|
Menu Close Menu

Deforestasi Ekologis Menjadi Pemicu Bencana di Indonesia

Sabtu, 06 Desember 2025 | 11.47 WIB



Oleh: Ach Zainuddin

(Penulis Adalah Sekretaris Jenderal PPMI Nasional) 

Lensajatim.id, Opini-Bencana alam pada Selasa 25 November 2025 Banjir, Longsor itu semua  terjadi bukan hanya karena bencana saja tapi lahirnya bencana pasti ada sebab musabbanya. Karena setiap kejadian di muka bumi pasti ada sebab dan historisnya. 


Kalau saya refleksikan kejadian Banjir bandang dan lonsong di Sumatera Barat, Sumatera Utara, dan Aceh ini menunjukkan sebuah fenomena bencana alam yang disebabkan ulah dari tangan manusia sendiri. Karena memang deforestasi di sana memang tinggi.


Menurut WALHI terdapat 631 perusahaan pemegang izin tambang, Hak Guna Usaha (HGU) sawit, Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) geotermal, izin Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) dan Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTM) di tiga wilayah terdampak.


Laporan Amnesty Tahun (2016)  bahwa pembukaan kebun kelapa sawit sering dilakukan dengan pengundululan hutan, yang memperparah kerusakan lingkungan.


Dampak pada lingkungan 

Akibat dari Proyek pemerintah yang masuk pada (PSN) Proyek Strategis Nasional, daerah terdampak di babat habis hutannya. diberitakan di Kompas.com wilayah Sumatera merupakan produksi kelapa sawit Nasional dan menguasai sekitar separuh total area perkebunan kelapa sawit di Indonesia.


Besarnya kontribusi terhadap Negara menjadikan sumatera sebagai wilayah yang didukung oleh kondisi geografis dan iklim yang ideal untuk budidaya kelapa sawit. Namun disisi lain dampak dari pada perluasan kelapa sawit sudah menimbulkan dampak kerusakan alam yang serius, mulai dari kebakaran hutan disebabkan pembukaan lahan dengan api, konflik manusia dengan satwa liar seperti harimau serta gajah, hingga meningkatnya banjir di berbagai daerah .



Bedasarkan data BPS kebun kelapa sawit di pulau Sumatera mencapai lebih dari 8,78 juta hektare angka ini hanya cukup perkebunan yang tercata secara resmi belum lago termasuk perkebunan kelapa sawit yang ilegal. Termasuk juga perkebunan kelapa sawit yang berada di kawasan hutan lindung dan taman Nasional.


Provinsi Riau tercatat sebagai perkebunan kelapa sawit terbesar di Indonesia menempati posisi teratas selama beberapa dekade, provinsi sangat konsisten untuk menjadi provinsi produksi sawit Nasional.



Bedasarkan data BPS 2025, total luas perkebunan kelapa sawit di Riau mencapai lebih dari 3,41 hektare, yang mencakup perkebunan rakyat swasta dan BUMN. Kabupaten Rokan Hulu, Rokan Hilir, Palalawan, dan Siak merupakan lumbung produksi sawit.


Adapun posisi kedua ditempati oleh Sumatera Utara dengan total luas perkebunan mencapai 1,36 juta hektare, di Provinsi ini memiliki sejarah panjang industri perkebunan kelapa sawit sejak masa kolonial belanda, dan menjadi lokasi dari berbagai perusahaan besar seperti BUMN maupun swasta.


Beberapa daerah seperti Langkat dan Dewi Serdang serta kawasan Labuhan Baru Raya yang dikenal sebagai pusat perkebunan kelapa sawit, hingga hilirisasi mulai dari pabrik minyak goreng dan pabrik industri eleokimia.



Berikut data lengkap luas perkebunan sawit di Provinsi Sumatera berdasarkan BPS:


- Riau: 3,41 juta hektare  

- Sumatera Utara: 1,36 juta hektare  

- Sumatera Selatan: 1,24 juta hektare  

- Jambi: 952 ribu hektare  

- Aceh: 470 ribu hektare  

- Sumatera Barat: 449 ribu hektare  

- Bengkulu: 425 ribu hektare  

- Bangka Belitung: 269 ribu hektare  

- Lampung: 200 ribu hektare  

- Kepulauan Riau: 7 ribu hektare


Betapa mirisnya kondisi alam di Negara kita hampir semuanya di babat habis oleh pemerintah untuk kepentingan investor yang katanya demi kemajuan sebuah negara. Namun kendaraan pahitnya masih banyak rakyat yang menderita, tanah mereka di ambil secara paksa dengan modal map berisi izin dari Negara. Masyarakat adat kehilangan ke asrian alamnya, dipaksa merdeka di negeri yang sakit.  Sumber daya alam dikeruk diambil tanahnya baik tembang nikel, emas, pasir, tanah galian c. Dll.  asyarakat terdampak hanya bisa melihat dan merasakan dampak kerusakan alam yang terjadi. 


Ironisnya, dilansir dari berita Tempo.co menteri kehutanan Raja Juli menyampaikan, bahwa terdapat 12 perusahaan yang diduga memicu bencana ekologis di Sumatera. Tim penegak hukum sudah di lokasi dan akan segera dilakukan penegakan hukum dari belasan perusahaan tersebut.Terdapat Sekitar 20 perusahaan yang perizinan berusaha pemanfaatan hutan atau PBP dengan luas 750 ribu hektare, itu (tersebar) se-Indonesia. Termasuk di tiga provinsi terdampak banjir yang perizinannya akan di cabut oleh menteri kehutanan tinggal nunggu restu dari presiden Prabowo Subianto.


Menurut Raja Juli faktor yang menyebabkan Banjir di Sumatera adalah siklon tropis senyar, kondisi geomorfologi daerah aliran sungai dan kerusakan pada daerah tangkapan air.


Pemerintah khususnya Prabowo Subianto tentu harus segera mengambil tindakan tegas melihat ekologis alam yang serius. Sehingga bencana yang menimpa Sumatera Utara, Sumatera Barat, dan aceh merupakan warning bagi para tangan tangan yang suka merusak kelestarian alam.


Karena tidak Akan mungkin terjadi ekologi tanpa adanya tindakan deforestasi yang secara besar-besaran dan itu semua dilakukan oleh tangan yang tidak bertanggungjawab. Hanya karena kepentingan elite politik alam menjadi korbannya, hewan endemik yang seharusnya dilindungi kini tak lagi dapat tempat tinggal. Bahkan ironisnya di usir oleh para tangan penguasa yang tidak bertanggungjawab menggunakan petasan dan itu semua membuat hewan lindung tak lagi ramah dengan manusia di sekitarnya.


Bahkan tidak hanya hewan yang kehilangan tempat tinggalnya. Rumah rumah rakyat lenyap dengan sekejap mata dibawa oleh derasnya arus Banjir bandang yang menerjang pemukiman warga. Sehingga mereka semua kehilangan semuanya.


Saya selaku rakyat sipil yang akan terus bersuara melihat ketidakadilan. Pemerintah haris menutup semua Proyek ekstraktif yang tidak patuh pada SOP dan regulasi yang berlaku, dan segera mengembalikan lahan hijau yang sudah menjadi aktivitas perusahaan industri, sebelum semuanya terlambat. Karena sebenarnya alam di Negara Republik Indonesia kaya melimpah Namun dari cara pemerintah mengelolanya cenderung menggunakan sistem kapitalis. Rakyat yang disekitar industri hanya menjadi pekerja, atau bahkan hanya dijadikan penonton melihat setiap hari kekayaan alamnya dikeruk oleh perusahaan.

Bagikan:

Komentar