|
Menu Close Menu

Presiden Prabowo Teken KUHAP Baru, Pemerintah Tegaskan Proses Legislasi Telah Sesuai Mekanisme

Senin, 29 Desember 2025 | 19.27 WIB

Presiden RI Prabowo Subianto.(Dok/Istimewa).
Lensajatim.id, Jakarta— Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto resmi menandatangani Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang sebelumnya telah disahkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Penandatanganan tersebut dilakukan pada pertengahan Desember 2025 dan menandai berlakunya regulasi baru dalam sistem peradilan pidana nasional.


Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi membenarkan penandatanganan tersebut.


“Ya, undang-undang sudah ditandatangani Presiden,” ujar Prasetyo di Lanud Halim Perdana Kusuma, Jakarta, Senin (29/12/2025), sebagaimana dilansir CNN Indonesia


KUHAP baru disahkan DPR dalam Rapat Paripurna pada Selasa (18/11/2025). Namun, proses pengesahannya menuai polemik dan penolakan dari sejumlah elemen mahasiswa serta kritik keras dari koalisi masyarakat sipil yang menilai pembahasan regulasi tersebut belum sepenuhnya memenuhi prinsip partisipasi publik.


Menanggapi kritik tersebut, Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman menegaskan bahwa pembahasan Rancangan KUHAP (RKUHAP) tidak dilakukan secara tergesa-gesa. Politikus Partai Gerindra itu menyebut pembahasan telah berlangsung hampir satu tahun sejak 6 November 2024.


Ia juga mengklaim proses legislasi telah memenuhi prinsip meaningful participation dengan melibatkan berbagai organisasi masyarakat. Bahkan, menurutnya, hampir seluruh substansi perubahan dalam RKUHAP merupakan hasil masukan publik.


“Sebanyak 99,9 persen substansi perubahan berasal dari masukan masyarakat,” ujarnya dalam beberapa kesempatan.


Namun, klaim tersebut dibantah oleh Koalisi Masyarakat Sipil. Mereka menilai proses penyusunan RKUHAP tidak transparan dan tidak melibatkan publik secara bermakna. Koalisi tersebut bahkan melaporkan 11 anggota Panitia Kerja (Panja) RKUHAP ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR RI atas dugaan pelanggaran kode etik dalam pembentukan undang-undang sebagaimana diatur dalam Undang-Undang MD3.


Selain mempersoalkan minimnya partisipasi publik, koalisi juga menuding adanya pencatutan nama sejumlah organisasi masyarakat sipil dalam proses penyusunan RKUHAP tanpa persetujuan.


Meski menuai kontroversi, pemerintah menegaskan KUHAP baru diharapkan dapat menjadi landasan hukum yang lebih adaptif terhadap perkembangan sistem peradilan pidana, seiring berlakunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) nasional. Sejumlah langkah harmonisasi pun telah dilakukan, termasuk penandatanganan nota kesepahaman antara Kepolisian dan Kejaksaan Agung untuk menyamakan persepsi dalam penerapan KUHP dan KUHAP baru.


Dengan telah ditandatanganinya KUHAP oleh Presiden, perhatian publik kini tertuju pada tahap implementasi serta sejauh mana regulasi tersebut mampu menjawab tuntutan keadilan, perlindungan hak asasi manusia, dan kepastian hukum di Indonesia. (Red) 

Bagikan:

Komentar