|
Menu Close Menu

Mahkamah Konstitusi Putuskan Anggota Polri Tidak Boleh Duduki Jabatan Sipil

Jumat, 14 November 2025 | 06.20 WIB

Ilustrasi.(Dok/Zona Sultra) 
Lensajatim.id, Jakarta— Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak dapat menduduki jabatan sipil tanpa terlebih dahulu mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian. Kepastian ini muncul setelah MK menyatakan frasa “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian tidak sesuai dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.


Putusan tersebut termuat dalam Amar Putusan Nomor 114/PUU-XXIII/2025 yang dibacakan Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pleno di Gedung MK, Jakarta, Kamis (13/11). Putusan itu disambut haru oleh salah satu Pemohon, Syamsul Jahidin, yang hadir langsung di ruang persidangan.


Dalam pembacaan pertimbangan hukum, Hakim Konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan bahwa frasa yang dibatalkan tersebut justru memperluas makna Pasal 28 ayat (3) UU Polri, sehingga mengaburkan ketentuan yang mewajibkan anggota Polri mengundurkan diri atau pensiun sebelum menduduki jabatan di luar kepolisian.


“Perumusan itu menimbulkan ketidakpastian hukum bagi anggota Polri maupun aparatur sipil negara yang berpotensi menduduki jabatan publik,” ujar Ridwan.


Mahkamah menilai, celah penugasan Kapolri selama ini menjadi dasar bagi anggota polisi aktif untuk menduduki posisi strategis dalam struktur sipil tanpa melepaskan status keanggotaannya. Hal tersebut dianggap bertentangan dengan prinsip persamaan di hadapan hukum dan kesempatan yang sama dalam pemerintahan sebagaimana dijamin Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.


Putusan ini turut disertai concurring opinion dari Hakim Konstitusi Arsul Sani. Selain itu, dua hakim konstitusi, Daniel Yusmic P. Foekh dan M. Guntur Hamzah, menyampaikan dissenting opinion. Perbedaan sikap ini menandakan ruang perdebatan yang sehat dalam penegakan prinsip konstitusional.


Permohonan uji materi ini diajukan oleh Syamsul Jahidin, seorang mahasiswa doktoral yang juga berprofesi sebagai advokat, bersama Christian Adrianus Sihite, lulusan sarjana hukum. Mereka menilai sejumlah penempatan anggota Polri aktif pada jabatan sipil, seperti Ketua KPK, Kepala BNN, Wakil Kepala BSSN, hingga Kepala BNPT, merupakan bentuk pelanggaran norma dan merugikan hak konstitusional warga negara.


Menurut Pemohon, ketidakjelasan aturan menyebabkan praktik dwifungsi Polri secara substantif, di mana anggota Polri berperan ganda sebagai aparat keamanan dan pengelola birokrasi sipil. Hal ini dianggap dapat menurunkan kualitas demokrasi dan mengganggu meritokrasi dalam pelayanan publik.


Dengan dikabulkannya permohonan tersebut, MK menegaskan bahwa anggota Polri hanya dapat memasuki jabatan sipil setelah melepaskan status keanggotaannya secara definitif. Putusan ini sekaligus memperkuat prinsip netralitas aparatur negara serta memberikan kepastian hukum bagi seluruh warga negara dalam persaingan jabatan publik.


Putusan lengkap dapat diakses melalui laman resmi MK. (Humas MK) 

Bagikan:

Komentar