|
Menu Close Menu

Ombudsman Ngantor di Balai Desa di Malang, Ternyata Ini Tujuannya

Selasa, 14 Mei 2024 | 19.27 WIB

Ombudsman turun ke lapangan menjemput pengaduan penanganan gizi buruk (stunting) di Desa Srigonco, Bantur, Kabupaten Malang. (Dok/Istimewa). 

Lensajatim.id, Malang- Ombudsman RI berupaya tidak pasif menunggu pengaduan masyarakat. Kali ini, turun ke lapangan menjemput pengaduan penanganan gizi buruk (stunting) di Desa Srigonco, Bantur, Kabupaten Malang. Sejak 13 Mei 2024, Ombudsman RI Jawa Timur ngantor di balai desa untuk memantau sekaligus mengawasi pelayanan dalam penanganan stunting.


‘’Selama tiga hari, kami melakukan sosialisasi dan menyampaikan informasi bahwa Ombudsman siap menerima pengaduan stunting. Anda mendapati balita stunting yang belum tersentuh penanganan, silakan mengadu ke kami,’’ kata Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jawa Timur Agus Muttaqin dalam penjelasan tertulis di Malang, Selasa (14/5/2024).


Dari data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, prevalensi stunting di Jawa Timur 17,7 persen, atau setara 1 dari 6 balita mengalami gizi buruk. Data ini di atas target penurunan stunting pada 2024 sebesar 14 persen, sesuai Perpres No 72/2021. Di Jawa Timur, wilayah stunting tertinggi adalah Pemkab Probolinggo 35,4 persen, yang terendah Pemkot Surabaya 1,6 persen.


Tim percepatan penurunan stunting melibatkan 23 kementerian/lembaga (K/L). Ombudsman termasuk di dalamnya. Keterlibatan Ombudsman Jatim tentunya sesuai kewenangan dalam pengawasan pelayanan di fasilitas kesehatan (faskes) puskesmas dan rumah sakit, yang menjadi ujung tombak penanganan stunting.


Menurut Agus, Ombudsman mendorong upaya pencegahan stunting melalui sosialiasi pengaduan faskes milik pemerintah. Ombudsman juga menerima dan menindaklanjuti laporan masyarakat terhadap keluhan yang terjadi saat memperoleh hak-hak pelayanan stunting. 


‘’Kita juga tetap mengawasi pelayanan faskes agar tidak terjadi maladministrasi,’’ katanya.


Agus menjelaskan, ada tiga objek yang bisa menjadi materi pengaduan stunting. Pertama, ketidakmampuan petugas faskes untuk identifikasi risiko yang tepat terhadap balita rawan stunting. ‘’Misalnya, ada petugas kesehatan tidak kompeten sehingga kasus stunting tidak terdiagnosis atau terlambat penanganan,’’ terang Agus.


Kedua, penyimpangan prosedur pemeriksaan pertumbuhan balita sehingga data seperti tinggi dan berat badan dimanipulasi atau tidak dicatat dengan benar. Ketiga, tidak mendapatkan akses pelayanan.


 ‘’Ini contohnya bisa berupa tidak diberikannya layanan yang dapat diperlukan dari puskesmas atau rumah sakit pemerintah kepada pasien stunting,’’ ujar mantan wartawan di Kejaksaan Agung itu.


Menurut Agus, seluruh warga Jawa Timur memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang baik dalam penanganan stunting. Berbagai tindak maladministrasi seperti ketidaktepatan identifikasi, penyimpangan prosedur, hingga tidak mendapatkan akses pelayanan dapat diadukan ke Ombudsman. 


"Kami terbuka terhadap aduan-aduan masyarakat. Apalagi saat ini ada program penanganan stunting. Silakan lapor ke kami melalui nomor WA 0811-9593-737 atau langsung ke kantor di Jalan Ngagel Timur 56 Surabaya, apabila anda mengalami keluhan layanan dalam bentuk apapun,’’ ujarnya.


Selain itu, lanjut Agus, Ombudsman membuka kanal online pengaduan stunting. Yakni, call center 117, telepon gratis (free call) 0800-1-137-137, WA kantor pusat 0821-3737-3737, email pengaduan@ombudsman.go.id, atau form pengaduan online https://ombudsman.go.id/pengaduan/. (Red)


Bagikan:

Komentar