![]() |
Maksudi, calon Ketua Pengurus Koordinator Cabang (PKC) PMII Jatim.(Dok/Istimewa). |
Gagasan ini mencerminkan respons kritis terhadap kondisi sosial saat ini yang dinilai mengalami polarisasi tajam, rendahnya literasi digital, serta belum optimalnya integrasi nilai keislaman, keindonesiaan, dan keilmuan dalam tubuh organisasi.
“PMII harus menjadi kekuatan penyeimbang. 'Equilibrium' bukan sekadar keseimbangan pasif, tapi peran aktif dalam merespons tantangan zaman—baik dalam aspek ideologi, digitalisasi, lingkungan, maupun ekonomi kader,” tegas Maksudi, Jumat (30/05/2025).
Konsep tersebut meramu pendekatan ekonomi dari tokoh Walras dan Marshall, serta pemikiran sosiologi Talcott Parsons, dalam satu kerangka yang menyatukan nilai spiritual, kebangsaan, ilmu pengetahuan, dan keberlanjutan.
Lima Misi Strategis: Dari Kaderisasi Holistik hingga Kemandirian Ekonomi
Lebih lanjut, Maksudi menjelaskan bahwa gagasan Equilibrium Sosial-Inklusif diterjemahkan ke dalam lima misi utama, yakni:
1. Kaderisasi holistik yang adaptif terhadap dinamika zaman.
2. Peningkatan keterlibatan kader di sektor-sektor strategis.
3. Penguatan moderasi beragama melalui sinergi antara ulama dan umara.
4. Advokasi publik berbasis data dan media kreatif.
5. Kemandirian organisasi melalui pengembangan wirausaha sosial dan pendirian BUMKC (Badan Usaha Milik Koordinator Cabang).
“PMII tidak boleh hanya reaktif, tetapi harus menjadi pusat intelektual, ruang aktivisme progresif, serta inkubator inovasi sosial,” ujarnya.
PMII sebagai Think Tank Mahasiswa Islam Progresif
Dalam visi jangka panjangnya, Maksudi menargetkan PMII Jatim menjadi think tank mahasiswa Islam yang progresif, yang mampu menjawab tantangan lokal dengan pendekatan global. Salah satu gagasan yang akan ia realisasikan adalah pendirian Sekolah Vokasi PMII Jatim, yang mengintegrasikan nilai-nilai keislaman dengan keterampilan digital, teknis, serta kepemimpinan komunitas.
“Kita tidak bisa terus mengandalkan aktivisme gaya lama. Perlu dialog antara tradisi dengan teknologi, serta harmonisasi antara spiritualitas dan sains,” ujarnya menekankan.
Advokasi Toleransi dan Lingkungan
Sebagai bagian dari upaya memperkuat kohesi sosial, Maksudi mendorong pembentukan Forum Lintas Iman. Forum ini diharapkan menjadi ruang dialog antarumat beragama yang dipelopori kader PMII di berbagai wilayah.
“PMII harus menjadi perekat bangsa. Program kita mesti menjangkau akar rumput, menyulam toleransi dan kebhinekaan dalam bentuk nyata,” imbuhnya.
Ia juga menyoroti pentingnya respon aktif terhadap krisis lingkungan. Menurutnya, PMII harus mampu melahirkan gerakan advokasi ekologi yang berbasis data dan berkelanjutan.
Dorong Ekonomi Kader Lewat BUMKC dan Inkubator Usaha Sosial
Menjawab persoalan pendanaan organisasi, Maksudi menggagas pembentukan BUMKC sebagai entitas usaha milik PKC yang berbasis pada prinsip keuntungan ekonomi, dampak sosial, dan keberlanjutan. Ia juga menginisiasi inkubator wirausaha sosial serta skema pendanaan gotong royong berbasis crowdfunding dari kader dan alumni.
“Sudah saatnya kita tak hanya bicara soal kritik sosial. Kita harus hadir membawa solusi konkret, terutama dalam penguatan ekonomi kader,” tegasnya.
PMII sebagai Laboratorium Peradaban
Dalam penutup gagasannya, Maksudi menekankan bahwa PMII Jatim ke depan harus mampu menjadi aktor perubahan sosial yang berlandaskan nilai Islam moderat, bersifat dinamis, adaptif, dan kolaboratif.
“Equilibrium bukan stagnasi. Ini adalah keseimbangan dinamis yang siap menyesuaikan diri dengan tantangan baru. PMII harus menjadi laboratorium peradaban,” pungkasnya. (Zi)
Komentar