|
Menu Close Menu

Dari Seluruh Dunia Untuk Kanjuruhan Malang

Selasa, 04 Oktober 2022 | 19.37 WIB

 


Oleh: Moch. Atha`Illah Ibnu Salim

Lensajatim.id, Opini-Sejumlah pihak di belahan nusantara ikut prihatin dan berduka dengan adanya insiden berdarah di Stadion Kanjuruhan Malang usai laga bigmatch liga 1 BRI 2022-2023 yang mempertemukan Arema FC vs Persebaya Surabaya yang dimenangkan pasukan Bajul Ijo dengan skor 2-3. Sabtu (1/10/2022) malam.


Tidak hanya di nusantara, bahkan bisa dikatakan seluruh dunia turut berkabung. Bagaimana tidak, terlihat sejumlah media official resmi klub liga eropa mulai dari Manchester City, Liverpool, Manchester United, Inter Milan, Barcelona dan lain sebagainya ikut berbela sungkawa melalui cuitan medsos twitter mereka mulai dari hari Minggu (2/10/2022) kemarin.


Pun tak kalah terenyuh di kancah nasional negeri kita sendiri, berbagai panjatan doa dan taburan bunga terus mengalir untuk 127 Aremania-aremanita yang menjadi korban dari keganasan insiden berdarah Kanjuruhan. Ya, selasa malam (3/10/2022) sejumlah suporter dan elemen di Medan, Makassar, Semarang, Bali, Surabaya, Mojokerto, Jombang dan daerah lain ikut mendoakan dan menabur bunga untuk aremania dan aremanita yang meninggal tragis. Semua atasnama 'kemanusiaan'.


1 Oktober 2022 menjadi sejarah baru yang kelam bagi persepakbolaan tanah air bahkan kedua terdahsyat di dunia setelah tragedi paling dahsyat di Estadio Nacional, Peru, pada tahun 1964 juga terjadi karena penembakan gas air mata di dalam stadion.


Salah dan Tanggung Jawab Siapa?


Terlepas dari berbagai spekulasi yang muncul, mulai dari penyebab meninggalnya ratusan korban seperti sesak napas akibat gas air mata yang ditembakkan aparat kepolisian ke kerumunan penonton di berbagai titik. Sementara disatu sisi ternyata FIFA melalui FIFA Stadium Safety and Security Regulations dengan tegas melarang penggunaan gas air mata untuk mengendalikan massa. Pada pasal 19 b) tertulis, “No firearms or ‘crowd control gas’ shall be carried or used“.


Belum lagi ada yang menyebut dari informasi yang didapat bahwa kepolisian setempat sudah meminta untuk mengubah jadwal pertandingan menjadi sore hari, hal itu terlihat dari selebaran surat permohonan dari Polres Malang yang tertuju kepada pihak panpel Arema FC karena ditengarai rawan chaos jika dilaksanakan malam hari, namun permintaan tersebut tidak digubris bahkan ditolak PT Liga Indonesia Baru sebagai penyelenggara kompetisi. Belum lagi ada informasi bahwa panpel Arema FC mencetak tiket melebihi kapasitas tempat duduk di stadion Kanjuruhan Malang yang semula berkapasitas 38 ribu menjadi 42 ribu.


Apapun spekulasi yang muncul, kemudian muncul pertanyaan siapa yang salah dan siapa yang bertanggung jawab? Dalam konteks ini, negara harus bertanggung jawab. Semua elemen dan instrumen yang ada dalam regulasi ini harus bertanggung jawab, mulai dari Presiden, Menteri Pemuda dan Olahraga, PSSI, aparat TNI - Polri, Kepala daerah Provinsi, Kepala daerah kabupaten/kota semua wajib bertanggung jawab. Tidak akan selesai jika kemudian kita saling menyalahkan, saling tuding satu sama lain. Selain itu, semua pihak elemen bangsa juga wajib saling bahu-membahu meringankan derita korban dan keluarganya.


Karena itu masuk konteks ranah pelanggaran KUHP dan HAM hingga mengakibatkan nyawa seseorang melayang, biarkan tim investigasi independen yang digawangi Menkopolhukam Mahfud MD yang akan bekerja menyelidiki kasus insiden di Stadion Kanjuruhan Malang. Publik dan keluarga korban tinggal menunggu temuan apa yang diperoleh dan keputusan apa yang disampaikan tim investigasi independen dalam pekan ini.


Ibrah dan Hikmah dibalik Insiden Kanjuruhan


Insiden Kanjuruhan Malang merupakan Insiden Kemanusiaan dan sejarah kelam bagi persepakbolaan tanah air. Seyogyanya semua pihak pasti berharap jangan sampai insiden serupa terjadi lagi kedepannya. Tentu juga berbagai pihak sering menggaungkan bahwa Sepakbola adalah alat pemersatu bangsa, namun masih ada segelintir oknum yang merusak bahkan menjadikan Sepakbola sebuah alat politik untuk menahbiskan kekuasaan mereka.


Seringkali kita disuguhkan dengan berbagai warna dinamika yang tidak elok dalam pemandangan pertandingan sepak bola, mulai dari suap, pengaturan skor, sepakbola gajah, wasit yang bisa diatur, kecewa dengan kekalahan sehingga berakhir bentrok antar suporter fanatik.


Dengan terjadinya insiden Kanjuruhan, suporter fanatik yang mendukung tim kesayangannya harus lebih dewasa lagi, jadikan rivalitas pertandingan hanya ada dalam lapangan, kalah dan menang adalah hal yang biasa meski ada rasa kecewa. Begitu pula oknum PSSI, official klub yang harus sadar sejak dini dan dalam hati sanubari, jangan sampai mengotori sepakbola dengan hal-hal yang menciderai regulasi dan konstitusi. Polri sebagai pihak pengamanan juga harus paham tentang aturan yang sudah ditetapkan dalam regulasi FIFA. Setelah kasus Sambo, citra Polri jangan sampai rusak kembali akibat ulah oknum yang tidak humanis dalam melakukan pengamanan.


Semua hal yang tidak mendewasakan potret sepakbola itu kini harus dihilangkan agar insiden Kanjuruhan Malang tidak terulang kembali. Sebaliknya, ayo jadikan insiden tersebut sebuah 'Ibrah' buat kita semua, buat seluruh elemen dan instrumen bangsa Indonesia. Untuk rekan-rekan suporter Aremania, semoga kita semua dapat memetik ibrah dan hikmah dibalik insiden ini, karena pertandingan sepak bola tidak bisa ditukar dengan nyawa manusia.


Penulis adalah CEO Beritabangsa.com

Bagikan:

Komentar