|
Menu Close Menu

Kang Jalal, HMI dan Syiah

Senin, 15 Februari 2021 | 22.43 WIB



Oleh Moch Eksan


Bumi intelektual Indonesia, kini kembali berduka. Seorang putra terbaiknya,  Prof Dr KH Jalaluddin Rahmat MSc dipanggil kehariban Ilahi Rabbi. Tersiar kabar anggota DPR RI Komisi VIII dari fraksi PDIP ini, meninggal dunia pada Senin Sore, 15 Februari 2021, akibat Covid-19 di ICU Rumah Sakit Santoso Hospital, Bandung, Jawa Barat.


Kang Jalal, panggilan akrabnya, seorang cendikiawan muslim Indonesia terkemuka yang berpetualang dari NU,  Muhammadiyah dan terakhir tercatat sebagai Ketua Dewan Syura Ikatan Jamaah Ahlulbait Indonesia (IJABI). Syiah adalah pelabuhan terakhir dari pertualangan  intelektual dan spiritualnya.


Dosen Unpad kelahiran Bandung, 29 Agustus 1949 ini, seorang pemuka agama yang produktif menulis. Antara lain: Psikologi Komunikasi, Retorika Modern Pendekatan Praktis,  Metode Penelitian Komunikasi, Komunikasi Antarbudaya, Doa Bukan Lampu Aladin, Jalan Rahmat Mengetuk Pintu Tuhan, Membuka Tirai Kegaiban,Tafsir Kebahagiaan, Dahulukan Akhlaq di atas Fiqih, Islam Aktual, Islam Alternatif, Islam dan Pluralisme dan lain sebagainya.


Kang Jalal merupakan aktivis HMI Cabang Bandung yang memantik banyak kontroversi dalam sepanjang sejarah hidupnya.Termasuk pada saat melontarkan bahwa HMI itu Syiah.  Saya terlibat polemik perihal ini. Selengkapnya, sebagai memori untuk mengenangnya, saya akan kutipkan di bawah ini.


Banyak adik-adik aktivis HMI meminta pandangan soal pernyataan dari Kang Jalal. Tak kurang, Ketua HMI Cabang Jember pada waktu itu, Jamal Bakhtier, juga mengirim pesan melalui SMS meminta saran, bagaimana menyikapi pernyataannya di www.tempo.co. 


Ketua Dewan Syura IJABI ini dalam wawancara yang dimuat Tempo, Senin, 3 September 2012, mengungkapkan statemen yang sangat sensitif dalam konteks konflik antar aliran dalam Islam.


"Syiah masuk ke HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) dan mulai terkenal di kampus lain. Aktivis HMI ajaran ajaran Syiah secara sistematis, yakni melalui pelatihan kepemimpinan". 


Sontak, pernyataan dosen Fakultas Ilmu Komunikasi Unpad, Ilmu Tasawuf Universitas Paramadina dan sejumlah perguruan tinggi ternama di Tanah Air ini, meresahkan beberapa kalangan di HMI. Khawatir pernyataan ini menurunkan minat berHMI dari mahasiswa-mahasiswa baru, dan dijadikan komoditi kampanye hitam. Padahal, nyata-nyata pernyataan ini tak berdasar dan menyesatkan opini publik.


Lalu apa alasan dari Kang Jalal membuat pernyataan tersebut? Waktu itu, saya yakin banyak aktivis atau alumni HMI bingung. Kok tiba-tiba HMI yang tak ada hubungan dengan merebaknya konflik Sunni-Syiah di beberapa tempat di Tanah Air, dikait-kaitnya dengan penyebaran Syiah secara sistematis di berbagai kampus. Semenjak awal masuknya Syiah pada periode kedua pasca revolusi Iran tahun 1979, HMI jelas-jelas bukanlah Syiah. 


