dari keberadaan madrasah.
Kedua, ia menyerukan agar sastra, khususnya puisi, kembali dibangkitkan dan disuburkan di lingkungan madrasah. Guru bahasa dan para siswa, kata Masmuni, merupakan potensi sastrawi yang layak mendapatkan atensi dan dukungan.
Ketiga, ia menekankan bahwa ketika puisi terus berkibar di madrasah, maka spiritualitas Islam akan tetap bersinar dan memberi warna dalam kehidupan.
Di sela diskusi, Masmuni juga membacakan sejumlah puisi dari Debur Rasa, termasuk karya yang melukiskan tokoh Martawi dan Sudiha, yang memikat audiens dengan kedalaman makna dan nuansa spiritualitas yang kental.
Selain itu, Masmuni turut memperkenalkan artikelnya berjudul Lebaran Sastra: Menggincui Madrasah dengan Puisi yang dipublikasikan di Majalah BASIS, sebagai bentuk konsistensinya dalam menghidupkan sastra di dunia pendidikan Islam. (Had)
Komentar