![]() |
| Dr. A. Effendy Choiri.(Dok/Istimewa). |
Oleh: Dr. A. Effendy Choirie
Ketua Umum DNIKS | Anggota DPR/MPR RI 1999–2013
Pendahuluan
Lensajatim.id,Opini-Setiap tanggal 3 Desember, dunia memperingati Hari Disabilitas Internasional (International Day of Persons with Disabilities/IDPD). Peringatan ini bukan semata seremoni tahunan, melainkan momentum penting yang mengingatkan negara, masyarakat, dan sektor swasta bahwa mereka memiliki tanggung jawab moral, sosial, dan konstitusional dalam memastikan pemenuhan hak, martabat, serta kesetaraan kesempatan bagi penyandang disabilitas dalam kehidupan berbangsa.
Di Indonesia, isu disabilitas semakin relevan dari waktu ke waktu. Berbagai survei menunjukkan bahwa populasi penyandang disabilitas mencapai 10–14% penduduk, atau puluhan juta jiwa yang menunggu hadirnya kebijakan dan layanan publik yang inklusif. Mereka membutuhkan akses kesehatan, pendidikan, lapangan kerja, serta lingkungan sosial yang ramah dan berkeadilan.
Karenanya, momentum ini layak menjadi bahan refleksi: Sudahkah negara hadir untuk mereka? Sudahkah sektor swasta terlibat aktif? Dan yang terpenting, sudahkah kesejahteraan penyandang disabilitas menjadi agenda prioritas dalam pembangunan nasional?
Kerangka Hukum: Negara Wajib Hadir
Konstitusi telah menegaskan bahwa negara wajib melindungi seluruh bangsa Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum. Kata seluruh tidak boleh dimaknai sebagian atau selektif—di dalamnya termasuk penyandang disabilitas.
2. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas
Undang-undang ini menjadi tonggak sejarah dalam pemenuhan hak disabilitas. Di dalamnya termuat:
22 hak dasar penyandang disabilitas,
penguatan akses pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan perlindungan sosial,
pembentukan Komisi Nasional Disabilitas (KND),
kewajiban pemerintah pusat dan daerah untuk menyelenggarakan program inklusif.
3. Ratifikasi Konvensi PBB tentang Hak Penyandang Disabilitas (CRPD)
Indonesia turut meratifikasi CRPD pada tahun 2011, sehingga kewajiban pemenuhan hak disabilitas bukan hanya amanat nasional, tetapi juga komitmen internasional yang mengikat.
Dengan demikian, hadirnya negara bukan sekadar pilihan kebijakan, tetapi keharusan konstitusional.
Tanggung Jawab Negara dalam Kesejahteraan Penyandang Disabilitas
1. Pendidikan Inklusif
Negara wajib memastikan sistem pendidikan yang inklusif melalui:
guru pendamping khusus,
infrastruktur aksesibel,
teknologi dan media pembelajaran seperti braille dan bahasa isyarat.
Faktanya, masih banyak sekolah yang belum ramah bagi disabilitas. Padahal, pendidikan merupakan pintu utama menuju kemandirian dan mobilitas sosial.
2. Layanan Kesehatan dan Rehabilitasi
Akses layanan kesehatan harus terjangkau, merata, dan manusiawi, termasuk:
rehabilitasi berbasis masyarakat,
rumah sakit dan fasilitas kesehatan yang aksesibel,
alat bantu dengan biaya terjangkau,
BPJS yang benar-benar inklusif dan adaptif.
3. Kesempatan Kerja dan Ekonomi
Regulasi mewajibkan kuota:
2% bagi Aparatur Sipil Negara (ASN),
1% bagi perusahaan swasta.
Namun implementasinya masih jauh dari ideal. Pemerintah perlu memperketat pengawasan, menyediakan pelatihan vokasional adaptif, mendukung UMKM disabilitas, serta memberikan insentif bagi perusahaan inklusif. Kemandirian ekonomi merupakan pondasi kesejahteraan.
4. Jaminan Perlindungan Sosial
Program PKH Disabilitas, bansos, bantuan alat bantu, dan layanan sosial harus diperluas dan dipastikan tepat sasaran. Banyak penyandang disabilitas tidak terdata sehingga hak mereka tidak terpenuhi.
5. Infrastruktur dan Transportasi Inklusif
Trotoar, halte, terminal, bandara, gedung pemerintahan, dan ruang publik harus memenuhi universal design. Aksesibilitas bukan kemewahan, tetapi hak dasar yang menentukan sejauh mana mereka dapat berpartisipasi dalam kehidupan sosial.
Peran Swasta: Pilar Kedua Indonesia Inklusif
Pembangunan inklusi tidak dapat hanya mengandalkan negara. Sektor swasta adalah mitra utama dalam penguatan ekonomi disabilitas.
1. Perusahaan sebagai Penyerap Tenaga Kerja
Perusahaan wajib memenuhi kuota tenaga kerja disabilitas dan memastikan lingkungan kerja yang aman serta adaptif. Ini bukan soal belas kasihan, melainkan pengakuan terhadap potensi SDM yang produktif, kreatif, dan berdaya saing.
2. CSR dan Filantropi
CSR dapat diarahkan untuk:
bantuan alat bantu disabilitas,
beasiswa pendidikan,
penguatan UMKM disabilitas,
peningkatan kapasitas organisasi penyandang disabilitas.
Investasi sosial seperti ini memperkuat fondasi kemandirian kelompok disabilitas sekaligus meningkatkan nilai kemanusiaan perusahaan.
3. Dukungan Teknologi Inklusif
Perusahaan teknologi memiliki ruang kontribusi besar melalui inovasi seperti alat bantu mobilitas, software pembaca layar, AI pendamping edukasi, dan digitalisasi layanan publik. Teknologi adalah jembatan yang menyatukan keterbatasan dengan peluang.
Penutup
Hari Disabilitas Internasional adalah panggilan nurani bagi bangsa ini untuk mempercepat hadirnya sistem yang adil, aksesibel, dan memanusiakan penyandang disabilitas. Negara memiliki kewajiban, masyarakat memiliki empati, dan swasta memiliki sumber daya serta ruang kontribusi. Ketiganya harus berjalan seiring.
Kesejahteraan disabilitas bukan hanya ukuran keberhasilan kebijakan, tetapi ukuran keberadaban bangsa. Selama penyandang disabilitas masih tertinggal, kita belum benar-benar merdeka.


Komentar