|
Menu Close Menu

Senator Lia Istifhama Desak Regulasi Perlindungan Menyeluruh bagi ART: Batasi Usia, Wajibkan Pelatihan, Jamin Hak Kerja

Senin, 01 Desember 2025 | 07.49 WIB

Ning Lia Istifhama, Anggota DPD RI asal Jawa Timur.(Dok/Istimewa). 
Lensajatim.id, Jakarta— Anggota DPD RI, Dr. Lia Istifhama kembali menegaskan urgensi percepatan regulasi bagi Asisten Rumah Tangga (ART) atau Pekerja Rumah Tangga (PRT) di Indonesia. Dorongan ini disampaikan menyusul tingginya jumlah PRT yang bekerja tanpa payung hukum memadai dan minim perlindungan negara.


Berdasarkan Survei ILO dan Universitas Indonesia, jumlah PRT di Indonesia mencapai 4,2 juta orang, tertinggi di dunia, melampaui India dengan 3,8 juta dan Filipina 2,6 juta pekerja. Namun besarnya angka tersebut berbanding terbalik dengan perlindungan yang diterima para pekerja domestik.


“Ini ironi besar. PRT adalah kelompok pekerja dengan jumlah sangat besar, tetapi perlindungannya paling rendah. Negara wajib hadir,” tegas Lia Istifhama, Senin (01/12/2025). 


Dari total 4,2 juta pekerja domestik, 84 persen merupakan perempuan dan 14 persen lainnya anak-anak. Situasi ini membuat mereka rentan terhadap eksploitasi, termasuk perdagangan orang (human trafficking), jam kerja berlebihan, kekerasan fisik, ekonomi, serta psikis.


Perempuan yang akrab disapa Ning Lia itu menilai, belum adanya regulasi yang kuat menyebabkan pekerja domestik berada dalam posisi lemah. Ia menegaskan perlunya aturan yang mengatur batas usia minimal ART agar tidak lagi melibatkan pekerja anak, serta memastikan adanya standar jam kerja, hari libur, dan jaminan kesehatan maupun ketenagakerjaan.


“PRT bekerja di ruang privat, sehingga potensi kekerasan sangat tinggi. Mereka perlu perlindungan hukum tegas, termasuk pembatasan usia minimal agar anak-anak tidak lagi menjadi pekerja domestik,” ujarnya, yang baru-baru ini terpilih sebagai Wakil Rakyat Terpopuler versi ARCI 2025.


Selain perlindungan hukum, Ning Lia juga mendorong adanya peningkatan kapasitas dan pelatihan bagi ART melalui Balai Latihan Kerja (BLK). Pelatihan tersebut mencakup pengetahuan hak-hak pekerja, keselamatan kerja, mekanisme pengaduan, serta keterampilan teknis sesuai kebutuhan pekerjaan rumah tangga.


“Ketika negara memberikan pelatihan dan perlindungan, posisi tawar ART meningkat. Risiko kekerasan berkurang, sementara majikan juga diuntungkan karena pekerja lebih terampil,” jelasnya.


Senator asal Jawa Timur sekaligus peraih DetikJatim Award 2025 itu menegaskan bahwa PRT harus dipandang sebagai tenaga kerja sah yang memiliki hak penuh seperti pekerja formal lainnya.


“Sudah saatnya negara mengakui PRT sebagai pekerja. Mereka bukan sekadar ‘pembantu’, melainkan bagian dari angkatan kerja yang menyokong ekonomi rumah tangga,” tandas Ning Lia.


Dorongan tersebut menjadi sinyal kuat agar pemerintah dan legislatif segera menghadirkan kebijakan komprehensif bagi jutaan pekerja rumah tangga di Indonesia, demi keadilan, keamanan kerja, dan masa depan yang lebih manusiawi bagi ART di seluruh tanah air. (Red) 

Bagikan:

Komentar