![]() |
Nurhadi, Anggota Komisi IX DPR RI dalam sebuah rapat.(Dok/Istimewa). |
“Apakah sudah ada mekanisme sanksi bagi pihak-pihak—baik pasien, aparat, atau siapapun—yang menyebarkan dugaan malpraktik sebelum ada pembuktian hukum? Kalau ini dibiarkan, tenaga medis bisa ragu bertindak, apalagi dalam kondisi darurat yang menyangkut nyawa pasien,” tegas Nurhadi dalam forum tersebut.
Ia menyoroti fenomena media sosial yang kerap menjadikan dugaan malpraktik sebagai konsumsi publik, bahkan sebelum ada investigasi resmi dari lembaga yang berwenang. Menurutnya, hal itu membahayakan profesi medis yang berisiko tinggi dan bekerja dalam tekanan waktu.
“Kalau tenaga medis ragu karena takut diviralkan, siapa yang bertanggung jawab jika pasien tak tertolong?” tanya Nurhadi.
Dalam RDP yang dihadiri jajaran Kemenkes serta perwakilan Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), dan Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Nurhadi meminta agar pemerintah segera menyusun regulasi turunan dari UU Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023, khususnya yang menyangkut perlindungan terhadap tindakan medis darurat.
“Profesi tenaga medis harus diposisikan sebagai lex specialis. Pendekatan hukum pidana umum tidak bisa diterapkan mentah-mentah dalam kasus medis yang kompleks,” ujarnya.
Tak hanya itu, ia juga menyinggung pentingnya edukasi kepada masyarakat agar tidak sembarangan menyebarkan tuduhan. Hal itu, kata dia, bisa berimplikasi hukum sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang telah diperbarui menjadi UU Nomor 1 Tahun 2024.
“Pasal 27A UU ITE menegaskan soal pencemaran nama baik harus merujuk pada Pasal 310 KUHP. Jadi masyarakat boleh mengkritik, tapi jangan menyebar tuduhan malpraktik tanpa bukti sah,” tegasnya.
Menurut Nurhadi, langkah hukum bukan untuk membungkam kritik, tetapi untuk menjaga nalar publik tetap sehat, serta melindungi moral dan integritas tenaga kesehatan di lapangan.
“Negara harus hadir! Ini bukan hanya soal hukum, tapi soal menyelamatkan moral dan semangat para penyelamat nyawa,” pungkasnya.
Rapat Dengar Pendapat ini menjadi perhatian serius publik, mengingat meningkatnya tekanan terhadap tenaga kesehatan yang tidak hanya menghadapi tantangan medis, tapi juga risiko sosial akibat viralnya informasi yang belum diverifikasi. (Had)
Komentar