|
Menu Close Menu

Waktu Tunggu Haji Diseragamkan 26,4 Tahun, Gus Irfan Tekankan Asas Keadilan dalam Kuota Nasional

Minggu, 05 Oktober 2025 | 19.36 WIB

KH. Mochammad Irfan Yusuf, Menteri Haji dan Umrah saat wawancara dengan wartawan.(Dok/KabarBaik.co). 
Lensajatim.id, Malang-Menteri Haji dan Umrah Republik Indonesia, KH. Mochammad Irfan Yusuf atau yang akrab disapa Gus Irfan, mengusulkan penyeragaman waktu tunggu haji di seluruh provinsi menjadi rata-rata 26,4 tahun. Langkah ini dinilai sebagai solusi atas ketimpangan distribusi kuota haji antarwilayah yang terjadi selama ini.


“Dengan sesuai antrean, maka antrean itu sama. Aceh sampai Papua sama 26,4 tahun semua. Itu ada keadilan di sana,” ujar Gus Irfan usai menghadiri wisuda program doktoral di UIN Malang, Sabtu (5/10/2025).


Menurutnya, kebijakan ini akan menciptakan asas keadilan bagi seluruh calon jamaah haji di Indonesia. Selama ini, ada provinsi dengan waktu tunggu sangat panjang, sementara daerah lain jauh lebih singkat.


Gus Irfan juga menjelaskan bahwa pemerintah tengah mempertimbangkan metode campuran dalam pembagian kuota, yaitu berdasarkan jumlah penduduk dan antrean. Namun, ia menilai sistem tersebut belum sepenuhnya mencerminkan keadilan sosial bagi seluruh daerah.


“Pembagian kuota haji antarprovinsi saat ini juga belum sesuai amanat undang-undang. Karena itu, perlu diubah menjadi berbasis antrean,” tegasnya.


Ia mengungkapkan, sebanyak 7 persen kuota haji nasional telah dialokasikan khusus bagi jamaah lanjut usia (lansia). Meski begitu, ketimpangan masih terasa. Saat ini, Sulawesi Selatan mencatat waktu tunggu terpanjang hingga 40 tahun, sedangkan Jawa Timur sekitar 30 tahun.


Terkait biaya, Gus Irfan memberi sinyal kemungkinan penurunan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) pada tahun 2026. “Ada angkanya, tapi insya Allah turun,” ujarnya optimis. Tahun 2025 lalu, pemerintah telah menurunkan BPIH sebesar Rp4 juta menjadi Rp89,4 juta, dengan rata-rata biaya perjalanan jamaah sekitar Rp55,4 juta.


Selain itu, Gus Irfan menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana haji yang nilainya mencapai Rp20 triliun. Untuk itu, Kementerian Haji dan Umrah telah menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) guna melakukan pendampingan, verifikasi integritas aparatur, serta pelacakan rekam jejak pegawai.


“Satu persen saja kebocoran itu luar biasa, sama dengan Rp200 miliar. Dan itu semua dana rakyat, dana umat, yang harus dipertanggungjawabkan dunia dan akhirat,” tegasnya.


Dengan kebijakan penyeragaman antrean ini, pemerintah berharap sistem penyelenggaraan ibadah haji semakin adil, transparan, dan berpihak pada jamaah di seluruh wilayah Indonesia. (*)

Lensajatim.id,Malang – Menteri Haji dan Umrah Republik Indonesia, KH. Mochammad Irfan Yusuf atau yang akrab disapa Gus Irfan, mengusulkan penyeragaman waktu tunggu haji di seluruh provinsi menjadi rata-rata 26,4 tahun. Langkah ini dinilai sebagai solusi atas ketimpangan distribusi kuota haji antarwilayah yang terjadi selama ini.


“Dengan sesuai antrean, maka antrean itu sama. Aceh sampai Papua sama 26,4 tahun semua. Itu ada keadilan di sana,” ujar Gus Irfan usai menghadiri wisuda program doktoral di UIN Malang, Sabtu (5/10/2025) sebagaimana dilansir KabarBaik.co.


Menurutnya, kebijakan ini akan menciptakan asas keadilan bagi seluruh calon jamaah haji di Indonesia. Selama ini, ada provinsi dengan waktu tunggu sangat panjang, sementara daerah lain jauh lebih singkat.


Gus Irfan juga menjelaskan bahwa pemerintah tengah mempertimbangkan metode campuran dalam pembagian kuota, yaitu berdasarkan jumlah penduduk dan antrean. Namun, ia menilai sistem tersebut belum sepenuhnya mencerminkan keadilan sosial bagi seluruh daerah.


“Pembagian kuota haji antarprovinsi saat ini juga belum sesuai amanat undang-undang. Karena itu, perlu diubah menjadi berbasis antrean,” tegasnya.


Ia mengungkapkan, sebanyak 7 persen kuota haji nasional telah dialokasikan khusus bagi jamaah lanjut usia (lansia). Meski begitu, ketimpangan masih terasa. Saat ini, Sulawesi Selatan mencatat waktu tunggu terpanjang hingga 40 tahun, sedangkan Jawa Timur sekitar 30 tahun.


Terkait biaya, Gus Irfan memberi sinyal kemungkinan penurunan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) pada tahun 2026. “Ada angkanya, tapi insya Allah turun,” ujarnya optimis. Tahun 2025 lalu, pemerintah telah menurunkan BPIH sebesar Rp4 juta menjadi Rp89,4 juta, dengan rata-rata biaya perjalanan jamaah sekitar Rp55,4 juta.


Selain itu, Gus Irfan menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana haji yang nilainya mencapai Rp20 triliun. Untuk itu, Kementerian Haji dan Umrah telah menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) guna melakukan pendampingan, verifikasi integritas aparatur, serta pelacakan rekam jejak pegawai.


“Satu persen saja kebocoran itu luar biasa, sama dengan Rp200 miliar. Dan itu semua dana rakyat, dana umat, yang harus dipertanggungjawabkan dunia dan akhirat,” tegasnya.


Dengan kebijakan penyeragaman antrean ini, pemerintah berharap sistem penyelenggaraan ibadah haji semakin adil, transparan, dan berpihak pada jamaah di seluruh wilayah Indonesia. (KB/Had) 

Bagikan:

Komentar