|
Menu Close Menu

Berharap Segera Ada Tersangka, Korban Mafia Tanah Apresiasi Kinerja Polda Jatim

Jumat, 14 Juni 2024 | 20.35 WIB

Supandi bersama Kuasa Hukumnya, Subagyo saat menggelar konferensi pers di RM Primarasa A. Yani Surabaya. (Dok/Had).

Lensajatim.id, Surabaya- Kasus dugaan mafia tanah yang dialami oleh korban Supandi sudah masuk ke tingkat penyidikan setelah berjalan dua tahun lamanya di Polda Jatim. Ketegasan penyidik Polda Jatim menaikkan status dari penyelidikan ke penyidikan mendapat apresiasi dari Subagyo sebagai kuasa hukum Supandi.


“Saya mengapresiasi Polda Jatim karena kasus mafia tanah sudah naik ke tingkat penyidikan, harapannya segera ada tersangka,” ujar Subagyo di RM Primarasa A Yani Surabaya, Jumat (14/6).


Subagyo mengatakan, Supandi telah melaporkan seorang pria berinisial GY yang bertempat tinggal di Malang, yang dikenal sebagai bos atau investor beberapa koperasi, diantaranya adalah Koperasi Serba Usaha (KSU) Unggul Makmur dan Koperasi Makmur Sejati Jatim karena diduga terlibat dalam tindak pidana membuat dan menggunakan kuitansi palsu.


Laporan tersebut dilayangkan ke Polda Jawa Timur tanggal 27 Juni 2022 dengan Nomor: TBL/B/349.01/VI/-2022/SPKT/POLDA JAWA TIMUR. “Setelah sekitar hampir dua tahun penyelidikan, barulah meningkat ke level penyidikan dengan diterbitkan surat Penyidik POLDA Jawa Timur Nomor B/172/V/RES.1.9./2024/Ditres- krimum, tanggal 21 Mei 2024,” jelasnya.


Subagyo menceritakan, kasus dugaan pidana ini bermula saat Supandi mengajukan kredit ke Koperasi Unggul Makmur, karena membutuhkan dana proyek perumahan di Desa Kalisongo, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang, dengan jaminan enam sertifikat hak milik (SHM) tanah, yang pada akhirnya berubah menjadi lima sertifikat. 


GY sebagai bos koperasi tersebut menyetujui dan meminta anaknya bernama Ryandi Prakarsa Yuwono untuk menerbitkan Surat Keterangan KSU Unggul Makmur Nomor 001/SK/KUM/II/2017 tanggal 22 Pebruari 2017 untuk memberikan kredit uang sebesar Rp 1.600.000.000,- atau Rp 1,6 M kepada Supandi.


“Tanggal 24 Februari 2017, pak Supandi dan isterinya diminta menandatangani akta Notaris di kantor Notaris Duri Astuti di Kota Malang, serta menandatangani kuitansi kosongan sebanyak 2 (dua) lembar kuitansi. Akta-akta Notaris tersebut tidak dibacakan dan dikira oleh Supandi sebagai akta perjanjian utang,” terangnya.


Namun, di tahun 2021 Supandi baru mengetahui bahwa ternyata akta yang ditandatanganinya di kantor Notaris Duri Astuti adalah Akta Perjanjian Perikatan Jual Beli (PPJB) tanah lima sertifikat miliknya tersebut. Supandi baru mengetahui hal itu setelah tanggal 07 Juli 2021 meminta salinan Akta PPJB tersebut (Akta No. 30 Tanggal 24 Februari 2017) dari pemegang protokol Notaris Duri Astuti, yakni Notaris Junjung Handoko Limantoro di Kota Malang.


“Pak Supandi merasa telah dijebak oleh GY dan pihak Koperasi Unggul Makmur, karena pada saat tanda tangan tersebut kwitansinya kosongan, ada dua kwitansi yang ditanda tangani,” jelasnya.


Dia menjelaskan, isi kuitansi tertanggal 24 Februari 2017 yang dilaporkan oleh Supandi tersebut menyatakan seolah Supandi telah menjual semua tanah miliknya tersebut kepada Gunadi Yuwono dengan pelunasan harga sebesar Rp 1 miliar. Di dalam akta PPJB No. 30 tanggal 24 Februari 2017 tersebut dicantumkan harga sebesar Rp 1,6 M. 


“Berarti seolah tanah tersebut dijual seharga sekitar Rp 278.000,-/m2. Padahal, pak Supandi membeli tanah tersebut di tahun 2015 seharga sekitar Rp 650.000,-/m2, sehingga mustahil tanah tersebut dijual oleh pak Supandi seharga Rp 278.000,-/m2 pada tanggal 24 Februari 2017,” katanya.


Berdasarkan catatan pembukuan yang dibuat oleh pihak GY dan Koperasi Unggul Makmur, realisasi uang pinjaman yang diterima oleh Supandi tanggal 24 Februari 2017 adalah Rp 1,6 M, tetapi dipotong provisi pinjaman sebesar Rp 69 juta, sehingga yang disetorkan kepada Supandi hanya Rp 1.531.000.000. Hal ini membuktikan bahwa hubungan Supandi dengan GY adalah utang piutang.


Supandi menambahkan, upaya hukum pidana yang dilakukannya adalah bagian dari perlawanan terhadap gejala mafia tanah yang memanfaatkan institusi penegak hukum untuk melegalkan aksinya. Apabila Polda Jawa Timur sukses dalam membawa perkara ini ke Penuntut Umum, dan Penuntut Umum (Kejaksaan Tinggi Jawa Timur) sukses membawa perkara ini ke Pengadilan, dan Pengadilan memberikan hukuman setimpal kepada para pelaku praktik mafia tanah, maka ini akan menjadi pelajaran berharga kepada para mafia tanah.


“Ini perlawanan untuk para pelaku praktik mafia tanah. Sehingga ini menjadi contoh bagi orang lain, baik korban atau pelaku supaya berpikir jauh melakukan semacam ini,” tegasnya. (Had) 

Bagikan:

Komentar