|
Menu Close Menu

Program MBG Berjalan Satu Bulan Lebih, Ini Temuan DPR RI Saat Sidak di Jatim

Jumat, 21 Februari 2025 | 17.43 WIB

Nurhadi, Anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai NasDem. (Dok/Istimewa). 
Lensajatim.id Jakarta – Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang telah berjalan lebih dari satu bulan terus mendapat perhatian dari berbagai pihak, termasuk Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi. Berdasarkan data Badan Gizi Nasional (BGN), program ini telah menjangkau sekitar 1,5 juta penerima.


Namun, dalam evaluasi di lapangan, masih terdapat sejumlah tantangan yang harus segera diatasi agar target 5.000 Sentra Produksi Pangan Gizi (SPPG) hingga akhir tahun bisa tercapai.


Politisi yang juga Ketua DPD Partai NasDem Kabupaten Blitar ini mengungkapkan hasil inspeksi mendadaknya di beberapa titik di Kabupaten Tulungagung, seperti Kecamatan Kaledawir, Kecamatan Boyolangu, dan Pondok Pesantren Al-Azhar. 


Dari tinjauannya, ia menilai bahwa dapur-dapur yang telah beroperasi menunjukkan progres yang cukup baik meski masih ada beberapa kekurangan yang perlu segera dibenahi.


“Kalau melihat di Tulungagung, baru ada tiga dapur. Kediri yang rencananya besok saya datangi, sementara Blitar masih belum. Rencana ke depan ada dua dapur lagi sesuai dengan dapil saya. Ini terkesan lambat karena sosialisasi dari BGN masih kurang masif,” ujar Nurhadi, Kamis, (20/02/2025). 


Menurutnya, salah satu faktor yang menghambat percepatan program MBG adalah kurangnya publikasi terkait kemitraan yang terbuka bagi sektor swasta. Saat ini, program MBG lebih banyak melibatkan pemerintah, TNI, Polri, BIN, serta pemerintah kabupaten dan kota. Namun, peluang bagi swasta untuk ikut serta belum dipublikasikan secara luas.


“Saya melihat peluang bagi swasta untuk terlibat belum disampaikan secara terbuka. Padahal, ini bisa menjadi peluang bagi pengusaha kuliner baru untuk berkembang, selain juga sebagai bentuk pengabdian kepada bangsa,” tambahnya.


Dari hasil sidak, Nurhadi juga menyoroti perbedaan standar fasilitas di berbagai SPPG. Misalnya, di Kecamatan Kaledawir yang dikelola langsung oleh BGN, standar dapur sudah terpenuhi. Sementara itu, di Boyolangu yang dikelola swasta, meski cukup baik, tetap membutuhkan evaluasi berkelanjutan. Sedangkan di Pondok Pesantren Al-Azhar, standar fasilitas masih perlu ditingkatkan.


“Di Pondok Pesantren Al-Azhar, ada beberapa kekurangan seperti peralatan yang belum stainless, meja yang belum sesuai standar, serta ruang bangunan yang masih perlu perbaikan. Ini menjadi perhatian agar standar dari BGN bisa dipenuhi,” jelasnya.


Dorongan Libatkan Kepala Daerah dan Swasta


Agar program ini lebih maksimal, Nurhadi menegaskan pentingnya keterlibatan kepala daerah dalam pelaksanaannya. Ia mendorong agar kepala daerah yang baru dilantik segera diajak berdiskusi dengan BGN untuk menentukan pola kemitraan yang lebih luas.


“Kepala daerah wajib dilibatkan, apalagi yang baru dilantik. Ajak mereka berdiskusi dengan BGN untuk merancang pemetaan dapur, baik dari pemerintah, TNI, Polri, pondok pesantren, maupun swasta. Ini agar semua pihak mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkontribusi,” tegasnya.


Lebih lanjut, ia menekankan bahwa pelibatan swasta sangat penting karena keterbatasan anggaran negara. APBN hanya cukup untuk membiayai makanan siswa sebesar Rp15.000 per porsi, dengan rincian Rp10.000 untuk bahan makanan dan Rp5.000 untuk operasional. Jika anggaran ini juga digunakan untuk membangun SPPG, dikhawatirkan program makan gratis justru tidak berjalan optimal.


“APBN cukup untuk makan siswa, tapi kalau dipakai membangun dapur, justru makanannya yang tidak jalan. Maka dari itu, melibatkan swasta menjadi solusi agar target 5.000 SPPG bisa tercapai, bahkan lebih,” pungkasnya. (Had). 

Bagikan:

Komentar