|
Menu Close Menu

Anggota Komisi IX DPR RI Ingatkan Penerapan KRIS Tidak Memberatkan Masyarakat

Kamis, 16 Mei 2024 | 06.32 WIB

 

Nurhadi, Anggota Komisi IX DPR RI saat wawancara dengan media. (Dok/Istimewa).

Lensajatim.id, Jakarta- NurhadiAnggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai NasDem memberikan mengapresiasi penghapusan kelas bagi peserta Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang akan digantikan dengan sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Ia mewanti-wanti penerapan sistem itu tidak memberatkan masyarakat, terutama terkait besaran iuran.


Aturan penghapusan kelas 1, 2, 3 BPJS Kesehatan tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No. 59/2024 tentang Perubahan Ketiga atas Perpres No. 82/2018 tentang Jaminan Kesehatan. Beleid itu salah satunya mengatur penerapan fasilitas ruang perawatan rumah sakit KRIS dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) oleh BPJS Kesehatan. Peraturan itu mulai efektif diberlakukan paling lambat 30 Juni 2025.


"Sistem KRIS itu bisa dibilang standarisasi atau peningkatan kualitas ruang perawatan. Secara normatif, program KRIS dapat dikatakan sebagai upaya untuk lebih memanusiakan pasien," ujar Nurhadi di Jakarta, Rabu (15/5).


Nurhadi menjelaskan beberapa hal juga diatur dalam peraturan baru tersebut seperti ruang rawat inap yang tidak boleh lebih dari empat orang, jarak antar pasien harus longgar minimal 1,5 meter, dan beberapa kriteria yang harus dipenuhi oleh rumah sakit.


Meski mengapresiasi ketentuan baru tersebut, Nurhadi mewanti-wanti penerapan sistem KRIS karena akan berdampak pada besaran iuran peserta BPJS kesehatan yang mesti diperhitungan secara matang.


"Jangan ini menjadi beban masyarakat. Kami di Komisi IX DPR RI juga mendorong terus untuk perlu mendiskusikan secara cermat, terkait besaran iuran peserta BPJS Kesehatan pada saat KRIS diberlakukan nanti," ujarnya.


Ia menekankan perlunya dilakukan beberapa simulasi untuk membuat kebijakan iuran yang dapat dijangkau dan tidak memberatkan masyarakat, terutama peserta kategori mandiri.


Legislator dari Dapil Jawa Timur VI (Kabupaten Tulungagung, Kota Kediri, Kota Blitar, Kabupaten Kediri, dan Kabupaten Blitar) itu menilai penerapan KRIS akan membutuhkan proses yang panjang, terlebih saat ini pemerintah sedang melakukan uji coba.


"KRIS secara logis akan berdampak pada perubahan besaran iuran BPJS Kesehatan, di mana seharusnya tidak ada lagi kelas iuran," tukasnya. (dis/*)

Bagikan:

Komentar