Oleh : Moch Eksan
Banyak pihak menyambut
gembira penyerahan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran
Sementara (PPAS) Pemerintah 2021 oleh Bupati Ir H Hendy Siswanto kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Jember (Senin, 29/3/2021). Ini awal
baik untuk pembahasan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (R-APBD)
semenjak Jember tak punya dokumen anggaran resmi, kecuali Peraturan Kepala
Daerah (Perkada) yang terbatas.
Bupati Hendy membuktikan
ucapannya menyerahkan KUA-PPAS dengan segera untuk mempercepat pembahasan APBD
Jember 2021. Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, juga telah
memerintahkan kepada bupati dan DPRD untuk mempercepat pembahasan anggaran,
karena sudah sangat terlambat bila dibandingkan dengan 38 kabupaten/kota yang
lain.
Dr H Soekarwo, SH, MHum,
anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres), sewaktu jadi Gubernur Jawa
Timur (2009-2019), selalu menyebut APBD sebagai dokumen politik dan ekonomi. Hal
ini lantaran APBD merupakan politik anggaran serta anggaran pembangunan ekonomi
daerah. Sehingga, APBD bukan hanya penting dan strategis tapi juga merupakan
urat nadi bagi maju dan mundurnya sebuah daerah dimaksud.
Pemimpin baru Jember,
mewarisi seabrek problematika daerah, baik karena Pandemi Covid-19 maupun sebab
daerah yang salah urus. Dalam banyak hal, Jember tertinggal jauh dari
Banyuwangi dan bahkan Lumajang, Bondowoso dan Situbondo. Untuk mengejar
ketertinggalan tersebut, proses akselerasi merupakan sebuah keniscayaan.
Dari KUA-PPAS tergambar
jelas, kemana arah pembangunan Jember. Bupati Hendy melakukan sinkronisasi 3
rencana pembangunan sekaligus: nasional, regional dan lokal. Sebab, Jember
merupakan bagian wilayah tak terpisah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Suka atau tidak, visi, misi, program dan kegiatan daerah harus mengacu
pada rencana pembangunan nasional, Provinsi Jawa Timur, dan Kabupaten Jember
itu sendiri.
Nampaknya, Bupati Hendy
cepat bisa beradaptasi dan terbukti dapat menyajikan dokumen kebijakan
anggaran, prioritas dan plafon anggaran sementara dengan apik. Prioritas
pembangunan Presiden Joko Widodo dan Gubernur Khofifah, dapat diakomodir dengan
baik, sembari tanpa melupakan visi, misi, dan programnya maju sebagai kepala
daerah pada Pilbup 2020 lalu.
Bersama Wakil Bupati KH
Muhammad Balya Firjaun Barlaman, Bupati Hendy mengelola Rp 4,4 triliun lebih untuk
membangun Jember. Jumlah anggaran tersebut bersumber dari pendapatan daerah
berikut:
Tabel
1
Struktur
Pendapatan Daerah Tahun Anggaran 2021
NO |
PENDAPATAN DAERAH |
ANGGARAN |
|
1 |
|
Pendapatan Asli Daerah |
706.851.235.600 |
|
a |
Pajak Daerah |
213.415.500.000 |
|
b |
Retribusi Daerah |
40.203.813.283 |
|
c |
Hasil Pengolahan Kekayaan Daerah Yang Dipisahkan |
6.102.248.169 |
|
d |
Lain-lain Pendapatan Asli Daerah |
447.129.674.148 |
2 |
|
Pendapatan Transfer |
2.789.272.095.632 |
|
a |
Transfer Pemerintah Pusat |
2.789.272.095.632 |
3 |
|
Lain-lain Pendapatan Daerah yang Sah |
202.232.500.000 |
|
a |
Hibah |
202.232.500.000 |
|
|
Jumlah
Pendapatan |
3.698.355.831.232 |
Jumlah anggaran pendapatan tersebut digunakan untuk memenuhi
anggaran belanja berikut:
Tabel
2
Struktur
Belanja Daerah Tahun Anggaran 2021
NO |
BELANJA DAERAH |
ANGGARAN |
1 |
Belanja Pegawai |
1.672.129.061.277 |
2 |
Belanja Barang Dan Jasa |
1.327.364.233.810 |
3 |
Belanja Subsidi |
3.782.839.000 |
4 |
Belanja Hibah |
128.720.442.500 |
5 |
Belanja Bantuan Sosial |
31.901.194.000 |
6 |
Belanja Modal |
688.387.407.137 |
|
Belanja Tanah |
1.788.607.317 |
|
Belanja Peralatan dan Mesin |
168.716.524.332 |
|
Belanja Bangunan dan Gedung |
99.876.222.020 |
|
Belanja Jalan, Jaringan dan Irigasi |
378.466.390.068 |
|
Belanja Modal Aset Tetap Lainnya |
39.539.663.400 |
7 |
Belanja Tidak Terduga |
31.196.303.994 |
8 |
Belanja Bagi Hasil |
22.065.196.660 |
9 |
Belanja Bantuan Keuangan |
500.091.602.828 |
|
Jumlah
Belanja |
4.405.638.281.206 |
Sementara
itu, sumber pembiayaan daerah berasal dari:
Tabel
3
Sturktur
Pembiayaan Daerah Tahun Anggaran 2021
NO |
PEMBIAYAAN DAERAH |
ANGGARAN |
|
1 |
|
Penerimaan Pembiayaan |
732.282.449.974,00 |
|
a |
SILPA |
732.282.449.974,00 |
|
|
|
|
2 |
|
Pengeluaran Pembiayaan |
25.000.000.000,00 |
|
a |
Penyertaan Modal Daerah |
25.000.000.000,00 |
|
|
|
|
|
|
Pembiayaan Netto |
707.282.449.974,00 |
Jamak terjadi, di semua
tingkatan pemerintahan anggaran setiap tahun mengalami defisit. Jember 2021
juga tak terkecuali. Anggaran pendapatan lebih kecil dari pada anggaran
belanja. Selisih kurang sebesar Rp 707.282.449.974 (tujuh ratus tujuh miliar
dua ratus delapan dua juta empat ratus empat sembilan ribu sembilan ratus tujuh
puluh empat rupiah). Kekurangan belanja ini dibiayai oleh penerimaan pembiayaan
SILPA setelah dipotong dengan pengeluaran pembiayaan dana penyertaan modal.
