|
Menu Close Menu

Penggeledahan Tim Penyidik Kejagung dan Protes FAPP

Senin, 31 Juli 2023 | 21.13 WIB




Oleh: Ribut Baidi



Lensajatim.id, Opini- Masyarakat Indonesia dikejutkan dengan tindakan penggeledahan yang dilakukan oleh tim penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) di Kantor Advokat Maqdir Ismail (MI) pada hari kamis tanggal 13 juli 2023. Tindakan penggeledahan dilakukan sebagai rangkaian penyidikan korupsi Base Transceiver Station (BTS) 4G Bakti Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kekominfo) setelah MI menyerahkan uang 1,8 juta dollar AS atau setara dengan 27 milyar lebih yang diduga berkaitan dengan korupsi BTS 4G, sekaligus MI menjalani pemeriksaan di Kantor Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung. Tindakan penggeledahan tersebut memantik reaksi Forum Advokat untuk Perlindungan Profesi (FAPP) dengan menyampaikan protes secara terbuka kepada Kejagung. 


Atas protes FAPP tersebut, kepala pusat penerangan hukum (Kapuspenkum) Kejagung  Ketut Sumedana menyampaikan bahwa tindakan penggeledahan dilakukan karena MI statusnya sebagai saksi, bukan sebagai pengacara. Oleh sebab itu, tindakan penggeledahan sudah sesuai dengan prosedur kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP).


Dasar Hukum Penggeledahan 


Pasal 1 angka 17 dan angka 18 KUHAP mengatur dua macam penggeledahan, yakni penggeledahan rumah/tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya, serta penggeledahan badan yang dilakukan penyidik. Pengaturan lebih lanjut tentang penggeledahan diatur di dalam Pasal 32 sampai dengan Pasal 37 KUHAP yang menyangkut beberapa hal. Pertama, penggeledahan dilakukan untuk kepentingan penyidikan. Kedua, menyangkut prosedur penggeledahan, mulai dari adanya surat izin dari ketua pengadilan setempat, adanya saksi-saksi ketika penyidik memasuki rumah, sampai dengan terbitnya berita acara setelah dilakukan penggeledahan yang turunannya disampaikan kepada pemilik/penghuni rumah yang digeledah. Ketiga, dalam keadaan yang sangat perlu dan mendesak, penggeledahan dapat dilakukan tanpa adanya surat izin terlebih dahulu dari ketua pengadilan setempat. Hal ini dilakukan karena alasan subyektif penyidik, yakni tersangka atau terdakwa dikhawatirkan melarikan diri atau mengulangi tindak pidana atau benda yang dapat disita dimusnahkan atau dipindahkan. Keempat, pengeculaian bagi tempat-tempat tertentu, seperti ruangan MPR, DPR, dan DPRD pada saat ada persidangan, tempat peribadatan yang di dalamnya sedang berlangsung ibadah atau upacara keagamaan, dan ruang yang sedang berlangsung sidang pengadilan. Di luar tertangkap tangan, maka penyidik dilarang memasukinya. Kelima, penggeledahan di luar wilayah hukum penyidik, maka harus diketahui oleh ketua pengadilan negeri dan didampingi oleh penyidik dari daerah hukum tempat penggeledahan tersebut dilakukan. Keenam, dalam hal penangkapan tersangka, penyidik hanya berwenang menggeledah pakaian dan/atau badan tersangka, termasuk benda yang dibawanya tersebut dapat disita.


Andi Hamzah (2016) menyatakan perlindungan terhadap ketentraman rumah/tempat kediaman merupakan salah satu asas dari hak asasi manusia (HAM). Pelanggaran terhadap asas tersebut adalah hal serius. Menggeledah atau memasuki rumah/tempat kediaman orang dalam rangka penyidikan suatu delik dalam KUHAP sudah dibatasi dan diatur secara cermat. Penggeledahan adalah suatu usaha yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari kebenaran atau mengetahui salah atau tidak salahnya seseorang. 


