![]() |
H.Achmad Sudiyono (tengah), Owner Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Dapur MBG Bintoro, Jember.(Dok/Istimewa). |
Menanggapi kondisi tersebut, Owner Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Dapur MBG Bintoro, H. Achmad Sudiyono, menegaskan pihaknya berkomitmen penuh menjaga kualitas layanan. Ia menyebut pengawasan internal yang ketat terus dilakukan sejak awal program ini digagas.
“Saya dari awal sudah berusaha maksimal untuk memberikan layanan terbaik, salah satunya dengan melakukan pengawasan internal yang ketat,” ujar H. Achmad, Senin (22/09/2025).
Menurutnya, SPPG Dapur MBG Bintoro sejauh ini berjalan baik tanpa kendala berarti. Ia menekankan bahwa semangat program ini bukan sekadar soal bisnis, melainkan kontribusi nyata untuk mencerdaskan generasi bangsa menuju Indonesia Emas 2045.
Meski demikian, ia mengakui masih ada sejumlah tantangan yang harus segera ditangani, terutama dalam distribusi bahan baku dan penyimpanan makanan. Banyak kasus, kata dia, justru muncul karena kelalaian teknis di lapangan.
“Kualitas makanan tidak bisa dijaga hanya oleh satu pihak. Dari awal kami sudah mendorong pemerintah daerah agar ikut terlibat langsung menjaga ketersediaan stok dan bahan baku,” jelasnya.
Sejumlah daerah mulai melakukan terobosan untuk memperkuat kualitas program. Pemkab Banyuwangi, misalnya, telah menggandeng koperasi petani lokal agar rantai pasok bahan segar lebih terjamin. Sementara di Jember, Dinas Kesehatan bersama SPPG Bintoro tengah menyiapkan penambahan fasilitas cold storage di beberapa titik distribusi guna mencegah makanan cepat basi.
H. Achmad berharap upaya-upaya tersebut dapat diperluas ke seluruh wilayah pelaksanaan MBG. “Program MBG adalah investasi jangka panjang bagi kualitas generasi bangsa. Jangan sampai tercoreng hanya karena kelalaian teknis yang sebenarnya bisa diantisipasi,” ungkapnya.
Selain itu, pria yang juga menjabat Bupati LIRA Jember ini mengingatkan bahwa banyak pihak kini memberi masukan agar pemerintah meninjau ulang MBG akibat kasus-kasus keracunan. Namun ia menilai, evaluasi tidak boleh menggeser esensi besar dari program yang sudah menjadi program mercusuar Presiden melalui pembentukan Badan Gizi Nasional (BGN).
“Program ini bukan sekadar urusan kenyang makan, tapi ada multilayer effect yang luar biasa. Mulai dari pemenuhan gizi anak, peningkatan ekonomi petani, nelayan, pelaku UMKM, hingga penyerapan tenaga kerja ribuan orang di dapur-dapur MBG. Jangan sampai hanya karena kasus teknis, program ini digeneralisir gagal,” tegasnya.
Di lapangan, satu dapur MBG bahkan bisa mempekerjakan rata-rata 50 orang tenaga kerja, dengan 3 orang ditugaskan langsung dari BGN dan sisanya masyarakat sekitar. Selain memberi gizi bagi penerima manfaat, program ini juga terbukti menggerakkan roda ekonomi lokal.
> “Bayangkan berapa ribu dapur yang sudah berjalan dan berapa ribu pekerja yang terbantu ekonominya. Ini bukan hanya soal makan, tapi juga pengentasan kemiskinan, peningkatan pendapatan, dan mengangkat derajat masyarakat kecil,” tambahnya.
H. Achmad pun mengingatkan para wakil rakyat agar melihat program ini secara menyeluruh. Menurutnya, kritik sah-sah saja, tetapi jangan hanya menyoroti kelemahan teknis tanpa mengkaji dampak besar yang ditimbulkan.
“Sebagai dewan jangan hanya pintar beretorika. Turunlah ke dapur-dapur MBG, lihat langsung bagaimana ribuan masyarakat terbantu. Jangan mudah mengalihkan program ini kembali ke rumah tangga masing-masing, karena dampaknya akan berkurang besar,” pungkasnya.
Dengan pengawasan ketat, dukungan pemerintah daerah, dan perbaikan berkelanjutan, ia optimistis Program MBG akan tetap menjadi salah satu tonggak penting dalam mewujudkan generasi emas Indonesia 2045. (Had)
Komentar