|
Menu Close Menu

Gelar Aksi Revolusi Pesawat Kertas, BEM Nusantara DIY Layangkan 6 Tuntutan untuk Negeri

Sabtu, 27 September 2025 | 13.23 WIB

Aksi BEM Nusantara DIY di Alun-Alun Kidul, Yogjakarta.(Dok/Istimewa).
Lensajatim.id, Yogyakarta – Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam BEM Nusantara Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) menggelar aksi simbolik bertajuk “Revolusi Pesawat Kertas” di Alun-alun Kidul, Jumat malam (26/9/2025). Aksi ini digelar sebagai bagian dari peringatan September Hitam, sekaligus pengingat bahwa sejarah kelam bangsa dan luka korban pelanggaran HAM tidak boleh dibungkam.


Aksi diawali dengan orasi politik dan parade puisi yang menggugah kesadaran kolektif tentang potret buram demokrasi di Indonesia. Suasana khidmat tercipta ketika peserta menyalakan lilin dan menabur bunga sebagai bentuk penghormatan kepada para korban pelanggaran HAM.


Puncak acara ditandai dengan pelepasan ratusan pesawat kertas ke langit malam. Sebelum dilipat, para peserta menuliskan harapan, impian, dan kritik mereka terhadap bangsa. Setiap lipatan kertas dianggap sebagai simbol keberanian, sementara terbangnya pesawat kertas menjadi tanda kebangkitan rakyat.


“Pesawat kertas tidak akan dibungkam, harapan rakyat tidak akan dilipat paksa. Cinta dan mimpi anak-anak bangsa tidak akan pernah jatuh ke tanah, karena setiap lipatan kertas adalah simbol perlawanan, dan setiap terbangnya adalah tanda kebangkitan! Revolusi pesawat kertas adalah revolusi kita semua!” tegas Mohammad Rafli Ilham, Koordinator Daerah BEM Nusantara DIY, dalam orasinya.


Dalam pernyataan sikapnya, BEM Nusantara DIY menegaskan enam tuntutan utama. Pertama, mahasiswa mendesak agar supremasi sipil ditegakkan atas seluruh kebijakan negara, sehingga roda pemerintahan benar-benar berpihak pada rakyat.


Kedua, mereka meminta Presiden RI membuktikan ucapannya terkait adanya keterlibatan asing dan indikasi makar dalam aksi Agustus 2025 dengan membentuk investigasi independen.


Ketiga, mahasiswa menuntut pengusutan tuntas kasus pelanggaran HAM, baik yang terjadi di masa lalu maupun masa kini, tanpa pandang bulu.


Keempat, mereka mendesak penghentian segala bentuk impunitas dan praktik kriminalisasi terhadap rakyat yang menyuarakan kebenaran.


Kelima, mahasiswa menekankan pentingnya pemerataan infrastruktur pendidikan di daerah 3T (tertinggal, terdepan, dan terluar) agar kesenjangan pendidikan dapat ditekan.


Keenam, mereka meminta pemerintah meningkatkan kesejahteraan guru dan tenaga pendidik di seluruh Indonesia sebagai bagian dari upaya memperkuat kualitas sumber daya manusia.


Aksi ditutup dengan doa bersama serta pekikan lantang “Hidup mahasiswa! Hidup rakyat!” yang menggema di bawah langit Jogja, menegaskan bahwa suara mahasiswa masih terus hidup untuk memperjuangkan keadilan. (AB/Had) 

Bagikan:

Komentar