|
Menu Close Menu

Quo Vadis KUA-PPAS

Jumat, 02 April 2021 | 13.21 WIB

 


Oleh : Moch Eksan


Banyak pihak menyambut gembira penyerahan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Pemerintah 2021 oleh Bupati Ir H Hendy Siswanto kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jember (Senin, 29/3/2021). Ini awal baik untuk pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD) semenjak Jember tak punya dokumen anggaran resmi, kecuali Peraturan Kepala Daerah (Perkada) yang terbatas.


Bupati Hendy membuktikan ucapannya menyerahkan KUA-PPAS dengan segera untuk mempercepat pembahasan APBD Jember 2021. Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, juga telah memerintahkan kepada bupati dan DPRD untuk mempercepat pembahasan anggaran, karena sudah sangat terlambat bila dibandingkan dengan 38 kabupaten/kota yang lain.


Dr H Soekarwo, SH, MHum, anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), sewaktu jadi Gubernur Jawa Timur (2009-2019), selalu menyebut APBD sebagai dokumen politik dan ekonomi. Hal ini lantaran APBD merupakan politik anggaran serta anggaran pembangunan ekonomi daerah. Sehingga, APBD bukan hanya penting dan strategis tapi juga merupakan urat nadi bagi maju dan mundurnya sebuah daerah dimaksud.


Pemimpin baru Jember, mewarisi seabrek problematika daerah, baik karena Pandemi Covid-19 maupun sebab daerah yang salah urus. Dalam banyak hal, Jember tertinggal jauh dari Banyuwangi dan bahkan Lumajang, Bondowoso dan Situbondo. Untuk mengejar ketertinggalan tersebut, proses akselerasi merupakan sebuah keniscayaan.


Dari KUA-PPAS tergambar jelas, kemana arah pembangunan Jember. Bupati Hendy melakukan sinkronisasi 3 rencana pembangunan sekaligus: nasional, regional dan lokal. Sebab, Jember merupakan bagian wilayah tak terpisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Suka atau tidak, visi, misi, program dan kegiatan daerah harus mengacu pada rencana pembangunan nasional, Provinsi Jawa Timur, dan Kabupaten Jember itu sendiri.


Nampaknya, Bupati Hendy cepat bisa beradaptasi dan terbukti dapat menyajikan dokumen kebijakan anggaran, prioritas dan plafon anggaran sementara dengan apik. Prioritas pembangunan Presiden Joko Widodo dan Gubernur Khofifah, dapat diakomodir dengan baik, sembari tanpa melupakan visi, misi, dan programnya maju sebagai kepala daerah  pada Pilbup 2020 lalu.


Bersama Wakil Bupati KH Muhammad Balya Firjaun Barlaman, Bupati Hendy mengelola Rp 4,4 triliun lebih untuk membangun Jember. Jumlah anggaran tersebut bersumber dari pendapatan daerah berikut:


Tabel 1

Struktur Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2021

NO

PENDAPATAN DAERAH

ANGGARAN

1

 

Pendapatan Asli Daerah

706.851.235.600

 

a

Pajak Daerah

213.415.500.000

 

b

Retribusi Daerah

40.203.813.283

 

c

Hasil Pengolahan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan

6.102.248.169

 

d

Lain-lain Pendapatan Asli Daerah

447.129.674.148

2

 

Pendapatan Transfer

2.789.272.095.632

 

a

Transfer Pemerintah Pusat

2.789.272.095.632

3

 

Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah

202.232.500.000

 

a

Hibah

202.232.500.000

 

 

Jumlah Pendapatan

3.698.355.831.232

 

Jumlah anggaran pendapatan tersebut digunakan untuk memenuhi anggaran belanja berikut:


Tabel 2

Struktur Belanja Daerah Tahun Anggaran 2021

NO

BELANJA DAERAH

ANGGARAN

1

Belanja Pegawai

1.672.129.061.277

2

Belanja Barang Dan Jasa

1.327.364.233.810

3

Belanja Subsidi

3.782.839.000

4

Belanja Hibah

128.720.442.500

5

Belanja Bantuan Sosial

31.901.194.000

6

Belanja Modal

688.387.407.137

 

Belanja Tanah

1.788.607.317

 

Belanja Peralatan dan Mesin

168.716.524.332

 

Belanja Bangunan dan Gedung

99.876.222.020

 

Belanja Jalan, Jaringan dan Irigasi

378.466.390.068

 

Belanja Modal Aset Tetap Lainnya

39.539.663.400

7

Belanja Tidak Terduga

31.196.303.994

8

Belanja Bagi Hasil

22.065.196.660

9

Belanja Bantuan Keuangan

500.091.602.828

 

