![]() |
Melalui surat resmi yang ditujukan kepada Pondok Pesantren Putri Hidayatul Mubtadiaat Lirboyo, Kepala Departemen Programming Trans7, Renny Andhita, menyampaikan penyesalan mendalam atas tayangan tersebut.
“Kami dari Trans7 dengan segala kerendahan hati menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada segenap kiai, keluarga, para pengasuh, santri, serta alumni Pondok Pesantren Lirboyo, khususnya di bawah naungan PP Putri Hidayatul Mubtadiaat,” tulis Renny dalam surat tersebut.
Trans7 mengakui bahwa tayangan tersebut menimbulkan ketidaknyamanan dan kekecewaan bagi kalangan pesantren. Pihaknya menyebut insiden itu sebagai pembelajaran berharga agar ke depan tidak lagi menayangkan konten serupa yang bisa menyinggung lembaga keagamaan.
“Kejadian ini menjadi pelajaran penting bagi kami untuk lebih berhati-hati dan tidak lagi menayangkan pemberitaan yang berkaitan dengan ulama, kiai, dan kehidupan pesantren dalam program yang tidak relevan,” lanjut Renny.
Sebagai bentuk komitmen perbaikan, Trans7 menyatakan akan menghadirkan tayangan yang lebih edukatif dan menampilkan nilai-nilai positif kehidupan pesantren, termasuk keteladanan para kiai dan santri di Indonesia.
“Kami berharap surat ini dapat diterima sebagai bentuk itikad baik dan komitmen kami untuk menjaga marwah lembaga pendidikan keagamaan, khususnya pesantren. Sekali lagi kami memohon maaf atas kekeliruan yang telah terjadi,” tutup Renny.
Permintaan maaf ini datang setelah gelombang protes keras muncul dari berbagai pihak, termasuk Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), GP Ansor, PMII, serta sejumlah organisasi santri. Mereka menilai tayangan Xpose Uncensored Trans7 telah mencederai nilai-nilai luhur pesantren dan merendahkan martabat kiai sebagai penjaga moral bangsa.
Langkah permintaan maaf ini disambut positif oleh banyak kalangan, namun juga menjadi pengingat penting bagi media agar lebih sensitif terhadap nilai-nilai kultural dan religius dalam setiap produk jurnalistiknya. (Tim)


Komentar