Penyidik harus sehati-hati mungkin melakukan penggeledahan dan memastikan dalam tindakannya tersebut sesuai dengan undang-undang. Di sisi lain, penyidik harus bisa memenuhi prosedur tentang penggeledahan sebagaimana yang telah ditentukan di dalam KUHAP. Jangan sampai dengan alasan penegakan hukum, maka penggeledahan dilakukan dengan melanggar hukum dan HAM. Mengingat KUHAP dibentuk salah satu tujuannya adalah tegaknya hukum dan keadilan, serta perlindungan HAM bagi masyarakat secara luas.


Protes FAPP dan Proses Hukum yang Berjalan 


Sebagai bentuk solidaritas, FAPP telah melayangkan protes terbuka kepada Kejagung atas tindakan penggeledahan yang dinilai telah melanggar UUD 1945, UU Kejaksaan, UU Advokat, Yurisprudensi, Konvensi Internasional, dan bertentangan dengan semangat reformasi.  


Pasal 28J UUD 1945 dengan tegas memberikan perlindungan terhadap keberadaan HAM yang harus dihormati oleh semua orang dan wajib tunduk kepada pembatasan yang diatur oleh undang-undang agar jaminan pengakuan dan penghormatan atas HAM dijalankan sesuai dengan pertimbangan moral, nilai-nilai agama, keamanan, dan ketertiban umum dalam suatu masyarakat yang demokratis. Termasuk pula Kejagung harus dapat menghormati keberadaan HAM yang dimiliki oleh seseorang dalam wilayah pekerjaan/profesi. Di sisi lain, Pasal 19 ayat (2) UU No.18/2003 tentang Advokat telah menyebutkan advokat berhak atas kerahasiaan hubungannya dengan klien, termasuk perlindungan atas berkas dan dokumennya terhadap penyitaan atau pemeriksaan dan perlindungan terhadap penyadapan aset atas komunikasi elektronik advokat. 


Pasal 35 ayat (1) huruf g UU No.11/2021 tentang Kejaksaan telah mengatur tugas dan wewenang jaksa agung dalam mengoordinasikan, mengendalikan, dan melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana yang dilakukan bersama oleh orang yang tunduk pada peradilan umum dan peradilan militer. Oleh karena itu, Kejagung tentu juga memiliki alasan kuat menggeledah Kantor Advokat MI untuk kepentingan penyidikan.


Pengaturan profesi advokat maupun pengaturan tugas dan wewenang Kejagung dengan undang-undang yang berbeda bukanlah sesuatu yang harus dipesoalkan. Hal penting harus kita ketahui, apakah MI tidak terlibat dalam pusaran dugaan korupsi tersebut sehingga dia diperiksa sebagai saksi dan kantornya digeledah, atau dia hanya sebatas kuasa hukum yang menyampaikan keinginan kliennya untuk mengembalikan uang yang diduga ada hubungannya dengan dugaan korupsi BTS 4G ? Jika MI tidak terlibat, maka amat disayangkan tindakan penggeledahan yang dilakukan oleh tim penyidik Kejagung dan hal itu harus dipertanggungjawabkan ke hadapan publik Indonesia dan organisasi advokat yang menaungi profesi MI, serta harus ada sanksi yang tegas pada tim penyidik Kejagung sesuai dengan prosedur perundang-undangan. Sebaliknya, jika di kemudian hari ditemukan fakta hukum yang menguatkan MI terlibat, maka tindakan penggeledahan oleh tim penyidik Kejagung adalah sah sebagaimana ketentuan norma dalam KUHAP. 


Oleh karena itu, kita semua patut mengapresiasi protes FAPP terhadap Kejagung yang dinilai telah melampaui batas kewenangannya. Namun, kita semua juga harus bersabar menunggu kebenaran proses hukum yang sedang berjalan sambil lalu mengawasi proses penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejagung apakah sudah sesuai dengan undang-undang dan prinsip HAM. (*).



*Advokat dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Madura (UIM);

Pengurus DPD Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (MAHUPIKI) Jawa Timur Periode 2022-2027.


NB : Tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis 

Bagikan:

Komentar