|
Menu Close Menu

Menteri Teten Sebut Indonesia Masih Penuhi 0,01 % Kebutuhan Pasar Dunia Tanaman Hias

Rabu, 20 Oktober 2021 | 05.46 WIB

Teten Masduki, Menteri Koperasi dan UKM RI saat berkunjung ke Green House milik Minaqu Indonesia, di Desa Sukamantri, Kecamatan Tamansari, Bogor, Jawa Barat. (Dok/Istimewa).


Lensajatim.id Bogor -
Tanaman hias memiliki potensi besar dikembangkan di Indonesia. Pasalnya, global market value (potensi pasar) tanaman hias mencapai nilai Rp3000 triliun, lebih tinggi dibandingkan kopi dan teh. Namun, Indonesia baru memenuhi ceruk pasar dunia sebesar 0,01 persen.


Hal itu diungkapkan Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki, saat meninjau Green House milik Minaqu Indonesia, di Desa Sukamantri, Kecamatan Tamansari, Bogor, Jawa Barat, Selasa (19/10).


"Saya sangat mengapresiasi atas apa yang telah dilakukan Minaqu Indonesia sebagai offtaker produk tanaman hias yang telah menggandeng kurang lebih 1000 petani di Jawa Barat dan telah bermitra dengan 4 koperasi," kata MenkopUKM, di acara yang juga dihadiri Deputi Bidang Perkoperasian KemenkopUKM Ahmad Zabadi, Wakil Walikota Bogor Dedie A Rachim dan Pemimpin Divisi akredit dan UMKM Bank BJB, Denny Mulyadi.


Para petani, lanjut Teten, harus dikonsolidasi, jangan biarkan mereka hanya menggarap di lahan yang sempit. Lebih baik terkonsolidasi melalui koperasi. "Kalau sudah ada koperasi, para petani dapat fokus untuk berproduksi di lahan yang juga dikonsolidasikan menjadi skala ekonomi," kata Teten.


Menurut MenkopUKM, yang berperan menjadi offtaker pertama adalah koperasi (sebagai agregator) dan melakukan pengolahan hasil panen, yang berhadapan dengan pembeli juga koperasi, sehingga harga tidak dipermainkan buyer.


"Koperasi sebagai badan usaha yang berbadan hukum juga dapat melakukan kerjasama dengan berbagai pihak. Mulai dari akses terhadap sumber-sumber pembiayaan dan kerjasama dengan Perguruan Tinggi untuk teknologi tepat guna, sampai pada hilirisasi produk (pemasaran) baik secara offline dan online," papar MenkopUKM.


Bagi Teten, apa yang dilakukan Minaqu telah mencerminkan terjadinya proses inclusive close loop, dimana telah tercipta sebuah ekosistem terintegrasi dari hulu hingga hilir.


"Minaqu tidak hanya bertindak sebagai offtaker dari hasil produksi petani, namun juga memberikan pendampingan mulai dari pembibitan, proses produksi hingga pemasarannya untuk pasar ekspor," tukas Teten.


Mengingat masih sangat besarnya peluang permintaan tanaman hias dari mitra luar negeri yang telah bekerjasama dengan Minaqu, Teten berharap koperasi-koperasi lainnya yang telah mengkonsolidasikan lahan anggotanya, juga dapat memanfaatkan peluang ini dan menjalin kemitraan.


Selain itu, Teten juga mendukung pemanfaatan teknologi informasi melalui web based sistem e-commerce platform  minaquindonesia.com untuk akselerasi menuju go digital dan go global.


"Sudah sangat tepat, sebagai platform yang menjadi gerbang pemasaran global tanaman hias yang selanjutnya akan dikembangkan bagi komoditas agriculture lainnya, yang saat ini sudah dijangkau lebih dari 50 negara di dunia," imbuh MenkopUKM.


Platform Digital


Dalam kesempatan yang sama, CEO Minaqu Indonesia Ade Wardhana Adinata, menjelaskan bahwa petani mitra yang sudah eksisting dan menjadi petani mitra utama Minaqu Home Nature adalah Koperasi Pelita Desa (Ciseeng, Bogor), Koperasi Kowinas (Karawang, Subang, Cianjur, Bali, Lombok, Bangka Belitung, Batam, Yogyakarta, dan Solo).


