![]() |
| Cak Imin, Ketua Umum DPP PKB saat sambutan dalam acara Muswil DPW PKB Jawa Timur di Surabaya.(Dok/Istimewa). |
Usulan tersebut disampaikan Cak Imin saat membuka Musyawarah Wilayah (Muswil) PKB Jawa Timur di Hotel JW Marriott Surabaya, Jumat (19/12/2025). Ia mengaku telah menyampaikan gagasan itu secara langsung kepada Presiden RI Prabowo Subianto.
“Yang jelas saya sudah sampaikan langsung ke Presiden bahwa saya mengusulkan bukan hanya dipilih DPRD (kepala daerah), tetapi provinsi atau gubernur ditunjuk langsung oleh Presiden dan kabupaten-kota (bupati-wali kota) dipilih DPRD,” ujar Cak Imin.
Menurut Cak Imin, salah satu alasan utama usulan tersebut adalah tingginya biaya politik dalam pelaksanaan pilkada langsung, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Ia menilai beban biaya yang besar tidak sebanding dengan kewenangan yang dimiliki kepala daerah, khususnya gubernur.
“Di provinsi, pilkada langsung biayanya mahal, kewenangannya tidak seberapa. Bahkan ada gubernur yang belum bertanding saja sudah terjerat kasus hukum karena tingginya biaya proses politik,” katanya.
Ia juga menyoroti kondisi bupati dan wali kota yang dinilai harus bekerja ekstra untuk menutup biaya politik yang telah dikeluarkan saat pilkada. “Saya tanya ke bupati, mayoritas ngos-ngosan dibandingkan dengan kewenangannya,” tambahnya.
Cak Imin menyebut, Presiden Prabowo Subianto merespons positif sebagian dari usulan tersebut, khususnya terkait pemilihan kepala daerah oleh DPRD. Namun, untuk mekanisme penunjukan langsung gubernur oleh Presiden, Prabowo disebut masih memiliki keberatan.
“Tapi Presiden bilang jangan ada yang ditunjuk langsung, nanti dianggap tidak demokratis. Presiden juga menyampaikan bahwa dirinya sering dituduh tidak demokratis karena latar belakangnya. Akhirnya dipilih DPRD itu dianggap jalan tengah, dan itu baru tahap pembicaraan,” jelas Cak Imin.
Sementara itu, sejumlah kader PKB yang hadir dalam Muswil menilai gagasan tersebut perlu dikaji secara mendalam dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, DPR, serta pakar hukum tata negara. Mereka menilai perubahan sistem pilkada harus tetap berpijak pada konstitusi dan prinsip demokrasi, sekaligus menjawab persoalan tingginya biaya politik dan efektivitas pemerintahan daerah.
Di sisi lain, wacana perubahan sistem pilkada bukan kali pertama mencuat. Sejumlah partai politik dan pengamat sebelumnya juga menilai pilkada langsung memiliki tantangan serius, mulai dari biaya politik yang tinggi hingga potensi konflik di daerah. Namun, ada pula pandangan yang menekankan bahwa pilkada langsung merupakan wujud kedaulatan rakyat yang perlu dijaga.
Hingga kini, pemerintah belum mengeluarkan sikap resmi terkait usulan perubahan sistem pemilihan kepala daerah tersebut. Wacana ini diperkirakan akan terus bergulir dan menjadi salah satu isu penting dalam pembahasan reformasi sistem politik dan pemilu ke depan. (Had)


Komentar