![]() |
Ilustrasi Warung Madura.(Dok/Istimewa). |
“Dilacak dari akar historis, orang-orang Madura dikenal mempunyai etos kerja yang kuat dan bebas, tanpa mau diintervensi oleh penguasa kolonial Belanda sekalipun,” ujarnya di Surabaya, Rabu (16/7/2025), sebagaimana dilansir dari laman Diskominfo Jatim.
La Ode menjelaskan bahwa masyarakat Madura memiliki reputasi sebagai pekerja keras, yang diakui bahkan oleh komunitas Tionghoa. Kondisi geografis Madura yang cenderung gersang dan tidak agraris justru melahirkan etos kerja tinggi dan daya juang luar biasa.
Tak hanya dikenal tangguh, masyarakat Madura juga diakui sebagai etnis maritim yang piawai dalam navigasi, pembuatan perahu, hingga perdagangan pesisir. Letak geografis yang strategis di jalur utama perdagangan Nusantara menjadikan Madura terintegrasi dengan pusat-pusat ekonomi di Jawa, seperti Surabaya, Probolinggo, dan Pasuruan.
“Kedekatan geoekonomi ini membuat masyarakat Madura banyak belajar dari dinamika ekonomi di kawasan sekitarnya,” tambah La Ode.
Selain itu, budaya merantau menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Madura. Mereka merantau sebagai tentara, buruh, hingga pekerja misi (penginjil). Namun, identitas budaya seperti bahasa, prinsip ibadah, dan tradisi tetap terjaga di perantauan.
“Di rantau, membawa budaya adalah sebuah keharusan karena itulah yang menjadi pengikat emosional,” tegasnya.
La Ode juga menyoroti kecenderungan masyarakat Madura untuk merantau dalam kelompok. Ini menjadi bentuk solidaritas sekaligus respons terhadap tantangan sosial, termasuk ketidakterimaan dari sebagian masyarakat di daerah baru.
Kini, orang Madura semakin diterima secara sosial di berbagai wilayah Indonesia. Hal ini tampak dari banyaknya perkawinan lintas etnis dan kiprah elite-elite Madura dalam birokrasi pemerintahan.
Salah satu wujud nyata dari etos kerja dan semangat adaptif orang Madura adalah warung Madura yang buka 24 jam. Menurut La Ode, fenomena ini merupakan respons terhadap tuntutan ekonomi yang makin kompetitif.
“Buka sepanjang hari dan malam adalah cara mereka menyikapi dinamika zaman. Kisah warung Madura bukan sekadar humor, melainkan pesan keras bagi generasi muda: malas adalah kehancuran, kerja keras di luar batas adalah keharusan,” ujarnya.
La Ode menutup dengan menegaskan bahwa warung Madura 24 jam menunjukkan efisiensi waktu, solidaritas, dan pemanfaatan sumber daya manusia secara maksimal—semua demi mengejar kehidupan yang lebih baik, tanpa melanggar nilai agama maupun norma sosial. (Had)
Komentar