|
Menu Close Menu

Hukuman Harus Memberikan Efek Jera pada Pelaku Kekerasan Seksual

Kamis, 10 Maret 2022 | 21.02 WIB

Nurul Hidayat, SH., MH. (Ketua LBH Jaman Jatim), Dr. Lia Istifhama, M.E.I. (Aktivis Perempuan Jatim), Diah Ratri, SH., MH. (Sekretaris Prodi Hukum Pidana Islam) dan Pemandu Riska (Mahasiswi STAI Bangkalan) saat webinar Nasional di Aula STAIS Syaichona Moch. Cholil Bangkalan. (Dok/Istimewa).


Lensajatim.id, Surabaya- Aktivis Perempuan Jawa Timur,  Lia Istifhama menegaskan bila hukuman terhadap pelaku kekerasan seksual harus mempu memberikan efek jera.


Mulanya, perempuan yang akrab disapa Ning Lia ini berbicara kekerasan seksual. " Berdasarkan riset yang pernah saya lakukan, bahwa perempuan penyintas atau korban kekerasan seksual lebih cepat memiliki resiliensi atau bangkit dari trauma dari pada korban berjenis kelamin laki laki. Dari semua subjek yang saya teliti, agama menjadi sumber utama proses resiliensi. Di antaranya ayat suci Alquran, Al-Insyirah ayat 5 yang menyebutkan bahwa ‘Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan’,” terang Ning Lia, yang juga Sekretaris MUI Jatim, dalam Seminar Nasional yang berlangsung di aula STAIS Moch Syaichona Cholil Bangkalan pada Selasa (8/3/22), STAIS Pimpinan RKH Nasih Aschal.

Pada seminar yang mengangkat tema Kekerasan Seksual Dalam Perspektif Hukum di Indonesia, Ning Lia menekankan pentingnya hukuman yang bisa memberikan efek jera bagi pelaku.


“Kita juga berbicara mengenai hukuman atau sanksi pidana bagi pelaku kejahatan seksual. Apakah hukum yang ada saat ini sudah memberikan efek jera? Penting dicermati beberapa perundang-undangan yang dapat dikenakan pada pelaku kejahatan tersebut, diantaranya KUHP tentang pencabulan dan pemerkosaan, UU no 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga, UU No 26 tahun 2000 tentang HAM," tandasnya.


Menurutnya, bila mencermati sanksi yang dikenakan pada pelaku kejahatan seksual, bahwa yang perlu diperhatikan adalah dampak kerugian pada korban. Dalam hal ini, korban kejahatan seksual tidak hanya mengalami luka fisik, tapi juga psikis, yaitu traumatis yang berpotensi menghilangkan masa depan, atau setidaknya, merubah kehidupan pribadi korban. Bahkan, juga sebagai kerugian yang dialami keluarga, teman maupun orang orang di dekatnya.


Untuk itu pihaknya  menegaskan pentingnya metode abilisionistik, yaitu menekan potensi kejahatan dari sumber-nya. Hal ini disebutnya dapat ditempuh melalui peran masyarakat untuk menanggulangi bahaya pornografi di era digitalisasi. Senada dengannya, Diah Ratri menekankan pentingnya efek jera bagi pelaku kejahatan seksual.


“Kejahatan seksual adalah kasus yang terjadi dalam setiap pekan, bahkan pelakunya bukan hanya masyarakat biasa, melainkan orang yang disegani oleh masyarakat sekitarnya. Oleh sebab itu, hukuman yang memberikan efek jera sangat penting, diantaranya wacana hukuman kebiri. Meskipun hingga saat ini masih terjadi polemik, yaitu dianggap bertentangan dengan kode etik kesehatan,” pungkas penerima penghargaan Tokoh Muda Nahdliyin Inspiratif 2020 Versi Forkom Jurnalis Nahdliyin ini.


Sedangkan Nurul Hidayat menekankan kesulitan menjerat pelaku karena berbenturan dengan definisi dari pelecehan seksual.


“Untuk menjerat pelaku, maka kasus kejahatan tersebut harus sesuai dengan Pasal 11 ayat (2) huruf a, yaitu bahwa Kekerasan Seksual yang dilakukan dalam bentuk tindakan fisik atau non-fisik kepada orang lain, yang berhubungan dengan bagian tubuh seseorang dan terkait hasrat seksual, sehingga mengakibatkan orang lain terintimidasi, terhina, direndahkan, atau dipermalukan”


Webinar yang bertepatan dengan Hari Perempuan Internasional tersebut, dihadiri oleh jajaran pimpinan STAIS Bangkalan, diantaranya Ketua Lembaga Kerja Sama dan Humas KH. Nasiri, MH., Musawir Syafik, SH., MH (Kaprodi HPI). Sedangkan dari aktivis mahasiswa, hadir Presiden Mahasiswa Yanto Yuliadi, Ketua Dewan Pimpinan Mahasiswa Imam Buchori, Gubernur Prodi HPI Alvini’am, dan Ketua Panitia Abdurrahman.


Nasiri mewakili pimpinan STAIS Bangkalan, menjelaskan tujuan utama dalam webinar nasional tersebut. “Webinar ini bertujuan agar mahasiswa memiliki pemahaman detail mengenai kasus pelecehan seksual sehingga mereka memiliki bekal cukup untuk melakukan sosialisasi sebagai bentuk antisipasi kasus kejahatan seksual di tengah masyarakat," tukasnya.


Acara yang dipandu Riska, mahasiswi STAI Bangkalan tersebut, menghadirkan tiga narasumber, yaitu Dr. Lia Istifhama, M.E.I. (Aktivis Perempuan), Diah Ratri, SH., MH (Sekretaris Prodi Hukum Pidana Islam), dan Nurul Hidayat, SH., MH (Ketua LBH Jaman Jatim). (Red).

Bagikan:

Komentar