|
Menu Close Menu

Kopri PMII Sidoarjo Kecam Tayangan Trans7 yang Dinilai Lecehkan Pesantren

Selasa, 14 Oktober 2025 | 13.13 WIB

Safitri Eria FarhaniKetua Kopri PC PMII Sidoarjo.(Dok/Istimewa).
Lensajatim.id, Sidoarjo— Ketua Kopri PC PMII Sidoarjo, Safitri Eria Farhani, menyampaikan kecaman keras terhadap salah satu tayangan di Trans7 yang dinilai melecehkan pesantren serta mengaburkan nilai luhur kehidupan santri dan kiai.


Sebagai santri sekaligus aktivis perempuan pergerakan, Safitri menilai tayangan tersebut bukan hanya bentuk keteledoran media, tetapi juga mencerminkan krisis etika jurnalistik dan minimnya empati terhadap dunia pendidikan keagamaan.


“Sebagai santri, saya merasa terusik. Pesantren bukan tempat eksotis untuk diparodikan di televisi. Ia adalah ruang suci pembentukan moral, ilmu, dan adab. Menyajikan pesantren dengan cara yang dangkal dan sensasional adalah penghinaan terhadap wajah pendidikan Islam itu sendiri,” tegas Safitri dalam pernyataannya.


Menurutnya, tayangan Trans7 itu memperlihatkan bias kelas dan kultural yang sering dilakukan media arus utama saat membingkai kehidupan pesantren. Narasi yang dibangun seolah santri hidup dalam ketertinggalan, penuh ritual aneh, atau tunduk tanpa nalar.


“Media besar harusnya belajar memahami kultur lokal, bukan malah memperoloknya. Di balik kesederhanaan pesantren, ada keteguhan ilmu, kemandirian, dan nilai kejuangan. Tapi semua itu dipotong, dipelintir, dan dijadikan bahan tontonan,” ujarnya.


Safitri juga menilai cara produksi tayangan tersebut menunjukkan kegagalan redaksi dalam menerapkan prinsip verifikasi dan keberimbangan berita. Ia menegaskan, kebebasan pers tidak boleh dijadikan alasan untuk menyebarkan stigma terhadap kelompok religius mana pun, terlebih terhadap lembaga pesantren yang selama ini berperan besar menjaga moralitas bangsa.



Dalam pernyataannya, Safitri bersama Kopri PC PMII Sidoarjo menyampaikan sejumlah tuntutan. Mereka mengutuk keras segala bentuk tayangan dan konten media yang merendahkan pesantren, kiai, santri, serta tradisi keilmuan Islam.


Kopri PMII Sidoarjo juga menuntut Trans7 untuk segera menarik tayangan tersebut dari seluruh platform dan menyampaikan permintaan maaf secara terbuka di layar televisi nasional. Selain itu, mereka mendesak Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) agar menindaklanjuti pelanggaran etika penyiaran tersebut dan memberikan sanksi tegas kepada pihak Trans7.


Tak berhenti di situ, mereka juga meminta evaluasi menyeluruh terhadap redaksi dan tim produksi yang terlibat, sebagai bentuk tanggung jawab moral dan profesional atas tayangan yang dinilai menyinggung kalangan pesantren itu.


Sebagai langkah lanjutan, Kopri PMII Sidoarjo mengajak masyarakat, khususnya kalangan pesantren dan mahasiswa, untuk turut mengawal kasus ini dengan cara yang santun, argumentatif, dan berkeadaban, agar kejadian serupa tidak kembali terulang di masa mendatang.


Sebagai kader PMII dan alumni pesantren, Safitri menegaskan bahwa pesantren bukan hanya lembaga pendidikan, tetapi jantung moral bangsa yang menjadi benteng nilai dan karakter. Ia menyerukan agar media berhenti memperlakukan pesantren sebagai objek eksotisme dan mulai mengakui peran pentingnya dalam membentuk generasi berilmu dan berakhlak.


“Kami, para santri perempuan, tahu bagaimana perjuangan hidup di pesantren. Kami tidak menuntut pujian, hanya minta dihormati. Karena ketika media menertawakan pesantren, sejatinya mereka sedang menertawakan akar moral bangsa sendiri,” pungkasnya dengan nada tegas. (Had) 

Bagikan:

Komentar