HMI merupakan organisasi kemahasiswaan yang menggotong visi dan misi keislamaan dan keindonesiaan sekaligus, dulu, kini dan nanti. HMI sebagai organisasi kader yang berasas Islam tak pernah secara ideologis dan sistematis menyebut Islam Syiah satu kata pun. Tak ada satupun dalam dokumen organisasi yang menyebut perihal tersebut. Nilai Dasar Perjuangan (NDP) sebagai landasan berfikir dan bertindak HMI secara individu atau organisasi, sedikitpun tak mencerminkan faham Syiah dimaksud. 


Saya kebetulan sampai hari ini selalu berhubungan dengan adik-adik HMI sebagai instruktur NDP, baik pada LK-1 (Latihan Kader 1) maupun pada LK-2 (Latihan Kader 2). Jadi, saya faham secara tekstual dan kontekstual isi NDP. Saya pastikan, tak ada satu pun bab di NDP yang menguraikan faham Syiah secara eksplisit maupun implisit. 


Dalam NDP tersebut, memuat: dasar-dasar kepercayaan, pengertian-pengertian tentang dasar kemanusiaan, kemerdekaan manusia (ikhtiar), dan keharusan universal (takdir), Ketuhanan Yang Maha Esa dan Perikemanusiaan, individu dan masyarakat, keadilan sosial dan keadilan ekonomi, kemanusiaan dan ilmu pengetahuan, kesimpulan dan penutup. 


NDP yang semula merupakan NID (Nilai Dasar Islam) yang kemudian berubah menjadi Nilai Identitas Kader (NIK) dan kembali menjadi NDP ditulis oleh Cak Nur, sebagai filosofi yang menjadi landasan perjuangan HMI dalam melakukan perubahan masyarakat, sesuai dengan tujuan HMI. Yaitu: "Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang bernafaskan Islam, dan bertangung jawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT ". 


Jadi tampak, pernyataan Kang Jalal tak punya dasar sama sekali. Kayak seperti "orang mengigau". Ia tak punya pengetahuan yang cukup tentang HMI, sehingga mengait-ngaitkan HMI dengan penyebaran Syiah di Tanah Air. Padahal, antara kedunya tak punya hubungan apapun, baik secara historis, ideologis maupun praksis sosial. 


HMI punya watak dasar, sebagai organisasi kemahasiswaan yang independen. HMI secara etis hanya patuh pada kebenaran, dan secara organisatotis tak terikat dan mengikat dengan organisasi manapun. HMI adalah HMI, yang bukan NU, bukan Muhammadiyah, bukan Al-Khairiyah, bukan Al-Irsyad, bukan Persis, bukan Wasiliyah, bukan MMI, bukab FPI, bukan JAT, bukan HTI, bukan IJABI, dan bukan yang lainnya. 


Bahwasannya kemudian, banyak kader-kader HMI yang tersebar pasca berproses di organisasi Himpunan ini, menjadi aktivis ormas keagamaan tertentu, itu bukti bahwa HMI merupakan organisasi kader yang dibutuhkan oleh umat dan bangsa. 


Namun demikian, semua menyadari, tak ada satupun yang berhak mengklaim keberislaman HMI. Di akhir tulisan ini, saya ingin mengutip pernyataan saya dalam Dirgahayu HMIku, HMImu, dan HMI Kita, bahwa tiap orang pada hakekatnya cendrung pada "kebenaran".


Dari uraian di atas, betapapun Kang Jalal sosok kontroversial, saya dan banyak followers dan  hatersnya ikut merasa kehilangan sosok dai komunikatif ini. Caranya membawa ajaran agama sangat update dengan perkembangan dunia filsafat, ilmu pengetahuan dan teknologi mutakhir. Selamat jalan Kang Jalal, para ahlulbait menunggumu berjumpa dengan para datuknya di surga.  Amien. 


Moch Eksan, Pendiri Eksan Institute dan Alumni HMI Cabang Jember Komisariat Sunan Ampel.

Bagikan:

Komentar