Jumlah Belanja

4.405.638.281.206

 

Sementara itu, sumber pembiayaan daerah berasal dari:


Tabel 3

Sturktur Pembiayaan Daerah Tahun Anggaran 2021

NO

PEMBIAYAAN DAERAH

ANGGARAN

1

 

Penerimaan Pembiayaan

732.282.449.974,00

 

a

SILPA

732.282.449.974,00

 

 

 

 

2

 

Pengeluaran Pembiayaan

25.000.000.000,00

 

a

Penyertaan Modal Daerah

25.000.000.000,00

 

 

 

 

 

 

Pembiayaan Netto

707.282.449.974,00

 

Jamak terjadi, di semua tingkatan pemerintahan anggaran setiap tahun mengalami defisit. Jember 2021 juga tak terkecuali. Anggaran pendapatan lebih kecil dari pada anggaran belanja. Selisih kurang sebesar Rp 707.282.449.974 (tujuh ratus tujuh miliar dua ratus delapan dua juta empat ratus empat sembilan ribu sembilan ratus tujuh puluh empat rupiah). Kekurangan belanja ini dibiayai oleh penerimaan pembiayaan SILPA setelah dipotong dengan pengeluaran pembiayaan dana penyertaan modal.


Dari 9 belanja di atas, belanja yang bisa dirasakan publik adalah belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial, dan belanja modal. Selebihnya belanja birokrasi pemerintah, baik kabupaten maupun desa. Pada KUA-PPAS, belanja publik total sebanyak Rp 852.791.882.637 (delapan ratus lima puluh dua miliar tujuh ratus sembilan puluh satu juta delapan ratus delapan dua ribu enam ratus tiga puluh tujuh rupiah). Sedangkan, belanja birokrasi, total sebanyak Rp 3.552.846.398.569 (tiga triliun lima ratus lima puluh dua miliar delapan ratus empat puluh enam juta tiga ratus sembilan puluh delapan ribu lima ratus enam puluh sembilan rupiah). Sehingga rasio belanja publik dan belanja birokrasi adalah 19.3 persen berbanding dengan 80.7 persen.


Rasio belanja yang belum berimbang tersebut, dilatarbelakangi oleh tugas dan fungsi pemerintah daerah yang mengelola urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib ada yang bersifat konkuren dan menyangkut pelayanan dasar dan ada pula yang bukan. Sedangkan urusan pilihan juga semisal. Sehingga, struktur pemerintahan tak sama dengan organisasi waralaba yang berorentasi untung dan beda pula dengan organisasi nirlaba yang berorientasi sosial. Dengan demikian, mengelola pemerintahan tak sama dengan mengelola perusahaan dan beda pula dengan mengelola yayasan sosial.


Jadi, kepala daerah dituntut pandai mencari pundi dana untuk pembangunan daerah dan kesejahteraan rakyat, dan semua program berdampak pada peningkatan kekayaan daerah. Sumberdaya manusia dan sumberdaya alam mendatangkan kemakmuran daerah. Inilah esensi Otonomi Daerah sebagai salah satu agenda reformasi 1998.


Ryaas Rasyid, begawan otonomi daerah Tanah Air, mengatakan bahwa pemimpin wajib mensejahterakan rakyat. Otonomi daerah didesain agar daerah mandiri mengatur pemerintah dan masyarakat atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Profesor alumni Hawaii University ini mengharuskan pemimpin piawai berkomunikasi dengan pemerintah di atas serta rakyat di bawah. Separuh kesuksesan program daerah bergantung pada kemampuan sang pemimpin meratakan jalan pelaksanaan pemerintahan berdasarkan etika dan kepemimpinan yang baik.


Diyakini, Bupati Hendy dan Wakil Bupati Gus Firjaun, menunjukkan kesungguhannya mewakafkan diri untuk kemajuan Jember. Seorang kepala daerah yang lebih senang gaji Guru Tidak Tetap (GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT) naik, daripada gaji dan tunjangannya sendiri. Dengan beban resiko yang sangat berat sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah, alokasi gaji dan tunjungan bupati dan wakil bupati hanya sebesar Rp 906.224.426 (sembilan ratus enam juta dua ratus dua puluh empat ribu empat ratus dua puluh enam rupiah) dalam satu tahun.


Benar kata Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, "kepemimpinan yang terbaik adalah kepemimpinan dengan keteladanan. Perilaku kita adalah dakwah kita. Keteladanan kita adalah leadership kita". Wallahu a'alam bisshawab.


*Moch Eksan, Pendiri Eksan Institute

Bagikan:

Komentar