|
Menu Close Menu

Kebebasan Pers, Profesionalisme Jurnalis & Literasi Digital Masyarakat

Kamis, 09 Februari 2023 | 16.21 WIB




Oleh: Akh. Toharudin, S.HI


Lensajatim.id, Opini- Setelah jatuhnya era Orde Baru yang ditandai oleh mundurnya Soeharto, lahirlah sebuah era yang dinamakan dengan Era Reformasi. 


Teansisi dari Orde Baru menuju Reformasi dibawah pemerintahan Presiden BJ Habibie, sesungguhnya telah banyak mengalami perubahan yang kita rasakan, terutama pada aspek pada kebebasan pers. Kebebasan pers di Indonesia pada masa Reformasi ditandai dengan dibubarkannya Departemen Penerangan.


Era baru kegiatan jurnalistik di Indonesia diawali dengan ditetapkannya Undang-undang nomor 40 tahun 1999 Tentang Pers. Dalam hal ini, kebebasan yang dijelaskan meliputi kebebasan mendirikan usaha penerbitan maupun penyiaran, kerja jurnalistik untuk mendapatkan akses informasi, kebebasan editorial, dan jaminan hak-hak jurnalis.


Hari ini, tantangannya berbeda, dan buat saya, justru semakin kompleks.


Kebebasan pers di Indonesia dilandasi oleh Pasal 28F Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) yang melindungi kebebasan penggunaan berbagai media dalam hal mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi.


Diksi "kebebasan" ini sesungguhnya diartikan secara klise. Istilah "kebebasan" yang harusnya diterjemahkan sebagai "merdeka", kenyataannya, justru ditafsirkan secara berbeda sama sekali.


Kesalahan tafsir inilah, yang bagi saya, menjadi salah satu pemicu terjadinya penyalah gunaan media untuk tujuan tertentu yang tidak sesuai dengan kode etik jurnalistik.


Digitalisasi pers melahirkan media massa baru yaitu media online yang ditopang teknologi informasi yang sudah merasuk ke masyarakat. Kecepatan penyajian dan kehadirannya bisa menjadikan seluruh masyarakat menjadi wartawan yang bisa menginformasikan atau mewartakan sebuah peristiwa atau pendapat. 


Kabar baik ini tentu saja punya konsekuensi tersendiri. Digitalisasi pers pada saat yang sama memiliki resiko banjirnya informasi yang bisa cenderung menjadi hoaks.


Hasil Penelitian Dewan Pers dan LPM Fakultas Ilmu Komunikasi Universtitas Prof Dr Moestopo 2021 tentang Kepercayaan Publik Terhadap Media Arus Utama di Era Pandemi Covid-19, memberi gambaran peningkatan signifikan terhadap platform digital.


Penelitian ini juga mengungkap Surat Kabar Harian tetap menjadi media yang dipercaya oleh pembacanya berdasarkan faktor data dan fakta yang disajikan 39,5 persen, nama besar media 26,6 persen dan narasumber berita 20,5 persen.


Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Surat Kabar Harian yakni cukup percaya 35,8 persen, media siber atau online 47,8 persen. Sedangkan yang percaya terhadap Surat Kabar Harian 36,3 persen dan media siber 37,2 persen.


Sedangkan tingkat kepercayaan terhadap media sosial/platform digital, yang percaya 12-21 persen untuk kalangan usia 13-40 tahun.


Dengan begini, pada dasarnya, tantangan pers di era digital saat ini ada pada kualitas produk jurnalistik dan kredibilitas media. Dalam membangun kepercayaan di mata publik maupun pihak mitra kerja, media harus profesional dan responsif. Apalagi di era digital saat ini, di mana informasi seolah datang bak banjir bandang. Di sinilah peran media dituntut hadir lebih intensif.


Pada saat yang sama, upaya-upaya untuk memperkuat literasi digital juga perlu digalakkan. Ini menjadi penting, sebab, ditengah membanjirnya informasi yang ada di dunia maya, kemampuan masyarakat untuk memfilter segala informasi yang diterima menjadi mutlak dikuasai.


Pada akhirnya, penguatan literasi digital ini dapat kita mulai dari diri kita sendiri, keluarga, tetangga, dan sekitarnya. Seperti apa contohnya? Berkomunikasi dengan orang tua menggunakan media sosial. Menggunakan internet dan laptop di rumah untuk kegiatan bermanfaat. Mendengarkan lagu lewat platform resmi dan legal.


Buat saya, penguatan literasi digital akan menciptakan sebuah tatanan masyarakat dengan pola pikir dan pandangan yang kritis-kreatif. Sehingga, mereka tidak akan mudah tertipu yang berbasis digital seperti menjadi korban informasi hoaks.


Disamping itu, penguatan serta peningkatan profesionalisme jurnalis menjadi penyeimbang yang penting. Sebab, kemerdekaan pers dapat dicapai dengan peningkatan profesionalisme jurnalis dan diimbangi dengan tingkat literasi masyarakat yang baik.


Selamat Hari Pers Nasional, 9 Februari 2023. Pers Merdeka, Demokrasi Bermartabat!

Bagikan:

Komentar