![]() |
| Gedung Graha NUansa di Kecamatan Gapura.(Dok/Istimewa). |
Seorang mantan karyawan Swalayan NUansa mengungkapkan, sebelum dirinya mengundurkan diri, pihak manajemen telah menyiapkan kebijakan pengurangan gaji dengan alasan ekspansi usaha dan penambahan tenaga kerja.
“Katanya supaya beban swalayan lebih ringan. Tapi menurut saya itu bukan solusi yang adil bagi karyawan,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (4/12).
Ia menegaskan bahwa para pekerja telah menjalankan tanggung jawab secara maksimal, tidak hanya untuk kepentingan perusahaan, tetapi juga demi memenuhi kebutuhan keluarga. Meski secara posisi ia tergolong aman dari pemotongan gaji, keputusan tersebut tetap membuatnya memilih mundur.
“Saya merasa keberatan secara moral. Sekarang saya membuka usaha kecil di Jakarta. Daripada harus membela kebijakan yang saya anggap tidak adil,” katanya.
Kisah serupa juga datang dari mantan kepala cabang BMT di wilayah pesisir Sumenep. Ia menyebut, seluruh tim di cabangnya memilih hengkang secara bertahap hingga akhirnya operasional cabang tidak lagi berjalan normal.
“Sembilan orang keluar satu per satu. Sampai akhirnya saya juga memilih mundur,” akunya. Saat ini, ia bekerja di sektor informal dan memperoleh tambahan penghasilan dari hasil laut.
Selain persoalan gaji, masalah kepesertaan BPJS menjadi sorotan utama. Sejumlah mantan karyawan mengaku baru didaftarkan sebagai peserta BPJS setelah bekerja lebih dari lima tahun. Bahkan, sebagian lainnya mengaku tidak pernah terdaftar hingga kontrak kerja berakhir.
Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Sumenep, Heru Santoso, menegaskan bahwa praktik tersebut bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan. Ia menjelaskan, perusahaan wajib mendaftarkan pekerja dalam program BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan sejak hari pertama bekerja.
“Itu kewajiban perusahaan. Tidak ada batas minimal masa kerja,” tegas Heru, Rabu (3/12). Ia menambahkan, peran dinas di tingkat kabupaten sebatas pembinaan, sementara pengawasan dan sanksi berada di kewenangan provinsi.
Sementara itu, Direktur BMT NU Jawa Timur, Masyudi Kanzillah, menyampaikan pernyataan berbeda. Ia memastikan seluruh karyawan tetap telah didaftarkan sebagai peserta BPJS.
“Penentuan status karyawan tetap berdasarkan capaian Key Performance Indicator (KPI), bukan lama masa kerja. Alhamdulillah, yang sudah tetap diikutkan BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan,” ujarnya saat dikonfirmasi media ini, Jumat (28/11).
Berdasarkan data internal perusahaan, BMT NU yang berdiri sejak 2004 kini memiliki 1.032 karyawan dengan jaringan 107 kantor cabang dan 9 swalayan. Namun, sejumlah temuan di lapangan menunjukkan terdapat perbedaan antara klaim manajemen dan kesaksian para mantan karyawan.
Sebagian eks pekerja mengaku baru menerima kartu BPJS setelah bekerja bertahun-tahun, bahkan ada yang tidak terdaftar sama sekali hingga kontrak berakhir. Di sisi lain, kebijakan pemotongan gaji yang dikaitkan dengan rekrutmen besar-besaran dinilai tidak memberikan jaminan keberlanjutan kesejahteraan. (Yud)


Komentar