|
Menu Close Menu

LBH Ansor Jatim Desak Polisi Tinjau Ulang Status Tersangka dalam Kasus Kematian Alfan, Begini Alasannya

Rabu, 30 Juli 2025 | 11.05 WIB

Rekonstruksi kasus Kematian M. Alfian oleh Polres Mojokerto.(Dok/Istimewa).
Lensajatim.id, Mojokerto — Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Ansor Jawa Timur menyoroti sejumlah kejanggalan dalam proses rekonstruksi kasus kematian tragis M. Alfan, siswa SMK asal Desa Kedungmungal, Kecamatan Pungging, Kabupaten Mojokerto, yang ditemukan meninggal di Sungai Porong pada 5 Mei 2025 lalu.


Dalam rekonstruksi yang digelar oleh pihak kepolisian, LBH Ansor menilai bahwa peran dominan justru dimainkan oleh Khoiril alias Penceng, ayah dari teman korban, bukan oleh Rio, yang kini dijadikan sebagai tersangka utama dalam kasus ini.


“Kami melihat secara langsung dalam rekonstruksi bahwa peran Khoiril sangat dominan dalam pengejaran terhadap korban. Bahkan, jauh lebih aktif dibanding Rio. Maka sangat janggal jika hanya Rio yang ditetapkan sebagai tersangka,” tegas Muhammad Syahid, kuasa hukum LBH Ansor Jawa Timur, kepada wartawan, Selasa (29/07/2025).


Menurut hasil rekonstruksi, pengejaran terhadap Alfan dan rekannya, Samsul, terjadi sesaat setelah keduanya keluar dari rumah Khoiril. Khoiril disebut langsung melakukan pengejaran, sementara Rio menyusul dari belakang. Posisi terakhir Alfan terlihat di area kebun jagung, bukan di pinggir sungai, seperti asumsi sebelumnya.


LBH Ansor juga mempertanyakan temuan sepatu Alfan yang tertata rapi tanpa kaos kaki di lokasi kejadian.


“Kalau memang korban dalam kondisi panik atau dikejar, sangat tidak logis jika sempat melepas sepatu dengan rapi. Ini justru menimbulkan dugaan adanya rekayasa atau manipulasi,” lanjut Syahid.


Selain itu, LBH Ansor mencatat adanya perbedaan signifikan dalam keterangan waktu antara Khoiril dan Rio, yang kian memperkuat dugaan bahwa kronologi yang disampaikan tidak konsisten.


LBH Ansor juga menolak tegas asumsi kepolisian yang menyatakan bahwa Alfan melompat ke Sungai Porong. Menurut hasil rekonstruksi, hanya Samsul yang mengaku melompat ke sungai, sementara Alfan justru berlari ke arah kebun jagung dan hilang setelah dikejar oleh Khoiril.


“Kalau memang melompat, mestinya ada saksi atau bunyi cipratan air. Tapi tidak ada satu pun saksi yang menyatakan hal itu. Maka teori lompat ini patut dipertanyakan,” ujar Syahid.


Berdasarkan temuan-temuan tersebut, LBH Ansor mendesak Polres Mojokerto untuk meninjau kembali penetapan tersangka. Mereka menilai bahwa Khoiril seharusnya turut dijerat secara hukum, setidaknya dengan pasal pengancaman atau penganiayaan sebagaimana diatur dalam Pasal 351 KUHP.


“Ada cukup alasan untuk menetapkan Khoiril sebagai tersangka atau minimal diperiksa secara serius. Kasus ini tidak bisa berhenti pada satu nama saja,” tegasnya.


Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Mojokerto AKP Fauzy Pratama memilih tidak memberikan tanggapan saat dimintai keterangan usai rekonstruksi. Ia hanya mengajak sejumlah wartawan berjalan ke arah tanggul dan kemudian meninggalkan lokasi tanpa menjawab satu pun pertanyaan terkait hasil rekonstruksi.


LBH Ansor menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal kasus ini demi tegaknya keadilan dan transparansi penegakan hukum. (Tim) 


Bagikan:

Komentar