Untuk memenuhi florikultura dengan standarisasi pasar global, Minaqu Home Nature ini didukung ribuan petani mitra florikultura, termasuk 1000 petani mitra yang berada di Jawa Barat (Bogor, Bandung Barat), Sulawesi Utara (Tomohon), Sulawesi Selatan, Sumatera Barat (Solok dan Padang Panjang).


Sejauh ini, Minaqu telah memiliki cabang di beberapa daerah di Indonesia mulai dari Merauke, Makassar, Tomohon, Solok, Padang Panjang, Ungaran, Banyuwangi, Bali, dan masih banyak lagi kota lainnya.


Di samping itu, Minaqu juga membangun kampung-kampung flori berbasis ekspor dengan menggaet petani milenial yang memiliki ketertarikan pasar florikultura. 


“Kami bekerjasama dengan Provinsi Jawa Barat dengan program Petani Milenial Jabar Juara, ada 580 petani milenial di bisnis florikultura dan Minaqu menjadi offtaker dan pembina dan tenaga ahli,”kata Ade.


Dalam pemasaran produk florikultura, Minaqu mengoptimalkan pasar global secara melalui pemasaran digital. Diantaranya, menggunakan sarana media sosial Facebook, Instagram, LinkedIn, dan Whatsapp Bussiness.


Lebih dari itu, Minaqu membuat platform digital untuk petani mitra. Sehingga, mereka bisa mengunggah sendiri tanaman hias yang dimiliki dan diakses secara real time oleh 7 distributor Minaqu Home Nature yang ada di 6 Negara yang telah bermitra.


Untuk lebih agresif menggarap pasar nasional dan ekspor, Minaqu pada 28 Oktober 2021, bertepatan dengan peringatan Hari Sumpah Pemuda, akan meluncurkan laman e-commerce Minaqu Indonesia. Minaqu juga telah bekerja sama dengan IPC Logistics untuk membantu logistik ekspor produk tersebut.


Minaquindonesia.com adalah bagian dari strategi pemasaran yang ditujukan untuk menyampaikan peluang besar bagi petani dalam meraih potensi pasar global dan peluang membawa produk pertanian Indonesia go global.


Ade mengungkapkan, fokus pasar ekspor potted plant dari Minaqu Home Nature antara lain Jerman, Belanda, Inggris (United Kingdom/UK), Korea Selatan, Kanada, Polandia, Florida, Seattle, California (Amerika Serikat), Belgia, Norwegia, Perancis, Nigeria, Hongkong, Malaysia, Singapura dan Australia. 


"Kami juga sudah mengakuisisi 3 green house  di Cyprus menjadi hub Minaqu untuk membanjiri Benua Afrika, Timur Tengah dan Turki,” jelas Ade.


Minaqu pun terus mengembangkan pasar ke wilayah Timur Tengah, Afrika, Kuwait, yang selama ini mereka datangkan tanaman tropis dari Belanda karena Belanda menguasai 40% pasar tanaman global.


Untuk pasar lokal, Ade menggunakan e-commerce marketplace melalui Tokopedia dan Shopee. Disamping membangun dan mengakomodir petani mitra Minaqu Home Nature di kawasan strategis pasar tanaman hias di Jungle Fest, Bogor.


Menurut Ade, di negara lain, florikultura telah menjadi industri, sedangkan di Indonesia citranya masih dianggap bisnis musiman. Sehingga, usaha tanaman hias ini masih sulit berkembang seperti di luar negeri.


"Minaqu mencoba mendorong tanaman hias menjadi industri, termasuk dengan menggandeng petani dengan target ekspor," pungkas Ade.


Acara ditutup dengan penandatanganan MoU antara Minaqu  Home Nature (Minaqu Indonesia) dengan Koperasi Agro Tora Wajasakti (Sukabumi). (Red)

Bagikan:

Komentar