|
Menu Close Menu

Garda Bangsa dan Terobosan Segar Kampanye Politik Kaum Muda

Sabtu, 16 April 2022 | 10.23 WIB



(*Oleh : Dodik Harnadi


Lensajatim.id, Opini- Beberapa tahun terakhir, kampanye politik di tanah air lebih banyak mengetengahkan seksisme dalam isu-isu yang dibangun. Imbasnya, politik tanah air menjadi ruang yang paling rentan melahirkan keterbelahan sosial (divided society). Padahal, ekspresi politik adalah wahana demokratisasi yang mensyaratkan adanya integrasi.  Namun, saat disintegrasi muncul dari kontestasi  politik, berarti demokrasi sedang mengalami disfungsi. 

Menguatnya polarisasi yang bertahan panjang hingga kini adalah efek paling nyata dari demokrasi yang disfungsional tersebut.  Ironisnya, beberapa elit masih sering mengangkat isu-isu politik yang menceraiberaikan daripada mempersatukan tersebut.  Terutama dengan membungkus politik ke dalam kemasan identitas golongan budaya atau agama tertentu. 

Kita sebetulnya merindukan ekspresi politik yang lebih humanis, produktif bagi persatuan dan menyenangkan.  Membangun ekspresi politik yang membuat masyarakat optimis menatap masa depan Indonesia.  Bukan pesimis karena berbagai lakon politik menakutkan karena melahirkan distraksi persatuan. 

Untuk itulah, kita perlu memberikan kredit kepada beberapa partai politik maupun elit di dalamnya yang menawarkan gaya berbeda dalam meningkatkan popularitas maupun elektabilitasnya. Misalnya model kampanye ala Perindo yang tampak konsisten mengusung isu pemberdayaan ekonomi kaum kecil. 

Yang terbaru adalah model kampanye yang digerakkan oleh Garda Bangsa, organ kepemudaan milik Partai Kebangkitan Bangsa, dalam rangka meningkatkan elektabilitas Muhaimin Iskandar, sang ketua umum partai. Dengan mengusung konsep touring, apa yang dilakkan oleh segmen muda kader partai ini patut diapresiasi. Tidak hanya tur, didalamnya juga diperkaya dengan pelbagai kegiatan produktif dan menyenangkan seperti aksi sosial, music performance dan sebagainya.

Dari sisi hasil, efektivitas touring ini dalam memperkenalkan Muhaimin Iskandar sebagai calon presiden tentu masih perlu dilakukan kajian mendalam. Namun, gerakan kampnye politik seperti itu jauh lebih elegan daripada kecenderungan mengumbar ekspresi politik yang mengakibatkan polemik dan pengotak-ngotakan.

Konsep kampanye Garda Bangsa harus diakui memiliki sisi kesegaran (freshness) jika dikaitan dengan model ‘jualan’ para elit politik selama ini yang lebih bersifat pengulangan atau repetisi. Hal ini cukup dimaklumi karena kampanya ini digerakkan oleh segmen pemuda yang tentu warna gerakannya sarat kultur anak muda (youth culture). 

Di samping itu, pesan yang bisa ditangkap dari kampanya model anak muda ini cukup jelas. Muhaimin Iskandar merupakan calon presiden yang dekat dengan, sekaligus merepresentasikan kepentingan, kaum milenial. Inilah pesan simbolik yang tertangkap jelas dari kampanya ala anak muda tersebut.






Kampanye Gaya Baru; Terobosan Segar

Kampanye yang paling baik adalah yang paling mampu meningkatkan perolehan suara. Mungkin inilah kredo paling utama dalam kampanye politik selama ini. Lance Bennett (1977), salah satu profesor ilmu politik di Washington University menyebut model kampanye selama ini bersifat ritualistik dan pragmatis. Tujuan utama jelas, mendulang suara (vote-getting).

Akhirnya, kampanye kemudian lebih menekankan kepada hasil dari pada proses. Proses, termasuk bagaimana nilai-nilai kepantasan dan keharusan dijalankan dalam kampanye, disubordinasikan. Cara apapun halal, yang penting mendulang suara besar. Praktik Machiavellianisme ini kemudian menjadi pemandangan biasa dalam politik tanah air belakangan ini. Politik identitas adalah salah satu manifestasi dari prinsip Machiavellian tersebut.

Hasilnya terbentang jelas di hadapan kita. Narasi cebong-kampret yang hingga kini belum tuntas. Diperparah dengan ‘datangnya’ kadrun yang membuat situasi semakin memanas. Semua adalah narasi yang lahir dari paradigma kampanye politik yang berorientasi pragmatis.

Kampanye gaya baru ala Garda Bangsa harus ditempatkan sebagai kontra-narasi sekaligus terobosan (breakthrouh) dari kejumudan model kampanye dan segenap ekspresi politik pragmatis selama ini. Tentu mustahil, jika kampanye sekadar dilakukan tanpa memandang efek elektoral. Bagaimanapun, setiap aktivitas politik jelas berusaha meraih suara. Sebab hanya dengan cara ini, visi misi dan tawaran program yang dijual oleh kandidat partai atau figur tertentu bisa berubah menjadi kebijakan.

Hanya saja, kampanye sejatinya juga berkaitan dengan hak kewarganegaraan (civil right). Yaitu bagaimana para pegiat politik bisa memberikan informasi yang terbuka terhadap masyarakat, sehingga posisi dan preferensi politik yang diambil pada akhirnya didasarkan atas informasi yang mereka terima secara mudah. Well informed citizen inilah yang acapkali diabaikan dalam kampanye yang semata pragmatis. Dengan cara ini, partisipasi warga dalam even politik bisa lebih massif dan berkualitas.      

Di samping itu, sebagai terobosan, kampanya ala PKB dan Garda Bangsa ini juga dapat dibaca sebagai ekspresi fun politic (Axelrod, 2016); politik yang menyenangkan. Politik atau, dalam level yang lebih tinggi dengan meminjam bahasa Josh Lerner (2014), demokrasi perlu menyenangkan, agar setiap orang lebih banyak bisa berpartisipasi di dalamnya. Terutama kalangan muda yang ‘fitrahnya’ menyukai kesenangan.

Touring dengan menggunakan bus via darat seperti dilakukan oleh Garda Bangsa adalah politik gaya baru yang menyenangkan. Jauh dari gontok-gontokan seperti yang sering dipertontonkan dalam politik identitas selama ini. Politik menyenangkan ini memiliki signifikansi dalam arti substansial.

Sebab, calon pemilih terbesar Indonesia adalah anak muda. Partisipasi mereka menjadi penting dan menentukan masa depan bangsa. Oleh sebab itu, mereka harus hadir dalam pelbagai hajatan demokrasi nasional. Untuk itu mereka perlu disentuh dengan politik menyenangkan, bukan dengan cara mengobarkan kampanye hitam yang menyisakan perpecahan. 

Terobosan kampanye touring ala Muhaimin Iskandar yang digerakkan Garda Bangsa ini mungkin masih perlu diuji efektivitasnya. Berpengaruh tidak meningkatkan suara sosok Muhaimin. Hanya saja, terlepas dari hasil tersebut, PKB dan Garda Bangsa telah menginisiasi model kampanye baru yang bernilai investasi bagi masa depan demokrasi nasional.


(*Pemerhati sosial politik, kandidat doktor Universitas Airlangga  

Bagikan:

Komentar