|
Menu Close Menu

Kawal Identitas Bangsa, Senator Lia Istifhama Tekankan Pelestarian Budaya dan Diplomasi Seni ke Pasar Global

Sabtu, 20 Desember 2025 | 11.36 WIB

Ning Lia Istifhama, Anggota DPD RI dalam sebuah acara.(Dok/Istimewa). 
Lensajatim.id, Surabaya Keberlangsungan identitas bangsa Indonesia dinilai sangat bergantung pada peran para pelaku budaya yang secara konsisten merawat dan meneruskan warisan leluhur. Di tengah derasnya arus modernisasi dan globalisasi, kebudayaan menjadi benteng utama dalam menjaga jati diri bangsa agar tetap memiliki posisi tawar di tingkat internasional.


Hal tersebut disampaikan Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Lia Istifhama, saat berdialog dengan para praktisi budaya di kawasan Surabaya Selatan, Jumat (19/12/2025). Senator asal Jawa Timur yang akrab disapa Ning Lia itu menegaskan bahwa kebudayaan bukan sekadar simbol masa lalu, melainkan fondasi strategis dalam membangun citra dan martabat bangsa di kancah global.


“Pelaku budaya memiliki peran yang sangat krusial. Tanpa mereka, nilai-nilai luhur bangsa bisa terkikis oleh zaman,” ujar Ning Lia. Ia mencontohkan warisan seperti keris hingga filosofi aksara Jawa atau Hanacaraka yang mengandung nilai moral dan kearifan lokal, serta harus tetap dipahami dan diwariskan lintas generasi.


Menurutnya, menjaga budaya bukan hanya merawat artefak atau tradisi, tetapi juga menghidupkan kembali nilai-nilai jati diri yang seharusnya melekat dalam kehidupan masyarakat Indonesia, di mana pun berada. Ning Lia mengaku bersyukur masih banyak pegiat budaya yang setia menjaga warisan tersebut di tengah tantangan zaman.


Selain nilai historis dan moral, Lia Istifhama juga menyoroti besarnya potensi ekonomi kreatif berbasis kebudayaan. Produk seni dan kerajinan yang dihasilkan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dinilai memiliki daya saing tinggi di pasar internasional, khususnya di Eropa yang dikenal menghargai nilai estetika dan sejarah.


Ia berharap produk seni dan budaya lokal dapat menjadi bagian dari diplomasi ekonomi Indonesia, termasuk dalam kerja sama dagang internasional seperti Indonesia–European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (EU-CEPA). “Produk berbasis seni tradisional memiliki kelas tersendiri di pasar global. Ini peluang yang harus dimaksimalkan,” katanya.


Namun demikian, Ning Lia menilai tantangan terbesar saat ini adalah regenerasi pelaku budaya. Ia mencermati menurunnya minat generasi muda terhadap seni dan budaya tradisional. Untuk itu, ia mendorong adanya transformasi dalam cara penyampaian dan promosi budaya agar lebih relevan dengan gaya hidup digital generasi milenial dan Gen Z.


Ia mengajak pegiat budaya untuk berkolaborasi dengan kreator konten dalam mengemas aktivitas seni menjadi konten digital yang menarik dan edukatif. “Dengan visual yang estetik dan pendekatan kekinian, anak muda bisa melihat bahwa mencintai budaya sendiri itu membanggakan,” ujarnya.


Menutup pertemuan tersebut, Ning Lia menekankan pentingnya peran pemerintah sebagai fasilitator melalui berbagai program stimulus. Ia berharap adanya lebih banyak ruang ekspresi, kompetisi, serta dukungan resmi bagi karya berbasis budaya guna menumbuhkan kreativitas generasi muda.


“Penghargaan dan ruang berekspresi akan menjadi pemantik semangat anak muda untuk kembali mencintai, mengembangkan, dan melestarikan budaya bangsa,” pungkasnya. (Red) 

Bagikan:

Komentar