Dari 9 belanja di atas,
belanja yang bisa dirasakan publik adalah belanja subsidi, belanja hibah,
belanja bantuan sosial, dan belanja modal. Selebihnya belanja birokrasi
pemerintah, baik kabupaten maupun desa. Pada KUA-PPAS, belanja publik total
sebanyak Rp 852.791.882.637 (delapan ratus lima puluh dua miliar tujuh ratus
sembilan puluh satu juta delapan ratus delapan dua ribu enam ratus tiga puluh
tujuh rupiah). Sedangkan, belanja birokrasi, total sebanyak Rp
3.552.846.398.569 (tiga triliun lima ratus lima puluh dua miliar delapan ratus
empat puluh enam juta tiga ratus sembilan puluh delapan ribu lima ratus enam
puluh sembilan rupiah). Sehingga rasio belanja publik dan belanja birokrasi
adalah 19.3 persen berbanding dengan 80.7 persen.
Rasio belanja yang belum
berimbang tersebut, dilatarbelakangi oleh tugas dan fungsi pemerintah daerah
yang mengelola urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib ada yang bersifat
konkuren dan menyangkut pelayanan dasar dan ada pula yang bukan. Sedangkan
urusan pilihan juga semisal. Sehingga, struktur pemerintahan tak sama dengan
organisasi waralaba yang berorentasi untung dan beda pula dengan organisasi
nirlaba yang berorientasi sosial. Dengan demikian, mengelola pemerintahan tak
sama dengan mengelola perusahaan dan beda pula dengan mengelola yayasan sosial.
Jadi, kepala daerah
dituntut pandai mencari pundi dana untuk pembangunan daerah dan kesejahteraan
rakyat, dan semua program berdampak pada peningkatan kekayaan daerah.
Sumberdaya manusia dan sumberdaya alam mendatangkan kemakmuran daerah. Inilah
esensi Otonomi Daerah sebagai salah satu agenda reformasi 1998.
Ryaas Rasyid, begawan
otonomi daerah Tanah Air, mengatakan bahwa pemimpin wajib mensejahterakan
rakyat. Otonomi daerah didesain agar daerah mandiri mengatur pemerintah dan
masyarakat atas prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Profesor
alumni Hawaii University ini mengharuskan pemimpin piawai berkomunikasi dengan
pemerintah di atas serta rakyat di bawah. Separuh kesuksesan program daerah
bergantung pada kemampuan sang pemimpin meratakan jalan pelaksanaan
pemerintahan berdasarkan etika dan kepemimpinan yang baik.
Diyakini, Bupati Hendy
dan Wakil Bupati Gus Firjaun, menunjukkan kesungguhannya mewakafkan diri untuk
kemajuan Jember. Seorang kepala daerah yang lebih senang gaji Guru Tidak Tetap
(GTT) dan Pegawai Tidak Tetap (PTT) naik, daripada gaji dan tunjangannya
sendiri. Dengan beban resiko yang sangat berat sebagai kepala daerah dan wakil
kepala daerah, alokasi gaji dan tunjungan bupati dan wakil bupati hanya sebesar
Rp 906.224.426 (sembilan ratus enam juta dua ratus dua puluh empat ribu empat
ratus dua puluh enam rupiah) dalam satu tahun.
Benar kata Gubernur Jawa
Barat Ridwan Kamil, "kepemimpinan yang terbaik adalah kepemimpinan dengan
keteladanan. Perilaku kita adalah dakwah kita. Keteladanan kita adalah
leadership kita". Wallahu a'alam
bisshawab.
*Moch Eksan, Pendiri Eksan Institute
Komentar